Mohon tunggu...
Annastasia Ediati
Annastasia Ediati Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro; Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Ikatan Psikologi Klinis (IPK), Asosiasi Psikologi Kesehatan Indonesia (APKI)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bosan Bisa Memicu Risiko Terkena Covid-19, Benarkah?

11 Oktober 2020   16:35 Diperbarui: 13 Oktober 2020   02:08 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kapan sih pandemi ini berakhir?"

"Corona kok gak pergi-pergi sih.. udah bosan banget deh di rumah terus"

Ungkapan di atas pasti udah sering kita dengar, atau malah kita sendiri yang merasakannya.

Sudah 7 bulan kita memasuki masa pandemi Covid-19, berusaha patuh untuk #dirumahsaja #stayathome agar #staysafe. Semuanya kita lakukan agar dapat segera kembali beraktivitas (sekolah/kuliah/bekerja) seperti semula, sebelum virus corona datang.

Sebenarnya wajar gak sih bosan di rumah terus?

Rasa bosan adalah hal yang wajar dirasakan ketika kita dihadapkan pada rutinitas yang sama setiap harinya.

Apalagi di jaman pandemi seperti ini. Mau jalan-jalan ke mall kayak dulu, gak bisa. Mau cipika-cipiki waktu ketemu, gak bisa. Takut ketularan atau takut menularkan virus ke orang lain.

Sementara situasi di rumah gak asik banget. Lama-lama, bisa kering ide mau ngapain lagi di rumah. Rasanya ingin banget keluar rumah jalan-jalan lihat pemandangan biar gak suntuk di rumah. Tapi takut... akhirnya jadi stuck di rumah saja.

Bosan tingkat dewa deh!

Kebosanan: Dampak psikologis karantina di masa pandemi 

Menurut para peneliti di dunia, frustrasi dan bosan adalah salah satu sumber stres saat kita harus karantina di masa pandemi (Brooks dkk, 2020). 

Brooks dan beberapa peneliti Psikologi Medis dari King's College, London mengkaji 24 laporan penelitian dari 11 negara mengenai dampak psikologis yang ditemukan pada waktu masyarakata menghadapi pandemi severe acute respiratory syndrome (SARS), flu burung (H1N1 influenza), Ebola, dan Middle East respiratory syndrome-related coronavirus (MERS).

Bosan dengan media sosial (Gambar dari Freepik)
Bosan dengan media sosial (Gambar dari Freepik)

Berkurangnya kontak fisik dengan orang yang kita cintai, terbatasnya kontak sosial dengan orang-orang sekitar (saudara, teman, tetangga), perasaan "terpenjara" karena tidak bisa kemana-kemana dan harus di rumah terus, serta hilangnya berbagai rutinitas aktivitas harian merupakan hal-hal yang menyebabkan banyak orang frustrasi dan bosan selama masa pandemi ini. 

Bosan adalah sinyal akan adanya perubahan perilaku

Biasanya, kalau sedang bosan kalian lalu ngapain aja sih?
Pasti, cari-cari ide untuk mengusir kebosanan kan? 

Kalau bosan melakukan hal yang itu-itu saja, umumnya kita lalu mencari ide untuk melakukan sesuatu untuk mengusir kebosanan.

Kalau bosan di rumah? Umumnya mulai berpikir untuk pergi ke luar rumah... entah jalan-jalan, pergi berkunjung ke rumah teman atau saudara, atau sekedar naik motor keliling kota untuk menghilangkan kebosanan.

Menurut Westgate dan Wilson (2018), bosan terjadi karena kita gagal memusatkan perhatian (atensi) dan menganggap aktivitas kita itu tidak berarti. 

Jadi kalau kita tidak lagi bisa memusatkan konsentrasi kita pada sesuatu yang kita kerjakan dan kita merasa berdiam di rumah saja itu tidak berguna, maka kita akan mudah merasa bosan.

Bosan berkaitan dengan kontrol diri

Bosan berkaitan juga dengan kontrol diri (Mugon, Struk, & Danckert, 2018). Orang yang mudah merasa bosan, cenderung memiliki kontrol diri yang lemah. Dalam masa pandemi Covid-19 ini, orang yang mudah merasa bosan, cenderung mudah kehilangan kontrol dirinya untuk berperilaku patuh pada protokol kesehatan (Martarelli & Wolff, 2020).

Terutama kalau kita beranggapan di luar rumah tidak berbahaya, virus corona sepertinya tidak ada lagi (karena tetangga dan kawan-kawan sehat-sehat saja), apalagi jika beranggapan diri sendiri kebal alias tidak mungkin kena virus corona atau gak mungkin sakit Covid-19.

Nah, dengan memiliki anggapan dan keyakinan seperti itu, pastilah perilakunya juga akan mencerminkan pemikiran yang sama.

Apakah di luar rumah masih berbahaya?

Tabel 1 menggambarkan perilaku masyarakat Jawa Tengah selama masa pandemi dan selama masa adaptasi kehidupan baru (new normal)/Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah (2020)
Tabel 1 menggambarkan perilaku masyarakat Jawa Tengah selama masa pandemi dan selama masa adaptasi kehidupan baru (new normal)/Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah (2020)
Virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2) yang menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) sampai saat tulisan ini dibuat, masih ada, masih menyebar, dan masih menyebabkan jatuhnya korban jiwa di ratusan negara di dunia ini. 

Kalau Anda dan saya masih sehat, bukan berarti virus dan penyakit yang disebabkannya itu sudah musnah. Itu pemikiran dan keyakinan yang keliru.

Banyak orang keliru mengira bahwa situasi sudah normal kembali seperti sebelum pandemi. 

Contohnya nih, seperti yang ditunjukkan oleh hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah tentang perilaku masyarakat di era adaptasi kehidupan abru (new normal) ini. 

Hasil survey BPS terhadap 34.361 warga Jawa Tengah ini menemukan bahwa semakin banyak orang yang tidak lagi khawatir dengan virus corona, akibatnya semakin banyak orang yang tidak lagi pakai masker, tidak lagi cuci tangan, dan tidak lagi khawatir dengan kesehatan dirinya sendiri.

Dari Tabel 1 di atas, dapat kita simpulkan bahwa jika kita bosan di rumah lalu pergi ke luar rumah, kita berpotensi bertemu dengan banyak orang yang tidak lagi patuh pada protokol kesehatan, tidak lagi takut dengan virus corona, dan tidak lagi khawatir dirinya bisa tertular/menularkan virus corona (terutama untuk saudara-saudara kita yang tinggal di Provinsi Jawa Tengah yaa...).

Kalau saking bosannya kita "lupa" untuk pakai masker, jaga jarak pada waktu bertemu teman-teman lama yang jarang bertemu, maka perilaku kita dan mereka berisiko untuk menularkan virus corona tersebut.

Solusi bosan di masa pandemi

"Boredom is interesting" 

Bosan itu menarik. Demikian pendapat Erin Westgate, seorang asisten profesor psikologi dari University of Florida, AS. 

Umumnya, orang ingin segera "lari menghindar" dari rasa bosan. Menganggap bosan sebagai hal yang negatif atau buruk.

Padahal rasa bosan menghadirkan pertanda yang penting untuk kita.

Seperti yang diingatkan oleh Martarelli & Wolff (2020), rasa bosan dan kontrol diri saling berkaitan.

Kalau kita merasa bosan, ingatlah bahwa pada saat yang sama kita harus meningkatkan kontrol diri atas perilaku kita, yakni jangan kasih kendor:  tetap pakai masker saat di luar rumah, menjaga jarak dengan orang lain minimal 1 meter, dan mencuci tangan dengan sabun selama 20 detik.

Itu wajib kita lakukan jika kita terpaksa harus ke luar rumah, ya teman-teman.

Tetapi jika kita masih bisa mencari alternatif hiburan dengan berada di rumah, risiko kita tertular/menularkan virus corona akan minimal.

Berikut ini beberapa usulan solusi mengatasi kebosanan yang mungkin ini bisa dicoba:

1. Mengontak sahabat yang sudah lama tidak jumpa. Gunakan video call atau platform media yang memungkinkan Anda dapat bertemu secara virtual.

2. Membersihkan kamar/rumah, mengubah dekorasi rumah agar menghasilkan kesan yang berbeda dari biasanya.

3. Gardening atau beraktivitas di taman. Baik menanam, membongkar tanah, atau memulai bercocok tanam bagi yang selama ini belum melakukan.

4. Mengasah bakat terpendam, misalnya menulis cerpen, artikel populer, puisi, lirik lagu, dll; menyanyi, memasak, merenda, menjahit, main musik, bikin video, video editing, dll.

5. Jika terpaksa harus keluar rumah untuk mengurangi kebosanan, Anda bisa pergi dengan naik motor/mobil sendiri, menggunakan masker dan pelindung diri lainnya lalu pergi keliling kota/daerah dengan banyak pepohonan namun tidak berhenti di tempat wisata, tempat makan, atau fasilitas publik lainnya. 

Ada ide lain untuk mengatasi kebosanan? 

Share yuk, siapa tahu bisa memberi pencerahan ke teman-teman yang lain...

Meski di rumah itu membosankan, tetap lebih aman jika kita #dirumahsaja.

Jaga kesehatanmu dan keluargamu. Pandemi Covid-19 masih berlangsung entah sampai kapan.

Jadi, jangan kasih kendor ya!

***

Referensi

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. (2020). Profil masyarakat Provinsi Jawa Tengah di era new normal: Analisis hasil survey sosial-ekonomi dampak COVID-19. Semarang: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. (2020). Hasil survey sosial demografi dampak COVID-19 provinsi Jawa Tengah 2020. Semarang: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah

Martarelli, C. S., Wolff, M. (2020). Too bored to bother? Boredom as a potential threat to the efficacy of pandemic containment measures. Humanities & Social Science Communication,7(8), 1-5. https://doi.org/10.1057/s41599-020-0512-6

Mugon, J., Struk, A., Danckert, J. (2018) A failure to launch: regulatory modes and boredom proneness. Frontiers in Psychology, 9:1126.

Westgate, E. C., Wilson, T. D. (2018) Boring thoughts and bored minds: the MAC model of boredom and cognitive engagement. Psychological Review, 125:689--713.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun