Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Trip

Badau Border with Malaysia's Taste

16 Januari 2022   03:05 Diperbarui: 16 Januari 2022   05:39 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Sejenak menikmati senja di kawasan border Badau dan pasar rakyat)

"Di sini kasih pernah berbunga tiada harum, tiada warna.

Di sini cinta pernah membara tanpa bahang dan tanpa apinya.

Begini yang kurasa Hidup kita berdua"...

Itulah sepenggal bait syair lagu yang dipopulerkan oleh penyanyi kenamaan negeri tetangga Malaysia Saleem Iklim terdengar membahana mengisi relung relung ruang di pasar wisata Badau.

Senja saat itu terasa syahdu. Lagu yang nge hit diera 90 an telah menjadi latar suasana sore dengan gerimis hujan yang seolah menolak teduh.

Alunan musik pop rock telah menemani orang-orang yang sengaja datang berkunjung sambil berteduh menikmati berbagai minuman dan makanan yang telah dipesan sebelumnya di gerai jualan yang tampak bejejer rapi didalamnya

Hujan gerimis juga tidak menghalangiku sedikitpun untuk dapat melihat indahnya siluet gunung yang tampak membiru yang menjadi latar pemandangan disekitar kawasan border Badau. Sebuah tempat perlintasan resmi antar negara Indonesia dan Sarawak Malaysia.

Dimeja-meja itu ada pasangan yang seperti habis berolahraga sore, ada keluarga besar lengkap dengan anaknya yang sedang beranjak remaja dan cengkrama hangat rekan rekan sekerja masing-masing yang mengobrol sambil diseling sesekali dengan bercanda riang.

Beberapa saat sebelum berteduh...

Disana juga terdapat bangunan utama yang berdiri  megah  berarsitektur modern dan terdapat sebuah danau asri disampingnya.

Bangunan utama yang banyak dihiasi tanaman bunga itu adalah sebagai tempat pengecekan administrasi pelintas antar negara yang menurut informasi petugas selalu ramai sebelum pandemi covid menerjang.

Tampak ditepi danau yang tampak teduh disana, terlihat sekumpulan perempuan pekerja lepas berseragam bercengkrama sepertinya sedang menunggu waktu kerja usai. Hal yang mustahil akan kita temui disaat perlintasan disaat normal.

Panorama indah pengunungan yang mengelilinginya dengan tiupan angin semilirnya melengkapi senja yang indah disaat itu.

Disudut lain tampak berdiri gagah patung Soekarno yang seolah menunjuk kearah siapa saja yang pelintas batas. Patung pengingat bahwa kita sedang berada dibawah negara kesatuan RI yang berdaulat.

Dulu mungkin wilayah tersebut mungkin seperti seonggok kampung tak berguna karena jauh dan sulitnya akses transportasi untuk menjangkaunya.

Tetapi saat ini setiap kepala anak negeri bisa menengadah keatas dengan martabat diri yang sama bahkan lebih tinggi memandang warga tetangga yang konon sebelumnya selalu memandang rendah Indonesia tercinta.

Tanpa terasa...

Senja semakin menukik kebarat membuat kami harus segera beranjak dari suasana santai lagi tenang di salah satu tempat penting yang berada dibatas negeri.

Hujan berhenti sejenak. Kemudian kami segera memacu mobil sebelum langit berubah gelap untuk segera kembali ke kota Putussibau di jantung hutan nan lebat pulau Borneo.

Jan Bestari

Sambas 11-12-2021

#Seri kisah perjalanan ke negeri huma di atas bukit#

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun