Pernah tidak terbayang di benak kita semua, bahwa apapun yang kita lakukan akan mempengaruhi keuangan di Indonesia? Kayaknya boro-boro sih ya. Bisa selamat tanpa berhutang sampai akhir bulan saja sudah Alhamdulillah, mana sempat mikir negara.
Eits, jangan salah, dari hal sepele seperti berhutang pada bank saja bisa menjadi masalah keungan lo. bagaimana bisa? Ya, tentu bisa. Coba bayangkan bila setiap pemilik kartu kredit menggunakan plafon maksimum kartu kreditnya dan hanya membayar minimal setiap bulannya?
Ada kasus seorang karyawan yang menunggak tagihan kartu kredit sebesar lima juta rupiah, tiba-tiba harus melunasi sebesar 170 juta rupiah, karena setelah 10 tahun berlalu namun hutangnya belum lunas. Ini bukan hoax, kejadian seperti ini sangat mungkin terjadi. Tingkat suku bunga kartu kredit cukup besar, yaitu 4%. Seiring waktu bunga bank itu akan berbunga. Jadi, kalau selama 10 tahun hutangnya jadi membengkak lebih dari 40 kali lipat, itu mungkin saja. Untungnya sih, di ending cerita, si karyawan akhirnya hanya membayar hutang sebesar 8 juta rupiah saja. Tapi, ada proses panjang dengan bank sampai mendapat kesepakatan seperti itu.
Nah, contoh kecil dari seorang karyawan ini adalah penggambaran, betapa kredit alias hutang dapat mengganggu stabilitas keuangan seseorang. Bagaimana kalau hal ini terjadi dalam sebuah negara?
Kurangi Sikap Konsumtif=Kurangi Hutang Konsumtif Pribadi = Kurangi Hutang Negara
Semua hal besar bermula dari hal kecil, begitu pula dengan hutang negara yang membengkak. Secara tidak sadar kita sebenarnya juga ambil bagian dalam membengkaknya hutang negara. Memang jumlahnya relatif kecil, tapi jika 200 juta penduduk Indonesia bersikap konsumtif dan lebih banyak hutang ketimbang penghasilan, maka tentunya akan berpengaruh pada kestabilan keuangan secara nasional. Kalau hutang perseorangan sebesar 4 juta rupiah dapat membengkak menjadi 170 juta rupiah, bisa dibayangkan kalau itu hutang negara. Tidak mungkin negara hanya berhutang sebesar 4 juta rupiah, kan?
Memacu diri untuk lebih produktif dan mengurangi sifat konsumtif akan menghindarkan kita dari berhutang dan tentunya akan berdampak positif bagi kestabilan keuangan kita secara pribadi. Dengan lebih banyak memberikan kontribusi dana dalam bentuk tabungan di bank-misalnya- maka secara tidak langsung kita turut menjaga stabilitas keuangan di Indonesia.
Stabilitas Sistem Keuangan. Kebijakan Bank Indonesia dalam Mengatur Stabilitas Keuangan di Indonesia.
Dari tadi ngomongin stabilitas keuangan, sebenarnya maksudnya gimana sih? stabilitas keuangan adalah kondisi dimana antara debit dan kredit alias pemasukan dan pengeluaran seimbang. Stabilitas keuangan seseorang tentu lebih mudah mengaturnya. Akan tetapi, dalam sebuah negara, pengaturan stabilitas keuangan sebuah negara memerlukan manajemen khusus untuk mengaturnya. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, perbankan, dan sistem pembayaran bertanggung jawab pada stabilitas keuangan dengan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Apa itu stabilitas sistem keuangan?
Definisi sistem keuangan menurut website Bank Indonesia adalah pengaturan pengalokasian dana dari pihak yang surplus kepada yang mengalami defisitdengan menggunakan instrumen keuangan. Sistem keuangan dikatakan stabil saat supply(dari pihak yang kelebihan dana) dengan demand(kepada pihak yang kekurangan dana) seimbang. Secara definisi sih sederhana saja, namun menjaga stabilitas keuangan suatu negara tidaklah mudah. Ingat kasus Bank Century? Saat itu negara menggelontorkan dana yang cukup besar untuk menyelamatkan Bank Century. Padahal untuk apa coba? Yang bermasalah banknya, kenapa negara kena getahnya? Rupanya bila Bank Century tidak diselamatkan saat itu, maka akan berdampak sistemik terhadap kestabilan keuangan Indonesia. Dari permasalahan sebuah bank saja dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap seluruh bank di Indonesia. Bagaimana bila masyarakat berbondong-bondong menarik dana? Tentu saja akan terjadi ketdakstabilan antara supply dan demandnya yang berakibat pada ketidakstabilan sistem keuangan di Indonesia.
[caption id="attachment_352676" align="aligncenter" width="572" caption="Bagan Stabilitas Sistem Keuangan (www.bi.go.id)"]
Lima Peran Bank Indonesia dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan
Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia, Bank Indonesia mempunyai lima peran penting. Peran ini harus ‘diperankan’ dengan sungguh-sungguh, karena saat sistem keuangan tidak stabil, maka pertumbuhan ekonomi akan terhambat. Pertumbuhan ekonomi dapat diibaratkan dengan tubuh manusia, maka stabilitas sistem keuangan adalah sumber nutrisinya. Bila sumber nutrisinya tidak sehat, maka pertumbuhan akan terhambat dan perlu biaya yang besar untuk memulihkannya.
Lima peran Bank Indonesia antara lain:
1. Menjaga stabilitas moneter melalui instrumen suku bunga(BI Rate) dalam operasi pasar terbuka.
Untuk menentukan kebijakan suku bunga yang tepat, Bank Indonesia menganut kerangka kerja berupa Inflation Targeting Framework(ITF). Kegunaan ITF ini adalah masyarakat akan memahami secara eksplisit arah inflasi, sasaran inflasi kedepan, kemudian melakukan evaluasi. Bila sasaran inflasi tidak tercapai maka akan ada penjelasan Bank Indonesia kepada masyarakat serta langkah-langkah yang diambil agar target inflasi sesuai dengan sasaran sebelumnya. Transparansi kebijakan Bank Indonesia ini tentu memerlukan kepedulian dari masyarakat Indonesia, karena percuma saja data ini disajikan, tapi masyarakat Indonesia tidak mau tahu.
[caption id="attachment_352679" align="aligncenter" width="560" caption="Transparansi Data Inflasi di www.bi.go.id"]
2. Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan.
Bank Indonesia melakukan pengawasan dan regulasi agar sistem pengawasan dan kebijakan perbankan efektif dilakukan. Pada negara yang efektif melakukan pengawasan dan kebijakan alias terjadi disiplin pasar, umumnya kestabilan sistem keuangannya kokoh.
3. Bank Indonesia memililiki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Kewenangan Bank Indonesia untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan dengan menganalisa peminjam dana/ kreditur di bank. Kreditur bermasalah (seperti sering gagal bayar, kabur, dsb) akan masuk black list Bank Indonesia. Kreditur ini akan dicegah untuk membuka kredit baru. Â Ini dilakukan untuk mencegah dana kembali stuck di kreditur bermasalah tadi, sehingga menjamin perputaran dana lancar.
Oleh karena itu, jangan pernah bermasalah dengan kredit bank. Bila terjadi gagal bayar selama beberapa kurun waktu, maka kita akan dianggap sebagai kreditur bermasalah dan masuk daftar black list Bank Indonesia. Akibatnya, di masa depan kita akan lebih sulit mendapatkan kredit/pinjaman lagi di bank mana pun.
4. Bank Indonesia melakukan riset dan pemantauan. Pemantauan dapat dilakukan secara makroprudensial. Pemantauan ini melibatkan surveilans sistem keuangan.
Fungsi surveilans ini dianalogikan sebagai dokter dengan sistem keuangan sebagai pasiennya. Surveilans memantau potensi 'sakit' pada sebuah sistem keuangan, melakukan tindakan preventif bila potensi 'sakit' masih bisa dihindari, dan tindakan kuratif bila sudah terjadi 'sakit' pada sebuah bank. Sederhananya seperti itu, namun bila dicermati dari keseluruhan sistem keuangan di Indonesia, maka dapat digambarkan lewat alur gambar di bawah ini:
[caption id="attachment_352678" align="aligncenter" width="549" caption="Alur Pelaksanaan Surveillance Sistem Keuangan (www.bi.go.id)"]
5. Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistem keuangan.
Posisi Bank Indonesia sebagai bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR) atau pengelola krisis, yang fungsinya meliputi penyediaan likuiditas(dana) pada kondisi normal maupun krisis pada bank yang memiliki masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinta ketidakstabilan sistem keuangan, seperti yang pernah terjadi pada Bank Century.
Menyimpan Dana di Bank = Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan di Indonesia
[caption id="" align="alignnone" width="388" caption="Ayo ke bank (bungadeposito.wordpress.com)"]
Walaupun pasti dijamin pemerintah, tetaplah kritis dan aktif mencari tahu kredibilitas bank dan produk tabungan yang digunakan. Ada tiga tahapan status pengawasan bank, yaitu pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus. Pilihlah bank dengan status pengawasan normal, yang memandakan bank tersebut sehat.
Selain mengetahui kredibilitas bank, sebagai nasabah kita perlu aktif mencari tahu produk tabungan yang kita gunakan. Jangan sampai terjebak produk yang menyerupai tabungan. Perlu dicermati bahwa saat ini banyak produk investasi yang mengklaim sebagai 'tabungan'. Padahal produk seperti ini sama sekali tidak dijamin LPS. Artinya, bila terjadi penurunan nilai investasi, maka pemerintah tidak berkewajiban untuk membayar kerugiannya. Lebih parah lagi, terkadang produk 'tabungan' ini menyelipkan manfaat asuransi, sehingga dana nasabah akan berkurang untuk membayar polis. Akibatnya, mereka yang tidak paham merasa ditipu bank, padahal mereka saja yang tidak mau tahu.
Perbankan bukanlah momok menyeramkan asalkan kita berusaha untuk mencari tahu produk-produknya. Kalau mau aman, menabunglah di tabungan biasa. Seluruh dana selama dbawah 2 milyar akan dijamin pemerintah. Namun, return perbankan kurang menarik, bahkan cenderung berkurang tergerus inflasi. Tapi masih lebih baik daripada hanya menyimpan uang di balik kasur. Lebih aman dan terjamin.
Bila tujuan kita menabung untuk mendapat return sebesar-besarnya, maka produk investasi seperti reksadana bisa dilirik. Kelemahannya, investasi seperti ini tidak dijamin pemerintah alias resiko ditanggung sendiri. Walaupun demikian, ada Otoritas Jasa Keuangan yang akan menjamin pengelolaan dana investasi kita dapat dipertanggung jawabkan. Jadi, tetap pede saja untuk investasi reksadana, ya!
Pertimbangan yang Matang saat akan Kredit ke Bank
Membuka kredit alias berhutang ke bank juga bukan berarti tidak boleh. Pada dasarnya, kalau semua masyarakat berbondong-bondong menabung, sedangkan tidak ada yang mengajukan kredit, maka 'gudang uang' di bank mungkin tidak cukup menampung uang masyarakat. Tapi, buatlah pertimbangan yang matang, seperti sepenting apakah kebutuhan itu sampai harus berhutang? Darimana sumber pembayaran kreditnya? Berapa tingkat suku bunganya? Berapa jangka waktu kreditnya? Berapa total dana yang harus dibayarkan? Maksimalkan kredit untuk kegiatan yang produktif, bukan untuk barang konsumtif yang belum tentu diperlukan. Jadilah kreditur yang baik. Kreditur yang kritis pada aplikasi kreditnya, dan kreditur disiplin membayar tagihan
Apapun pilihannya, ayo sebanyak-banyaknya menyetor dana ke bank, Kalau pun harus berhutang, jadilah kreditur yang baik dengan membayar tagihan sebelum jatuh tempo. Dengan menyimpan dana di bank dan menjadi kreditur yang baik, berarti kita ikut serta dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Tidak sulit kan berkontribusi untuk negara?
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog "Bagaimana Menjaga Sistem Keuangan Agar Tetap Stabil'. Info lengkap disini.
Refrensi:
www.bi.go.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H