Tepat satu minggu sejak bersama-sama menyaksikan pameran Naskah Kuno di Pagelaran Kraton Yogyakarta, saya kembali lagi diajak oleh teman-teman Kompasianer Jogja (KJog) untuk mengikuti event KJog lainnya yaitu Nonton Bareng Film Mantan Manten.
Seperti biasa tiket atau karcis masuk setiap event KJog pasti digratiskan bagi anggota karena sudah ditanggung oleh komunitas. Senang sekali karena nonton secara gratis dan kebetulan ini kesempatan pertamaku menonton di Bisokop. Hahahaha
 Wah. Sudah bertahun-tahun di Jogja tapi baru pertama kali nonton di Bisokop. Terkesan kurang gaul saja sih, tapi ya, beginillah realitanya. Wkwkwk. Maklum saja guys, selain sibuk dengan tugas kuliah dan kegiatan organisasi, saya juga harus membagi waktu untuk bekerja di salah satu kantor bagian jasa. Bekerja sampingan sebagai salah satu pilihan untuk menambah penghasilan demi memenuhi biaya hidup sebagai anak rantauan.
Mantan Manten, begitu saya diberitahu judul film yang akan dinonton dalam event kali ini. Sebenarnya sih manten ini bahasa jawa yang artinya pengantin. Beruntung saja saya sudah cukup lama di Joga jadi bisa mengerti arti dari judul film tersebut, "Mantan Pengantin". Hal yang pertama terbesit dalam pikiran bahwa film tersebut akan mempertunjukan sepasang kekasih yang baru saja menikah dan bercerai. Benar saja.
Diawal film diceritakan seorang tokoh wanita cantik bernama Yasnina yang diperankan oleh Atiqah Hasiholan sebagai seorang manajer di salah satu perusahaan besar milik Pak Iskandar (Tyo Pakusadewo). Sebagai seorang manajer perusahaan Bu Yasnina hidup dalam kewahanan dengan segala fasilitas yang dimilikinya. Bu Yasnina begitu dihormati oleh stafnya, bahkan oleh asistennya Ardy (Marthino Lio) Yasnina adalah panutannya. Selain itu Yasnina juga memiliki seorang "teman dekat" tinggi nan ganteng bernama Surya (Arifin Putra), yang tidak lain adalah putra tunggal pak Iskandar.
Ibarat seperti roda yang berputar, kehidupan seseorang akan selalu berputar seiring berjalannya waktu. Kadang di atas kadang dibawah, kadang senang kadang juga sedih. Hal yang sama terjadi dalam kehidupan oleh Yasnina dalam film ini. Dalam sebuah meeting perusahan, karier cemerlang sang manajer mendadak jatuh dimana secara sepihak diberhentikan oleh sang owner perusahaan. Hilang semua kehidupan glamor serba wah dalam diri Bu Yasnina.
Beruntung masih ada sebuah rumah di daerah Tawangmangu yang sudah dibeli Yasnina ketika menjadi manajer perusahan, namun belum diproses balik nama. Rumah inilah menjadi harapan Bu Yasnina satau-satunya agar bisa dijual demi membalaskan dendam kepada mantan bosnya.
Nasib kurang diuntung. Demi mendapatkan tandatangan Bu Maryati (Tutie Kirana), pemilik rumah sebelumnya, Yasnine harus memenuhi dua persyaratan, yang pertama fee penjualan rumah sebesar 30% dan yang kedua adalah menjadi asisten Bu Maryati sebagai paes pengantin, selama 2 bulan. Wahh, benar-benar malang nasib Yasnna. Sudah jatuh tertimpah tangga, itulah peribahasa yang menggambarkan kisahnya setelah diPHK perusahaan.
Selama 2 bulan menjadi asisten paes pengantin, rupanya waktu yang cukup bagi Yasnina belajar dan mencermati. Tarub, kembar mayang, siraman, midodareni, upacara panggih, gantal, nguidak endhog, kacar kucur, dulangan merupakan tahap demi tahap proses yang harus dilalui dalam sebuah pernikahan adat khas Jawa. Â Hal yang kemudian dijadikan pertimbangan oleh Bu Mar untuk memantapkan pilihan kepada Yasnina sebagai pewaris/penerus paes pengantin yang sudah turun temurun dari nenek dan ibunya.