Mohon tunggu...
edi dimyati
edi dimyati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mengayuh dengan Hati, Menghadirkan Buku, Mengabarkan Informasi

Bertualang telah menjadi aktivitas favoritnya.Invasi ke gedung tua, menyambangi museum, membelah hutan, menyusup gua, mengarungi lautan, belajar budaya dan bercengkrama dengan denyut aktivitas penduduk desa adalah rangkaian perjalanan yang mengasyikan. Dari sana, biasanya akan banyak menemukan keajaiban baru yang tak pernah diduga. Aktivitas: mengelola perpustakaan masyarakat 'Kampung Buku' di Cibubur, dan membina klub Yoyo bernama YOMA (Yoyo Mania) - Cibubur. Karya Buku : - Panduan Sang Petualang : 47 Museum Jakarta. Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2010 - Panduan Sang Petualang : Wisata Kota Tua Jakarta. Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2010 - YOYO. Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2011 - Yuk, Bertualang ke Museum Jakarta, Penerbit: Grasindo, 2011 - Wisata Pesisir Ciamis Selatan, Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2012 . Youtube : KARGO BACA IG : kargobaca Web : www.kargobaca.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Menembus Langit 2 (Cerbung) - Tembok Rahasia

20 Juni 2017   20:28 Diperbarui: 20 Juni 2017   20:34 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Cepat cuci muka dulu, terus sarapan," titah ibu sambil merapihkan hidangan di meja makan. Rajinnya ibuku ini, pengabdiannya kepada keluarga sudah tak ternilai lagi.

"Siap...!." empat jari tangan merapat, jempolku melipat sambil dilekatkan di pelipis kanan.

Ma'azah Sumadirja namanya. Ibuku adalah orang yang sangat tangguh. Berprofesi sebagai relawan perawat ulet. Dalam perjalanan tugasnya, ia sudah banyak membantu orang . Tak terhitung warga yang terkena wabah cacar beliau tolong. Sosoknya agak gemuk, berkulit putih dan tinggi. Namun perawakannya tidak lebih tinggi dari ayahku. Sebagai anak ke-6 aku sangat bangga punya ibu kandung yang cukup sabar. Pendiam namun sangat sayang dan perhatian  kepada semua anaknya. Ibuku punya peran ganda. Pengasuh yang baik dan pelipur lara dikala anak-anaknya mengalami duka.

Aku basuh mukaku yang masih kusut dengan air jernih dari sumur. Berkali-kali. Hingga bersih dan terasa menyegarkan. Setelah itu baru mengguyur seluruh tubuhku dengan menggunakan gayung dari batok kelapa. Sambil bersenandung, aku melumuri badan dengan busa-busa yang berasal dari sisa-sisa gabungan beberapa sabun batang kecil. Kala kalimat lagu yang disenandungkan tak hafal, maka siulan bernada sumbang pun  dibunyikan. Tak peduli siapa yang mendengar akan menutup telinganya. Yang penting hari ini aku bergembira karena tak masuk sekolah untuk beberapa hari ke depan.

 Dingginnya air yang masih menusuk ke dalam tubuhku ini membuat badanku menggigil. Di dalam kamar mandi, dalam keadaan kedinginan aku teringat dengan impian tadi malam. Masih melekat dari memoriku. Tak akan pernah lupa.

Ah, andai saja peristiwa beberapa waktu lalu menjadi nyata. Aku bisa berkelana ke tempat-tempat indah yang dibentuk oleh bintang-bintang semalam. Pasti akan mengasyikan. Akan menjadi pengalaman yang sangat luar biasa. Dan, tiba-tiba saja, sisi lain lamunanku mengatakan berbeda. Seolah memuntahkan segala yang ada. Tidak mungkin sepertinya. Mana bisa seorang Fauna Sukma Prayoga yang berasal dari keluarga serba kekurangan dapat mewujudkan citanya. Terkabulkan menikmati tempat-tempat eksotis itu. Sungguh mustahil. Harapan itu kemudian sirna, dibasuh oleh guyuran air sumur yang menghapus keinginanku.

"Fauna, ayo cepat sarapan dulu ! " Suara Ibu membuyarkan lamunan.  Nampaknya beliau merasa aktifitasku sangat lama di belakang.

Handuk warna biru yang menggantung di atas palang timba sumur kuraih cepat. Dengan cekatan aku mengeringkan sisa-sisa butiran air yang masih melekat di tubuh. Kemudian kubebatkan handuk diatas pinggang sambil melangkah kecil menuju  ruang makan.

"Bu, Mpa kemana ?'' begitu aku memanggil Ayah. Tanganku menyomot tempe goreng yang menggoda untuk dicicipi. Dicocol ke dalam lumuran kecap yang ditaburi cabe rawit, tempe garing itu sangat lezat dimulut. Tapi kenyataannya tak demikian. Yang ada bibirku malah melepuh. Makanan berbahan kedelai itu ternyata masih panas. Baru diangkat dari penggorengan. Si ibu tertawa sedikit, seolah menyumpahiku dan mengucap rasa syukur karena aku mendapat ganjarannya. Ketulah buat orang yang tak sabar.

"Hushh..., pakai baju dulu !" Ibu mengumpat, " Mpa sehabis subuh pergi ke Pandeglang, ada urusan." terangnya dengan singkat.

"Siap..!" kali ini hormatku lebih gagah. Lalu putar balik, melengos ke kamar yang telah mengantarkanku mimpi indah semalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun