Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Mati (4. Pulau Salem High Country)

29 Januari 2022   18:30 Diperbarui: 29 Januari 2022   18:34 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesaat kemudian perahu motor bersandar dan terikat aman diujung dermaga nelayan di Pulau Penyu.

"Kemala! Ayo segera kita ke tengah pulau!" ajak Dewi bersemangat. Dengan binar di mata yang menunjukkan dia sudah tidak sabar, gadis itu menggenggam tangan Kemala dan memintaku untuk memberinya bantuan keluar dari perahu.

Fithar mulai sibuk membantuku memindahkan perbekalan kami keatas dermaga, untuk nantinya dipindah ke tenda yang akan kami dirikan ditengah pulau.

Sesampai diatas dermaga kayu itu pula, Dewi dan Kemala langsung berlarian menuju ke tengah pulau. Terlihat hilang sudah ketakutan-ketakutan selama perjalanan menyusuri sungai di sore itu. Mereka seperti melepas tekanan dari berbagai halangan yang merintangi perjalanan sebelumnya. Perjalanan pertama kali mereka di Pulau sepertinya menguras mental mereka, terutama harus mengatasi rasa takut akan gelombang yang sempat mengombang- ambingkan perahu kami. Tetapi, mereka seperti petualang sejati yang tidak mau memperlihatkan kecemasan-kecemasan mereka dihadapanku. Dan mereka seperti mengajarkanku untuk selalu tenang dalam menghadapi situasi apapun yang tidak sesuai dengan kehendak dan rencana sebelumnya.

 Aku sadar dan hanya bisa tersenyum dalam hati. Sebenarnya aku dapat merasakan juga ketakutan-ketakutan yang mereka hadapi selama perjalanan tadi. Sesuatu yang wajar saja. Setiap penumpang yang baru pertama kali menaiki perahu motor air yang ukurannya kecil,bukanlah juga suatu hal yang mudah diterima secara psikologis. Pasti akan ada ketegangan dan kengerian disana. Seperti membayangkan bagaimana jika tiba-tiba air masuk kedalam perahu atau ekstrimnya sampai kepada kejadian perahu terbalik karena hempasan gelombang yang tinggi.

Tetapi hal tersebut semuanya telah berlalu. Gadis-gadis itu sekarang bersenandung gembira. Seperti Dewi, terlihat sangat ceria. Ia bersenandung gembira. Wajahnya terlihat teduh dengan sorot matanya yang berbinar bahagia. Tetapi aku tidak mengenali senandung lagu yang dibawakannya. Terdengar samar olehku seperti lagu berlanggam Melayu. Terasa merdu saat terdengar ditelinga. Memang sedikit aneh, karena gadis kota seusianya pasti akan hafal satu dua lagu populer dari band dan penyanyi ternama tanah air.

Aku dan Fithar tidak ada pilihan lain harus segera menyelesaikan pekerjaan membangun dua buah tenda. Dan itu harus selesai sebelum waktu maghrib tiba dan gelap malam menyapa.

 "Ayo Dewi, kita kesana!" Pinta Kemala kepada Dewi karena sepertinya mereka tidak bisa menunggu lebih lama lagi sampai selesainya tenda berdiri. Kemudian mereka berlarian kecil kearah dimana terdapat formasi cemara laut (Casuarina equisetifolia) yang tertata rapi seperti ada campur tangan manusia untuk jarak tanamnya. Tajuk atas pohon rapat sehingga menutup sempurna dari cahaya matahari yang ingin menerobos masuk. Terasa teduh dan lapang saat kita berada dibawahnya.

"Kemala!..cepat lepas alas kakimu!, ternyata rumput itu sangat nyaman untuk diinjak langsung," seru Dewi kepada Kemala sambil ia berlari kecil kegirangan. Perlahan Kemala melepas sendal untuk bertelanjang kaki mengikuti Dewi.

"Nyaman sekali rasanya ditelapak kaki, Dewi!" Kemala melompat-lompat kegirangan . Kemudian mereka bersama berlarian kecil menginjakkan kaki-kaki jenjangnya dipermukaan rumput hijau yang menutup pasir daratan pulau secara sempurna. Hijau merata sejauh mata memandang. Bunga liar kecil beraneka warna ada disela-sela warna hijau segar didasar daratan pulau berpasir itu. Semuanya lagi sedang mekar dengan bunga warna warni merah, ungu dan kuning bertaburan dipermukaannya. Sesuatu pemandangan yang sangat memanjakan mata.

"Sungguh! memang seperti sepotong surga, Dewa," Fithar berujar sedikit hiperbolis. Pandangannya tidak lepas dari melihat gerak-gerik dua teman gadisnya, meskipun dari kejauhan. Sedang yang diujung sana, dua peri cantik lagi asyik bermain kejar-kejaran, tertawa lepas dan kadang diselingi dengan kegiatan memetik bunga liar yang tumbuh terserak diantara hijau rerumputan.

