Kita semua mungkin sudah pernah mengikuti tes intelejensi. Seberapa akuratkah alat tesnya? Seberapa bermanfaatkah hasilnya? Jawabannya tentu bervariasi. Ingin alat tes yang lebih akurat dan bermanfaat? Silahkan coba alat tes yang berikut ini.
Dibanding alat tes intelejensi, alat tes ini jauh lebih simple, tidak perlu pusing tujuh keliling, tidak perlu waktu berjam-jam dan tidak perlu belajar semalaman. Cermati analogi berikut ini. Jika ada seseorang yang diberi pilihan dua jenis hadiah, yang pertama sebuah mobil Ferarri keluaran terbaru, plus bensin, biaya perawatanselamanya, pajak ditanggung pemberi, ditambah rumah super mewah plus isinya, plus biaya hidup selamanya. Pilihan kedua adalah sebuah becak plus gubuk di pinggir kali kumuh. Jika orang tersebut mengambil pilihan ke dua, apa penilaian anda? 100% anda semua akan mengatakan orang tersebut tolol, bego, oon dan sejenisnya. Boleh-boleh saja anda memberi comment seperti itu, tapi faktanya, orang semacam itu sangat banyak, berjuta-juta di negri ini. Mari kita tes seberapa tolol penduduk negri ini.
Kedua pilihan di atas sebenarnya belum seberapa. Cobalah renungkan apa pilihan hadiah yang Tuhan berikan pada kita, cuma dua juga: surga dan neraka, nikmat dan sengsara. Manakah yang terbanyak dipilih?
Kita mulai dari orang-orang yang berada di kalangan atas. Yang pertama, para pemimpin. Para pemimpin merupakan orang-orang yang paling banyak diberi Tuhan karunia. Mereka mempunyai pekerjaan yang enak, kehormatan dan tiket ke surga yang sangat banyak, apalagi jika dia seorang kepala negara. Menyenangkan hati satu orang saja, Tuhan pasti memberi pahala yang besar, apalagi menyenangkan hati orang satu negara, pastilah surga balasannya. Tapi pilihan mana yang diambil para pemimpin itu? Banyak yang memilih menyengsarakan rakyatnya. Menyakiti hati satu orang saja pastilah berdosa. Ini menyengsarakan rakyat berjuta-juta, balasan apa yang akan Tuhan berikan? Menurut tes intelejensi pastilah mereka orang-orang cerdas. Tapi bila mereka mengikuti tes ini?
Giliran berikutnya, para pengusaha. Mereka punya beribu-ribu atau beratus-ratus karyawan yang bisa mengantar mereka ke nirwana. Tapi apa pilihan para cukong itu? Mereka memilih memeras dan menghisap tenaga buruh mereka, maka semakin banyak buruh mereka, semakin banyaklah yang mengantar mereka ke neraka.
Masih banyak lagi orang-orang yang mempunyai pekerjaan yang enak lagi mulia, tapi beranikah mengikuti tes ini? Guru, dokter, betapa mulianya profesi ini. Sekali lagi tapi, tiket ke surga itu ditukar tiket ke neraka: pelayanan yang mengecewakan, apalagi pada si miskin. Polisi, tentara, itulah antara lain cita-cita anak-anak karena mereka menganggapnya sebagai tugas mulia: melindungi rakyat banyak, membela negara, tapi lagi-lagi tiket ke surga itu ditukar dengan beberapa lembar rupiah yang membuat kaya saja tak bisa.
Yang lebih menyedihkan adalah para pekerja rendahan, sopir dan awak angkot atau bus misalnya. Walau sebenarnya pekerjaan mereka adalah pekerjaan yang mulia juga, mereka berjasa pada banyak orang pergi dan pulang kerja. Tak muliakah itu? Tapi sayang mereka tak menyadari betapa mulia pekerjaan mereka. Mereka gadaikan pula kemuliaan itu demi mengejar setoran yang mustahil membuat mereka kaya raya. Tak kalah memilukan adalah para pedagang kecil, penjaja makanan kecil. Mereka juga tak menyadari bahwa pekerjaan mereka adalah mulia. Mereka tukar tiket ke surga itu dengan boraks dan bahan-bahan beracun lain demi keuntungan beberapa ratus perak.
Masih banyak lagi orang-orang yang tak menyadari ketololan mereka. Adakah yang bersedia menolong mereka supaya menjadi orang yang cerdas?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H