Santorini, sebuah pulau yang didominasi dengan kontur lahan berbukit berukuran sekitar 76,19 KM persegi.
Menjadikan Thyra nama lain pulau mungil itu bagai sebuah pulau dongeng fantasi, yang tampak menghunjam kokoh lautan berwarna biru pekat bernama Aegea.Â
Jaraknya sekitar 200 KM ke arah selatan dari daratan utama Yunani, sebuah negeri yang penuh dengan narasi mitologi dewa dewi sejak dulu.
Pulau bekas gunung berapi kuno dengan populasi penduduk hanya berkisar 15.000 jiwa, tetapi akan terasa sesak jika wisatawan datang berlibur terutama di saat bulan April-September.
Santorini, kota wisata yang lansekap pemandangan alaminya sangat cantik bak lukisan tempat dewa dewi Laut Mediterania bersemayam.Â
Ia bagai sebuah hasil karya pelukis maestro yang sangat artistik yang dapat dilihat secara visual di setiap jengkal kontur tofografi tanah lava bekas erupsi gunung yang maha dahsyat.Â
Wilayah administratif Aegea Selatan ini berada dalam gugus kepulauan Cyclades dengan kota terbesarnya Fira dan di seberang lautan sebelah timur pulau cantik ini terletak daratan utama Turki.
Kebetulan penulis berkesempatan mengunjungi tempat yang tidak biasa ini dengan pulau utamanya menyerupai bulan sabit itu dengan panorama menakjubkan di sekitarnya.Â
Perjalanan backpacker akhir Desember yang mana saat itu suhu 15 derajat celsius, yang  terasa nyaman untuk orang-orang  yang berasal dari negera tropis. Angin laut terkadang menerpa tubuh membuat adem jiwa dan raga.
Perjalanan mengeksplorasi tempat tidak biasa ini dimulai sejak kaki menginjak tanah di pelabuhan laut ferry Santorini, yang merupakan salah satu pintu keluar masuk turis dari berbagai belahan dunia, selain bandar udara mungil yang membawa jutaan turis setiap puncak musim liburan.
Air jernih biru khas Laut Mediterania tampak seperti lukisan sudah bikin hati betah untuk berlama-lama memandangnya.Â
Sedikit beranjak ke perbukitan. Memang tidak banyak terlihat vegetasi tumbuhan pohon yang menghijau, namun masih bisa terlihat beberapa pohon, seperti zaitun, eukaliptus, serta beberapa jenis cemara laut dan kebun anggur dengan arealnya yang sedikit lebih luas.Â
Sesekali kita jumpai dataran landai yang tampak berpadu sempurna antara pandangan langit dan laut luas yang biru, tepian bukit berwarna coklat, serta dataran landai dengan rumah-rumah penduduk bercat putih mentereng yang sangat khas bagaikan tumbuhan cendawan ditengah musim hujan.
Terus menuju ke arah pusat kota, mulai terlihat beberapa bangunan-bangunan besar yang sangat mencolok dengan puncak atap berbentuk bulat dan menyerupai kubah mesjid, yang tentunya saat dilihat dalam jarak dekat di atas kubah tersebut terpasang tanda salib yang tampak kokoh.
Kemudian kita mampir di pelabuhan Teluk Ammoudi untuk melihat pantai jernih dengan batu karang laut yang dapat dilihat secara kasat mata.Â
Kapal-kapal nelayan dan turis berwarna putih bersandar di tepian dengan angin laut yang berhembus ringan sore itu.Â
Teluk Ammoudi juga selalu ramai dikunjungi wisatawan. Saat kita memandang ke atas pulau akan tampak pemandangan yang sangat kontras.Â
Tampak dinding terjal di bawah sorot terik matahari laut Aegea itu berwarna merah bata menyala. Di antara warna merah tanah lava, lalu sedikit bergeser ke atasnya lagi terlihat bangunan padat yang didominasi warna putih bersih di antara biru langit yang cerah sore itu. Sungguh sebuah pemandangan yang melenakan indera mata.
Kita lanjutkan perjalanan ke Oia, yaitu pusat tumpuan turis. Di puncak musim panas diperlukan kesabaran untuk dapat berlalu lalang di jalanan sempit sepanjang pemukiman padat yang menyerupai labirin. Kontur lahan dan jarak pedestrian di samping bukit nampak terjal.Â
Di wilayah tersebut wilayahnya langsung menghadap samudera luas juga banyak tersedia tempat bersantai, mulai dari resto dan cafe, toko cendera mata, dan rumah vila yang disewakan secara eksklusif. Â
Tentu bangunannya semua disesuaikan dengan kondisi lahan dan tanah yang sempit serta berada di tepian jurang. Tidak jarang akan kita temui jalan menanjak atau menurun secara ekstrim yang sangat sempit.Â
Pedestrian terbatas dan banyak rumah-rumah yang dibangun seperti dalam gua saling berimpitan.Â
Demi mendapatkan view terbaik laut Aegea serta gunung yang berpanorama memikat, semua kelelahan menjalani turun naik bukit terbayar lunas karena pemandangan yang tersaji bak cerita negeri dongeng. Â
Bangunan bernuansa Mediteranian bercat putih bersih nan elegan dan di beberapa bangunan tampak kubah berwarna biru pekat di tengah hamparan pemandangan laut dan langit juga senada. Tampak seperti siluet negeri di atas kayangan.
Perjalanan seakan dilengkapi saat senja mulai membayang. Di ujung Oia, dengan jelas kita lihat matahari bergerak perlahan sambil sesekali berlindung di balik awan.Â
Pantulan sinar surya yang berwarna keemasan di tengah samudera yang tampak temaram namun bersih berpadu dengan background lampu yang berkelap-kelip kuning muda dari setiap bangunan, seolah melengkapi romansa sunset di Santorini yang penuh kenangan.
Sambas, 4 Febuari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H