Mohon tunggu...
Edi Ramawijaya Putra
Edi Ramawijaya Putra Mohon Tunggu... Guru - Dosen

Pendidik, Penulis, Trainer dan Pembicara Dengan Latar Belakang Linguistik Terapan Bahasa Inggris (TESOL) Bidang Kajian Sosiolinguistics dan Language Pedagogy. Instagram: @edi_ramawijayaputra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendamaikan Orangtua vs Guru

7 Juli 2016   09:43 Diperbarui: 7 Juli 2016   10:25 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak ada jaminan kasus yang sama akan terjadi lagi. Selama masih ada hukum formal kita baik KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak peluang untuk saling tuntut di meja peradilan sangat mungkin terjadi. Meski sudah mulai ada langkah-langkah preventif dari pihak sekolah dengan cara membuat surat perjanjian dengan orang tua perihal tidak akan melakukan tuntukan hukum. Namun, upaya ini masih lemah karena masih bersifat lokal-institusional belum menjadi produk hukum dan kebijakan nasional dan mengikat. 

Dalam telaah komunikasi pendidikan, sangat memungkinkan untuk melakukan advokasi terstruktur atau informal ketika terjadi miskomunikasi atau persoalan yang menyangkut komponen sekolah termasuk orang tua siswa dan guru. Terbukti di setiap instansi sekolah baik negeri maupun swatsa terdapat organ-organ normatif yang seharusnya berfungsi sebagai wadah musyawarah, melokalisasi masalah dan mediasi solutif lainnya. Sayangnya, sejauh ini organ-organ ini masih bersifat formalitas hanya diperlukan saat penandatanganan dokumen-dokumen resmi, rapat-rapat insidental dan mungkin sebagian besar vakum. Lembaga-lembaga seperti Komite Sekolah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 seharusnya berfungsi sebagai wadah legislatif untuk menjembatani orang tua wali siswa dan satuan pendidikan (sekolah). 

Fungsi komite sekolah sebagai lembaga otonom dan profesional menjadi sangat vital untuk menjaga keharmonisan hubungan horizontal antara guru dan orang tua termasuk dalam hal penyelesaian masalah dan sengketa. Oleh karena itu, organ-organ komunikasi representatif yang mewadahi bertemunya pihak sekolah dan orang tua perlu direvitasilasi untuk melakukan mediasi-mediasi agar kasus-kasus seperti ini tidak sampai ke ranah meja hijau.

*Penulis Adalah Praktisi Pendidikan, Dosen tetap pada perguruan tinggi negeri keagamaan di Tangerang, pernah menjadi dosen paru waktu di Universitas Budhi Dharma, Akademi Kebidanan Jakarta, STKIP Surya saat ini adalah Kandidiat Doktor Linguistik Terapan Unika Atma Jaya Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun