Sepengetahuanku Arthur-lah arsitek pertunjukan musik tradisional malam ini. Lincahnya kemampuan berkomunikasi Arthur dengan orang-orang pribumi tentu memudahkannya didalam memilih dan menentukan bentuk kesenian yang akan ditampilkan didepan petinggi-petinggi kerajaan Inggris. Pasti tidak mudah untuk memilih musik tradisional yang dapat ditampilkan di depan acara resmi. Kesenian terpilih tentunya harus sudah diakui dan oleh masyarakat lokal juga sangat digemari sekaligus menghibur. Biasanya Arthur juga yang bertanggung-jawab untuk menjemput, mengantar dan sekaligus memberikan uang terimakasih karena telah dapat menghibur tamu-tamu yang hadir.
 "Sejak kecil ibu sudah mengajariku menari" suatu ketika kubertanya alasan mengapa Mayang bisa sangat baik dalam membawakan tarian topeng. Ternyata dorongan kedua orangtuanya dan talenta bakat seni yang menyebabkan ia bisa tampil sangat menarik malam itu.
"Tarian dan nyanyian adalah satu-satunya cara untuk kami menghibur diri" lanjutnya saat kubertanya alasannya berkesenian.
"Kami harus memilih bahagia, ditengah kesusahan, apapun situasinya" jawaban Mayang yang sangat jauh dari dugaanku sebelumnya. Seorang gadis belia pribumi yang selama ini terlihat sangat patuh, tetapi telah tampak kemandirian jiwa untuk memilih bahagia ditengah kesulitan hidup yang dihadapi. Sesuatu hal yang menambah kekagumanku terhadapnya.
Pernah diskusi ringan disaat minum teh sore, Mayang dengan penuh percaya diri menyampaikan kegundahannya terkait situasi kondisi kepenatan yang dihadapi keluarganya dan penduduk pribumi secara luas yang ia lihat senasib dengannya.
 "Siapapun bangsa-bangsa yang datang berdagang di Batavia, mereka akan mengambil sebanyak mungkin dari kami," kalimat Mayang terdengar sangat terpelajar,"buktinya, orang-orang pribumi Batavia hampir semuanya miskin dan melarat. Pembantu, kuli, budak dan kerja paksa adalah keseharian hidup kami," ujar Mayang dengan nada tegas meyakinkan.
 " Tidak ada yang tersisa lagi dari kami," mata Mayang terlihat berkaca-kaca tetapi masih dalam emosi yang terjaga, sepertinya ia sedang membayangkan sesuatu yang sangat tidak diinginkannya.
 "Tamu-tamu bangsa lainlah yang terus kami layani, karena merekalah yang menjadi penentu nasib-nasib kami, Tuan Stewart," saat mengatakan itu ibu jarinya jelas mengarah kepadaku. Aku sengaja membiarkan Mayang mengeluarkan semua kegundahannya. Aku juga berfikir yang seorang Stewart tidak akan bisa merubah keadaan yang terjadi seperti saat ini.
"Kerja paksa telah membuat ayahku sakit keras dan membuat keluargaku semakin melarat," dititik itulah Mayang tidak bisa lagi membendung air matanya yang sejak tadi seperti  segera akan tumpah dari kedua belah kelopak matanya.
Penggalan pembicaraanku dengan Mayang diatas, bermula dari kegiatan rutinnya di sore hari. Ia akan selalu mengantarkan secangkir teh hangat dan kudapan ringan, salah satu kesukaanku adalah ikan tepung goreng dengan sambal saos. Biasanya, Mayang kuminta sesaat menemaniku sambil membicarakan hal-hal ringan yang harus kubicarakan terkait tugas hariannya serta kondisi masyarakat sekitar kehidupannya yang diketahuinya, sambil tentu saja aku harus memperlancar bahasa Melayuku.
 "Aku sebenarnya merasa tidak terima, Tuan" Mayang menatapku dalam,"tetapi kondisi apapun harus kami terima, karena kami tidak bisa memilih sedikitpun," terlihat Mayang tampak emosional jika menceritakan situasi yang sedang dihadapi keluarganya.
"Ayah harus terpaksa kembali berangkat kerja untuk melaksanakan kewajiban kerja paksanya," sampai disini ia kembali tidak dapat lagi membendung airmatanya, dengan wajahnya yang tetap terlihat tegar.
Seperti yang kuketahui, saat Inggris masuk kerja paksa sebelumnya yang diterapkan Belanda telah ditiadakan. Tetapi kemelaratan keluarganya tetap tidak berubah. Sehingga Mayang harus mencari akal dan cara dimana ia bisa membantu kehidupan keluarganya yang serba kekurangan dengan tetap bekerja dirumah tuan-tuan Eropa berkulit putih yang membutuhkan jasanya.
Dari pembicaraan ringan tersebut aku juga mengetahui, dulu disaat fisik ayahnya sehat dan kuat, ia sering menjadi kuli buruh dipelabuhan Batavia untuk menambah penghasilan keluarganya. Tetapi semenjak fisiknya semakin melemah karena berbagai penyakit yang menghinggapi, akhirnya ayahnya hanya bisa berbaring saja dirumah. Penyakit batuk menahun dan nafas beratnya sangat sering dikeluhkannya, ditambah muka pucat ayahnya yang mengarah ke kuning membuat semangat hidupnya terkadang hilang.
Beberapa tahun belakangan kondisinya semakin buruk disaat ia terlibat kerja paksa di Banten membangun jalan Anyer-Panarukan. Kerja fisik yang sering dipaksakan diluar kemampuannya telah membuatnya tidak mampu lagi menahan penyakit yang sebelumnya telah bersarang akut didalam tubuhnya. Ayahnya kemudian tidak kembali dari tempat kerja paksa untuk selamanya. Dirja, pemuda belia yang tinggalnya tidak berjauhan dengan rumah kami mengatakan bahwa ayahku tidak bisa berlari kencang seperti pekerja lainnya. Saat itu mereka dikejar harimau Jawa buas karena merasa rumahnya telah diganggu untuk keperluan pembangunan De Grote Postweg[1].
Â
"Aku hanya ingin melihat ibuku bahagia," sore itu aku seperti terhenyak mendengar banyak informasi yang disampaikan Mayang dalam suasana suram. Aku tidak menyangka gadis semuda itu mampu berfikir sangat matang dan bisa menyampaikan pandanganya secara jelas.
Â
" Hanya ibuku yang tertinggal saat ini!" itulah sebabnya Mayang selalu berusaha untuk kembali dikediamannya, meski telah lelah bekerja seharian dirumahku. Disebabkan ada kewajiban lain yang harus diselesaikannya ditempat yang lain. Tentu sebuah pekerjaan yang tidak ringan untuk seorang gadis seusianya. Menurutku,tempaan hiduplah yang membuat seorang Mayang menjadi seorang gadis seperti yang kulihat saat ini.
Â
"Kami biasa tampil berkesenian bersama di Harmonie," wajah Mayang kembali tersenyum seolah membayangkan sesuatu yang nyata didepan matanya," ayahku seorang pemukul gendang, sedang ibuku akan selalu memperhatikan gerakan menariku,"mata Mayang kembali berbinar seperti mengingat masa-masa indah bersama kedua orang tuanya. Kemudian juga kuketahui bahwa sewaktu ibunya muda, ia adalah penari yang sering diundang di acara-acara penting yang diadakan oleh petinggi Belanda di Batavia. Sebuah keluarga pencinta seni yang memilih bahagia ditengah deraan himpitan hidup yang dihadapinya.
Â
Dari Mayang aku juga mengetahui bahwa, dulu ayah ibunya selalu bersama mengadakan pertunjukan kesenian dari satu tempat ke tempat yang lain. Kebersamaan yang akhirnya membawa mereka kepada perasaan saling suka dan cinta. Kemudian mereka mengikat janji untuk hidup semati sampai ajal menjemput.
Â
Kembali aku mengingat awal kedatanganku di Batavia. Â Mayang dalah perempuan pribumi pertama yang kujumpai. Awalnya yang kurasakan hanya biasa saja yaitu berinteraksi berjalan seperti layaknya atasan dan bawahan. Mayang telah mengerjakan pekerjaan rumah seluruhnya dengan sangat baik. Pengalamannya bekerja dengan keluarga Belanda sebelumnya membuatku tidak banyak lagi mengajarinya akan pekerjaan standar Eropa. Terutama dalam hal kebersihan, kerapian dan sekaligus makanan Eropa yang akan disajikan.
Â
Dan sebenarnya, aku adalah seorang penikmat seni. Seperti Pruistine adalah seorang penari dansa terbaik yang pernah kukenal di Bristol. Kemudian aku jatuh cinta mati kepadanya. Saat ini, tidak berbeda dengan Pruistine, Mayang dengan keterampilan menarinya yang sangat baik telah membuatku sangat kagum. Aku tidak melihatnya sebagai seorang pribumi yang membantu dirumah, tetapi sebagai seorang profesional seni yang dapat memukau banyak orang.
Â
Sekali lagi sebagai penikmat seni, aku merasa Mayang adalah salah satu kriteria gadis idamanku. Kesukaan seni dengan bermacam variasinya tidak bisa melepaskan kesukaanku kepada pelakunya. Mayang yang sejak pada pandangan pertama telah membuatku cocok dalam segala hal.
Â
Tetapi Mayang tetaplah seorang Mayang. Seseorang yang mempunyai pendirian kuat. Mungkin terlihat olehnya, akhir-akhir ini aku sangat memperhatikannya. Tetapi Mayang seperti tidak peduli dengan segala perhatianku. Apakah ia menyimpan perasaan kepada orang lain yang tidak kuketahui selama ini?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI