Dicatatkan juga juga oleh Meneer Oliver Van Dijk, tentang cerita kapal kapal perang yang telah disiapkan oleh Kerajaan Sambas Darussalam untuk memberikan efek gentar lawan-lawannya yang berani mengusik kedaulatan wilayahnya. Tersebut ada 2 kapal layar yang cukup disegani oleh siapapun lawannya ditambah kekuatan pelaut-pelautnya yang berani mati menyebabkan musuh akan berfikir 2 kali untuk berani mengusik Kerajaan Sambas Darussalam. Dua kapal tersebut adalah
Srinegara, kapal yang sangat lincah bermanuver. Dipersiapkan khusus meriam besar bernama Laggum didalamnya. Kapal yang sangat handal dalam mengejar, menghadang dan tidak akan takut jika harus menembak kapal-kapal yang mencurigakan dan berani masuk dalam wilayah perairan kerajaan tanpa izin. Kapal layar Srinegara, biasa dinakhodai oleh Raja Dato Aurum, seorang raja pemberani dan sangat mahir dalam melakukan taktik perang dilaut. Kapal dengan tipe penjelajah yang dapat bergerak dialur sungai yang tidak terlalu lebar sekaligus ulet di samudra. Tipikal kapal layar ini adalah menyerang lebih dulu untuk menghindari banyaknya korban.
Maharajalela, adalah tipe kapal yang disiapkan kerajaan untuk selalu melakukan pertahanan selama mungkin dalam kondisi apapun. Ada satu senjata spesial yang ditempelkan dan sesuai dengan nama kapal layar  ini  yaitu meriam Maharajalela. Artinya siapapun tiada dapat membendung jika senjata tersebut harus memuntahkan pelurunya. Maharajalela seperti radar dalam mencari, mengejar dan merobohkan musuh jika tidak menuruti perintah.
Disampaikan kepadaku bahwa kapal-kapal tersebut secara bergantian juga melakukan tugas berlayar seperti ke kerajaan Banjar, Johor, Malaka, Brunei dan Batavia untuk berbagai macam keperluan. Tidak jarang kapal tersebut juga melakukan perang dilautan saat berlayar. Perang tidak bisa dielakkan lagi saat kapal terancam dirampok dan ditenggelamkan oleh musuh yang akan mengambil banyak komditas mahal yang tersimpan didalam lambung kapalnya.
Komoditas lainnya juga diincar oleh perompak-perompak dari kapal layar Sambas Darussalam adalah seperti  intan, mutiara, timun laut, sarang burung dan lada; sehingga tidak jarang kapal menjadi incaran pihak-pihak yang ingin melakukan kejahatan di lautan. Oleh karena itu tidak jarang disamudra, kapal akan saling kejar demi mempertahankan harga diri sebagai penguasa wilayah perairan kerajaan Sambas Darussalam.
Dua kapal itu juga merupakan simbol kedigdayaan Sambas Darussalam dalam menguasai wilayah samudra yang berada diwilayah kekuasaannya. Jika lengah dan lemah,musuh dan pihak-pihak yang iri dengan kekayaan alam yang dipunyai akan segera merapat, menyerang dan menguasai wilyah yang diberkati tersebut. Tidak ada jalan lain. Selain sedaya upaya mempertahankan Sambas Darussalam dengan cara apapun.
Terakhir ada sebuah catatan khusus sangat berharga dari Meneer Van Dijk yang kuintisarikan dalam catatan khusus yang merupakan latar budaya masyarakat Sambas dan harus difahami oleh setiap pendatang.
         Sarannya yang  terpenting adalah agar kehidupan beragama masyarakat pribumi yang  agamis mengikut Muhammad untuk tidak diusik. Jika  hal tersebut dilakukan, maka sama saja  membangunkan singa tidur yang siap mengamuk dan menerkam dengan buas apa saja yang ada didepannya. Taruhannya adalah cengkraman kekuasaan yang telah dipegang Belanda sekian lama dipastikan segera runtuh.Â
Penting untuk lebih menyemarakkan  lagi  adat istiadat agar tetap hidup berkembang, sejalan dengan kehidupan agamis masyarakatnya. Penengah diperlukan saat terjadi pertentangan yang akan selalu muncul diantara agama dan adat budaya yang masih sangat kental, yang sebenarnya sedang terjadi pelemahan dalam masyarakat pribumi itu sendiri. Disanalah peran penengah, sehingga penguasa kulit putih akan tampak terlihat berperan besar.
Kegiatan politik dan berserikat tetap sangat terlarang. Penangkapan dan pemenjaraan harus dilakukan jika hal tersebut nekat dilakukan oleh orang-orang  pribumi.
Kerajaan Sambas Darussalam yang hidup Islami sangat banyak membutuhkan ahli agama, untuk keperluan mensyiarkan lebih luas lagi tuntunan agama kepada rakyatnya. Â Hal yang sebenarnya telah sejalan dengan situasi di Malaka. Karena dengan dikuasainya semenanjung Malaya oleh Portugis saat itu, kerajaan-kerajaan islam mengalami kemunduran termasuk didalamnya kerajaan Islam Pattani sehingga banyak ahli-ahli agama mencari tempat baru untuk bisa menjalankan ibadah dan mensyiarkan Islam dengan leluasa tanpa merasa terancam oleh penjajah kolonial. Kemudian, adanya penguasa-penguasa Eropa di Malaka-lah yang menyebabkan adanya gelombang besar migrasi ulama Pattani keluar dari daerahnya. Salah satu tujuan ulama-ulama itu adalah Kerajaan Sambas Darusalam di Borneo.
Ada satu mutiara terpendam saat ini di Kerajaan Sambas Darussalam. Â Tercatat seorang bernama Ahmad Sambas. Sedari kecil ia sudah menampakkan bakat kecerdasannya dan selalu haus akan ilmu agama. Guru-guru mengaji agama terbaik telah ditemuinya untuk belajar termasuk ulama Kerajaan Sambas Darussalam. Diusia 18 tahun ia memberanikan diri merantau ke Mekkah melaksanakan haji sekaligus memperdalam ilmu agama di halaqah atau kelompok pengajian kecil dengan bimbingan langsung seorang guru.
Tetapi harus sangat diperhatikan. Ajaran-ajaran yang diajarkan oleh setiap alim ulama, kemudian akan dapat membawa kesadaran dimana setiap individu dan rakyat merasa ingin merdeka serta terbebas dari cengkraman penindasan. Ajaran didalamnya juga termasuk bagaimana cara mencintai tanah air dengan agama sebagai pondasinya. Ketidakadilan yang dilihat dalam kehidupan bermasyarakat dengan aturan-aturan barat telah melabrak tradisi agama yang akan dapat membuat ulama dan rakyat bergerak untuk melawan.
Setiap orang yang berhaji harus dicatat khusus oleh pengawas Belanda. Dengan waktu berlayar yang sangat lama, bahkan waktu yang diperlukan bisa setahun untuk pulang pergi menyebabkan banyak sekali ajaran agama yang akan diserap selama berlayar. Dapat dikatakan berhaji adalah kesempatan untuk mematangkan diri secara ilmu agama. Tetapi dalam pelayaran yang panjang tersebut, tidak ketinggalan pengetahuan dunia lainnya juga didiskusikan bebas oleh ulama-ulama tentang bagaimana upaya negeri-negeri Arab berusaha untuk memerdekan diri dari berbagai bentuk penindasan dan penjajahan bangsa Eropa.Â
Banyaknya warga yang mempelajari agama dan berhaji telah membuka mata mereka bahwa kemerdekaan adalah segalanya, agar terbebas dari penindasan dan kesewenang-wenangan terutama dari orang yang mempunyai tuhan berbeda dengan yang disembah oleh raja dan rakyat Sambas Darussalam.