Aku tidak terkejut dengan pernyataan Fithar terakhir. Pernyataan tersebut sudah jamak kudengar langsung dari orang-orang yang pernah kubawa ke pulau ini. Tetapi yang pasti bagiku, Fithar tampak seperti orang kepercayaan khusus yang ditugaskan menjaga dua bidadari yang lagi bersukaria diatas taman gratis yang dipersembahkan tuhan di Pulau Penyu ini.

Sambil membangun tenda kadang aku dan Fithar scara bergantian terus memperhatikan tingkah polah dua temannya. Terus berlarian kesana-kemari, memetik bunga dan duduk bercengkrama akrab diselanya. Terkadang berlarian berpegangan tangan sambil tertawa lepas seperti gadis kecil yang baru saja mendapat mainan boneka baru yang sedang bermain ditaman bunga yang sangat luas. Kadang kami hanya saling melempar senyum melihat mereka bermain. Memang sungguh menyejukkan jiwa, kala dapat melihat kegembiraan orang-orang bermain dibawah teduh cemara yang pohonnya rindang.

Pulau yang dapat kukatakan pasti dapat menghipnotis siapa saja yang berkesempatan melihatnya secara langsung.

"Putri-putri kayangan jika turun kebumi pasti akan bermain seperti mereka,"sambil aku menunjuk dua gadis yang lagi bermain dimabuk keindahan alam sambil tersenyum kepada Fithar.

"Persis!" balas Fithar singkat. Tetap dengan matanya yang terus memperhatikan dua bidadari kawalannya dari kejauhan.

"Tidak hanya manusia yang menyenangi pulau ini, Fithar!" kusambung pernyataanku lagi sambil aku terus bekerja bersama pengawal dua putri kahyangan itu.

"Hewan purba penyu pun tidak mau melewatan keindahan pulau ini," lanjut penjelasanku sambil sedikit berteriak kepada Fithar agar suaraku dapat mengalahkan suara angin dan gelombang pantai yang menderu-deru. Selama ini penyu-penyu tersebut mendamparkan dirinya secara sukarela untuk dapat bertelur dan menetaskannya dihamparan pantai pasir putih tebal yang terbantang dari selatan ke utara.

"Ikatkan talinya ke pohon cemara terdekat, Fithar!" pintaku kepadanya. Itu tanda dari akhir pekerjaan kami. Tali tersebut adalah tali dari dua tenda yang disatukan, yang harus diikatkan kepada sebuah tonggak kayu atau pohon. Tujuannya agar tenda nantinya tidak roboh. Setelah itu, barulah kami berempat mulai meng-eksplor pulau cantik ini bersama-sama.

Pulau yang kulabel sebagai Pulau Salem High Country disebabkan karena pemandangannya menyerupai sebuah iklan terkenal dari negeri tetangga. Orang kampung kami seusiaku pasti pernah melihat iklan tersebut melalui antena TV yang dibuat tinggi menjulang. Batang untuk penyangga antena tersebut berasal dari kayu atau bambu lurus. Bahkan kadang sampai mencapai diatas 10 meter demi mendapatkan kualitas gambar dan suara yang jernih.

 Tentu belum ada sambungan listrik dikampung kami, sehingga untuk mengadakan acara besar seperti kenduri orang-orang kampung harus menggunakan lampu petromak yang berbahan bakar minyak tanah. Untuk menghidupkan televisi hitam putih, sumber listriknya berasal dari aki baterai besar yang rata-rata ukurannya 30x30 cm. Harus dicharger ulang setiap 3-4 hari sekali di tempat penyedia jasa re-charge di kampung.

Pukul 4.10 sore. Aku dan Fithar telah menancapkan kait terakhir. Kait tersebut sebagai pengikat tali tenda kami yang menggunakan kayu dan harus ditancapkan ketanah. Itu artinya kurang dari 20 menit kedepan kami segera bersiap untuk menyapa pantai indah di bagian barat pulau ini.

Angin laut terus menghantam jajaran pinus laut. Gesekan angin laut dengan daun-daun pinus menghasilkan suara menderu tiada henti. Angin laut sore itu bertiup, langsung tersaring oleh deretan pohon pinus yang membentuk seperti dinding alami. Hawa sejuk tercipta karena adanya peran daun pinus yang menyerupai jarum-jarum hijau yang sangat tebal dan lebat. Tubuh akan disergap dingin terutama saat kita berada dibawah jejeran pohon pinus yang membentuk pola seperti payung raksasa di sepanjang pantai menawan itu.

Tidak heran pulau cantik ini juga menjadi tempat singgah bidadari-bidadari dan pangeran dari kayangan karena siapapun akan merasa iri jika belum berkunjung ke sana seperti tiga tamuku ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun