Mohon tunggu...
Edi Ramawijaya Putra
Edi Ramawijaya Putra Mohon Tunggu... Guru - Dosen

Pendidik, Penulis, Trainer dan Pembicara Dengan Latar Belakang Linguistik Terapan Bahasa Inggris (TESOL) Bidang Kajian Sosiolinguistics dan Language Pedagogy. Instagram: @edi_ramawijayaputra

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Segara Anak Lake: "Branding" Jangan Latah!

12 Juli 2016   22:08 Diperbarui: 13 Juli 2016   17:40 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.utarakita.com

Danau Segara Anak dan Gunug Rinjani adalah satu paket tujuan wisata yang tidak mungkin dapat dipisahkan. Tempat ini selain memiliki daya tarik keindahan alam dan air permukaan juga memiliki "sihir" untuk mendatangkan peziarah baik penduduk asli maupun luar daerah baik yang hanya sekedar melafadzkan doa atau bernazar untuk tujuan baik. Keberadaan Gunung Rinjani bagi masyarakat Lombok Utara bak seorang ibu. Manifestasi gerakan civil society seperti bersih-bersih gunung, penanaman bibit pohon, dan berbagai kegiatan ramah lingkungan lainnya adalah wujud hormat dan kecintaan terhadap ciptaan Sang Khaliq. Oleh karena itu, siapa pun yang "menyakiti" Rinjani tak ubahnya menyakiti ibu sendiri. 

Aura Gunung Rinjani juga telah tersegmentasi dalam kearifan lokal untuk selalu berhati-hati berucap. Hal ini tecermin dari kewaspadaan porter dan pelancong yang diimbau untuk selalu menjaga titi dan tutur selama berada di kawasan Rinjani seperti tidak boleh berkata kotor, sesumbar, dan takabur. 

Tidak hanya itu, Segara Anak dan Rinjani adalah tempat yang sangat sakral. Setiap tahun, ribuan masyarakat Hindu mengadakan ritual persembahyangan. Fakta ini yang membuat Gunung Rinjani dan Segara Anak tidak boleh hanya dilihat sebagai komoditi semata melainkan aset budaya dan leluhur yang perlu dipreservasi keotentikannya.

"Branding" Pariwisata Jangan Latah

Pemasangan photo booth di setiap lokasi wisata memang sedang marak. Metode ini dinilai efektif dan up-to-date mengingat kebiasaan berfoto di lokasi wisata dengan latar belakang photo booth menjadi tren. Namun, prinsip tetap promosi wisata tidak boleh latah. Kandungan estetika dan semiotika masing-masing lokasi wisata tidaklah sama. 

Photo booth di suatu tempat wisata bisa jadi menambah pesona bahkan menjadi iconic seperti di Pantai Losari Makasar atau di Pantai Gili Trawangan, namun belum tentu berlaku di tempat lain. Terbukti, photo booth Danau Segara Anak menuai gelombang protes dan terancam dibongkar kembali untuk normalisasi tepi danau.

Maraknya pemasangan photo booth yang bertujuan untuk mendongkrak wisatawan baik asing maupun domestik juga harus sinkron dengan referensi demografi lokal dan nilai historisnya. Tren giant photo booth berasal dari tulisan “Hollywood” yang menjadi ikon di Kota California Amerika Serikat. Tulisan "hollywood" ini bukanlah simbol promosi wisata melainkan sebuah plang industri real estate yang berkembang besar menjadi showbiz film terbesar di dunia. Mengingat hal ini pelaku promosi wisata dan stakeholder tidak boleh "gagal paham" dan melakukan branding yang asal tiru terlebih lagi mengurangi esensi keindahan dan keaslian dari objek wisata tersebut. Komunikasi lintas sektoral

Geliat pariwisata NTB sebagai yang baru saja menerima honor sebagai best halal tourism destinationdan best honeymoon destination harus tetap dipertahankan. Lombok Utara (KLU) sebagai tuan rumah kontribusi terbesar wisata pulau tropis, alam dan geopark harus selalu berhati-hati dalam mengambil tiap tindakan, mengkaji tiap upaya branding agar tidak menjadi boomerang di kemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun