Tidak jarang perjalanan berhenti sejenak untuk sekedar mengambil beberapa citra gambar. Sesekali juga ingin mengistirahatkan kaki sambil  menghidu lebih banyak spirit lagi kota kuno yang penuh narasi. Mata seakan tiada lelah dan selalu penasaran melihat kota yang bagaikan ruang pamer terbuka dengan bangunan berpilar kokoh dan berbagai jenis patung bergaya realis-yang banyak kita temui disepanjang jalanan kota yang tertata apik itu. Bangunan tua yang masih tegap dan megah itu  biasanya merupakan gereja yang penampilnnya sangat khas dibandingkan dengan bangunan sekitarnya. Selain itu di Roma sering kali kita juga akan melihat kata piazza dengan bangunan penanda seperti tugu atau gereja lengkap  dengan alun- alun luas yang bisa diakses oleh semua orang. Sedang kata palazzo juga akan sering kita lihat yang merupakan property bangunan Istana bangsawan. Sesuatu penanda kuat bahwa Roma adalah wilayah dibawah kuasa raja yang memerintah dalam durasi waktu yang sangat panjang.
Disaat melangkah untuk menjejak sejarah Roma itulah aku teringat akan film-film aksi kebut-kebutan dengan latar Roma. Akan sangat jelas dimana ban mobil yang melaju kencang menjejak bata-bata yang disusun khusus dan banyak memenuhi jalanan Roma akan menghasilkan derap bunyi sangat khusus. Â Sedangkan dikiri kanan jalanan utama Roma sering kulihat pohon berkayu dengan tajuknya yang berwarna hijau pekat menyerupai payung raksasa.
Waktu terasa melambat. Eksotisme Roma bagaikan modal energi untuk menjejak setiap jengkal jalanan yang bangunan megah dengan pilar-pilar kokoh yang mentereng. Sampai aku melihat orang berjejal di satu titik pusat keramaian di tengah kota. Fountain Trevi, bagaikan sebuah dinding bangunan dengan berbagai ornamen patung realis manusia yang artistik berpadu dengan air terjun mini lengkap dengan kolam penampung dibagian depannya. Bunyi gemerisik air bening yang mengalir secara perlahan dan terus menerus  ditengah bangunan yang  mengelilinginya membawa terasa membawa kedamaian dan ketenangan setiap orang yang memandangnya. Atraksi lempar koin dari beberapa pengunjung  yang terlihat antusias karena  percaya tuah akan kembali lagi ke kota bersejarah itu.
Spanish steps atau terjemahan bebasnya tangga Spanyol sepertinya bangunan yang menjadi kerumunan orang  berikutnya saat menjelang siang itu. Orang tampak menuruni dan menaiki anak tangga berjumlah 135. Diujung  tangga terakhir terdapat gereja tua. Sedang persis didepan Spanish steps, ditengah jalan raya Roma akan terlihat kolam dengan beberapa air mancur disekelilingnya.  Rehat sejenak  disini  adalah pilihan tepat persisnya disamping kolam kecil  yang selalu mengucurkan airnya sambil melihat turis berlalu lalang.
Aku merasa beruntung melihat langsung vespa yang terparkir rapi ditepian jalanan Roma. Negeri tempat asalnya vespa dicipta hingga menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesa. Dijalanan Roma yang tampak sedikit lengang siang itu aku melihat kereta kuda tanpa atap seperti melengkapi wajah klasik kota Roma yang cantik.
Rasanya tidak sia-sia Roma menyandang sebagai Kota Abadi  (Aeterna) karena saat berada didalamnya kita merasa dapat memutar waktu karena nuansa kuno nan artistik langsung tercipta di metropolitan Roma. Dan sepertinya tepatlah juga Roma biasa disebut sebagai  Caput Mundi atau ibu kota dunia.Sedikit ironis dinegara kita dimana semangat membangun fisik kota dengan konsep modern biasanya disertai dengan meninggalkan serta memusnahkan ciri khas lokal yang sebetulnya memberikan identitas dan narasi sejarah yang menarik bagi kegiatan turisme kedepan.
Diujung senja. Perjalanan seharian penuh itu kututup dengan memesan pizza hangat bertabur daun oregano dan saos pedas yang terasa datar dilidah. Bentuk roti pizza yang kupesan pada dasarnya lebih tipis dibanding  dengan yang ada di Indonesia. Rasa keju yang menggigit dan roti khas Eropa seolah mencoba mengendapkan semua pengalaman perjalananku hari ini.  Sebuah perjalanan sehari penuh yang perfecto numero uno.