Tentu kekuatan pengetahuan yang didapat tersebut telah menabur benih nasionalisme dan inspirasi untuk melakukan hal yang sama di Hindia Belanda. Seperti upaya membebaskan rakyat dari penindasan dan penderitaan yang disebabkan oleh penjajah asing atau Eropa ditambah dengan budaya dan tuhan yang disembah juga berbeda.
Pada titik inilah peran Ahmad seorang yang kemudian menjadi guru kenamaan di tanah suci Mekkah dari kerajaan  Sambas Darussalam. Pemuda tersebut  akhirnya memilih untuk mengajar dan mengabdikan dirinya bagi murid-murid yang datang dari Hindia Belanda. Ilmu agamanya yang sangat luas sekaligus upaya-upayanya dalam menyadarkan manusia untuk berkehidupan yang bebas, tentu akan dapat menyemai benih-benih cinta tanah air kepada setiap murid dan orang yang datang belajar kepadanya.Tidak heran beberapa pemberontakan yang terjadi akhir-akhir ini selalu dimotori oleh alim ulama Hindia Belanda, yang sebelumnya ilmu yang mereka dapatkan dan pelajari selama ditanah suci Mekkah dari seorang bernama Tuan Guru Ahmad Sambas.
Sikap agamis masyarakatnyalah yang membuat Sambas Darussalam tidak mudah untuk dikuasai. Benih-benih ajaran cinta agama dan negeri, perasaan merdeka tanpa tekanan, taat pada Allah dan rasulnya serta berbakti pada raja adalah yang memperkuat Sambas Darussalam untuk mereka selalu dapat mempertahankan wilayahnya. Â
Sebuah negeri yang setiap 5 waktunya terdengar kumandang azan menggema dimana saja ,seolah membangunkan kesiagaan penuh kepada rakyatnya. Untuk selalu bersiap menyembah dalam ritual agamanya tetapi juga sekaligus secara tidak sadar selalu menyadarkan akan ancaman pihak-pihak luar yang datang dari keinginan untuk menguasai dan mencengkram wilayahnya yang kaya dengan emasnya. Perasaan merdeka rakyatnya ternyata sangat menentukan kekuatan kerajaan. Alim ulama sepertinya tidak henti-hentinya menyerukan dan menguatkan masyarakat untuk mencintai tuhannya sekaligus mencintai negrinya.Â
Tidak diragukan lagi banyak pihak luar yang sekuat tenaga untuk selalu terus mengambil alih kekuasaan karena sumber emasnya yang melimpah sehingga berbagai perang harus dilakukan Sambas Darussalam dalam rangka mempertahankan wilayah dari penjajahan apapun bentuknya.
Kesibukan menjelang hari keberangkatanku ke Borneo ternyata memberikanku sebuah kejutan besar dan membuatku sedikit bernafas lega. Setelah Arthur kubawa berlayar bersama misiku ke Borneo, ternyata Dirja teman pria Mayang satu-satunya di Batavia yang sangat dipercayainya telah pergi meninggalkannya ke tanah Deli.
Dirja menyusul ibunya yang lebih dahulu pergi merantau ke Sumatera untuk mencari ayahnya ke tanah Deli. Keberangkatan kapal yang membawa banyak pekerja perkebunan tebu ke Sumatera telah menguatkan keputusan Dirja untuk segera meninggalkan Mayang di Batavia. Ketidakmampuannya membantu mengobati ibu Mayang adalah salah satu kekecewaan terbesar Dirja. Ia juga ternyata telah membujuk Mayang untuk bersama berangkat bersama ke Deli. Dikarenakan ibunya yang masih sakit keras dan harus di jaga sehinga mustahil Mayang dapat bersama berangkat ke pulau yang sedang dibangun besar-besaran perkebunan tebu dan tembakau itu. Ditambah lagi dengan ketidak sanggupan melihat Mayang, yang akhirnya menyerah dan mau tinggal bersamaku, membuat ia mempercepat mengambil keputusan berangkat ke tanah Deli.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI