"Kecepatan 4 km per jam" Arthur melaporkan sementara kecepatan kapal saat ini. Beberapa petugas tali temali tampak masih menarik dan menyesuaikan arah angin untuk lebih mempercepat pergerakan kapal. Petugas layarpun tidak kalah cekatan dengan gagah beraninya bergelantungan diatas tiang layar yang berayun ayun seperti laba-laba yang sedang memasang jaring pengamannya.
"Segera di kecepatan 5 km per jam!" pintaku kepada Arthur yang masih serius memperhatikan dan memberikan aba-aba kepada petugas yang masih bergelantungan diatas tiang-tiang layar. Arthur langsung memberikan tanda dua jempol jari kepadaku, artinya perintahku siap akan dieksekusinya dengan baik. Tampaknya tidak akan ada kendala untuk sampai dikecepatan tersebut. Itu artinya dalam seminggu kapal layar akan sampai ke wilayah tujuan.
Lima jam perlayaran telah berlalu. Mulai terlihat secara samar pulau Onrust[1]. Tiga tahun lalu Inggris telah berhasil merebut pulau tersebut dari Belanda dengan meluluh lantakkan pertahanan dan benteng kuat yang dibangun Belanda sebelumnya.Â
 Waktu terus berjalan tanpa bisa dihentikan. Seperti semangat perjalanan semua awak kapal saat ini. Cuaca dan angin sangat bersahabat sehingga mendorong kami lebih cepat.  Kepulauan Onrust  yang sebelumnya hanya serupa noktah kecil di tengah samudra, sekarang berubah menjadi bayang-bayang biru yang semakin tampak jelas dipandang mata. Pinus laut dan pohon kelapa menjadi semakin tampak jelas berjejer didaratannya.
 Pohon-pohon kelapa menjulang tinggi seperti orang yang sedang melambaikan tangan karena tertiup angin laut yang tidak berkesudahan. Saat melintas pulau-pulau dibagian utaranya, kecepatan kapal layar sedikit berkurang.  Angin laut seperti sedikit terhalang karena dibentengi oleh deretan pulau-pulau kokoh disekitar Onrust yang terlihat menghunjam laut.
 Dua jam setelah jejeran kepulauan Onrust terakhir terlihat, kapal memasuki suasana laut yang masih tetap tenang. Matahari disebelah barat mulai akan tenggelam. Angin sore menjelang malam mendorong kapal melaju tanpa halangan. Commando melaju dengan kecepatan yang dinginkan, dan bahkan diinfokan oleh petugas navigasi kecepatan telah mencapai diatas lima kilometer perjam.
 Matahari tenggelam perlahan. Seiring dengan langit yang nampak perlahan menjadi gelap. Dari balik jendela kemudi, disebelah langit timur bulan belum menampakkan dirinya, karena saat ini telah masuk malam 17 bulan Zulhijjah. Artinya cahaya bulan akan keluar dua jam dari sekarang. Awak dapur mulai menghidangkan makan malam diruang utama dekat kemudi.
 Seperti biasa  selalu akan ada beberapa awak kapal yang terlihat mabuk laut karena kondisi tubuh yang kurang prima. Beberapa dari mereka bahkan tidak dapat berdiri tegak dengan baik. Angin malam saat ini bertiup sedikit kencang. Dibeberapa bagian titik langit terlihat awan hitam membentang seperti ingin membuat halangan dinding untuk kami bergerak maju. Meski beberapa awan hitam berhasil kami lewati tanpa kendala berarti dan aku merasa laut jawa terasa mulai berani mengombang-ambingkan kapal layar kami ditengah lautan yang seolah tidak bertepi.
 Makan malam wajib bagi seluruh awak kapal untuk mempertahankan stamina tubuh dalam melawan dingin angin malam dan gelombang laut. Menu yang disajikan tidak jauh dari menu yang penyajiannya praktis seperti sayur saverkrout[2] ,irisan daging-daging yang telah diawetkan dan terasa asin dilidah serta tidak lupa juga biskuit. Biasanya terdapat sajian khusus untuk seorang kapten sepertiku. Pilihan menu favoritku seperti daging panggang yang dilumuri madu dan sedikit bir. Beberapa petugas seperti juru mudi, navigasi, tali, layar dan persenjataan kuminta untuk menemaniku dalam santap malam sambil membicarakan hal penting selama dalam pelayaran.Â
 Angin dapat kukatakan masih dalam moderat. Perbincangan ringan kami lakukan sambil meneguk bir yang terasa langsung menghangatkan rongga kerongkongan dan tubuh. Angin laut terasa bertambah dingin dan kencang. Dari laporan-laporan yang kudapatkan saat makan malam itu dapat kusimpulkan perjalanan semuanya lancar.
 Gelombang laut jawa saat ini diperkirakan setinggi 3 meter. Sebelum menuju peraduan aku berdiri dedepan jendela kemudi untuk memastikan kembali arah kapal tetap menuju ke utara. Langit malam yang cerah seperti saat ini, sangat membantuku untuk melihat rasi bintang Ursa Mayor dimana bintang Betha Ursa Mayor dan Alpha Ursa Mayor jika ditarik lurus sampailah dihorison kaki langit, artinya disanalah titik utara itu. Maka sudah kupastikan kapal ini persis sedang menuju kearah yang direncanakan.