Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sahida, Jujur dan Hati Bersih Seorang Maestro Pelestari Adat Budaya Tenun Sambas

8 Januari 2022   21:51 Diperbarui: 9 Januari 2022   07:12 1578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sahida sedang memperlihatkan laku harian seorang penenun Sambas, dokpri

Prinsip hidup emak yang dijalankan sampai dngan saat ini adalah hidup untuk tidak menerima bantuan dari siapapun. Hidup harus mandiri tanpa merepotkan orang lain selagi masih diberikan kesehatan dan bisa bekerja.

Rumah yang bisa dikatakan gubuk itu beratap dan berdinding daun sagu serta berlantai bambu. Ia menjadi saksi pengorbanan seorang emak dalam membesarkan anak-anaknya yang saat itu hanya berbekal 4 buah piring dan gelas seng, 1 panci serta 1 kuali dilengkapi dengan tungku perapiannya.

Menyadap karet adalah pekerjaan harian yang dilakukan emak untuk menyambung hidup. Sampai suatu ketika di saat cuaca hujan mengguyur selama 4 hari berturut-turut.

Hal tersebut menyebabkan emak tidak bisa turun menyadap karet. Di saat itulah seorang Sahida kecil sempat diminta untuk mencari utang beras seberat 1 kilogram demi menghilangkan rasa lapar yang mendera.

Sahida kecil yang lugu tanpa berpikir panjang langsung mengayuh sampan sebagai alat transportasi utama saat itu.

Ternyata tidak mudah untuk kita mendapatkan sesuatu dalam keadaan mendesak dan posisi yang orang melihat kita sangat berkekurangan, meskipun itu dari keluarga terdekat. Tetapi semangat untuk terus mendayung dan naluri untuk membantu keluarga yang sedang lapar tetap berkobar. Akhirnya bantuan justru datang dari orang lain yang merasa iba.

Masih terbayang olehku sang pemberi bantuan tersebut membelai beberapa kali kepalaku sambil berurai air mata dan segera mendorong perahuku agar aku segera kembali menemui emak yang sedang menunggu dirumah. Tetapi seorang Sahida kecil tetap berusaha tenang dan bertahan untuk tidak menumpahkan setetes air matapun dalam menghadapi kehidupan dan situasi yang sulit pada saat itu.

Di rumah gubuk itu jugalah Sahidah kecil belajar menenun di malam hari saat emak harus melawan kantuknya karena lelah menyadap karet di siang harinya. Aku mulai membantu dari pekerjaan yang sangat sederhana karena keinginan untuk membantu meringankan beban orang tua.

Dari ilmu proses menenun yang diajarkan secara langsung tersebutlah yang membuat Sahida mengingat detil semua aktivitas mulai dari memintal benang sampai menjadikannya selembar kain yang tampak eksotis dan menjadi ciri khas tenun Sambas hingga kini.

Dikarenakan harus membantu orang tua dalam mencari nafkah hidup Sahida kecil yang sempat bersekolah sambil berjualan gulali di Kota Sambas untuk menyambung hidup harus memilih. Garis tanganlah yang mengharuskan berhenti sekolah saat duduk di kelas 2 SMP untuk kemudian fokus membantu ekonomi emak dengan menggeluti aktifitas harian bertenun dengan sepenuh jiwa.

Petua emak untukku kemudian adalah harus selalu berbaik sangka dan berbuat baik dengan orang lain dimaksudkan agar benang yang ditenun tidak kusut serta diharapkan nanti kain yang juga diolah dengan rasa tersebut akan dapat memberikan penampilan terbaiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun