oleh A.P. Edi Atmaja
Saya mengenal Kompasiana lewat majalah Intisari. Itu pun Intisariyang benar-benar “baheula”: terbitan tahun 1981 (dan koleksi bapak saya). Cuma, yang saya tahu, Kompas itu ‘adik’ Intisari. Jadi sangat lumrah bila si adik terkadang ‘minta gendong’ sang kakak, melalui Kompasiana.
Kompasiana biasa nongol di akhir artikel. Berbentuk kalimat, sebaris sampai dengan sepuluh baris. Saya tidak tahu bentuk baku Kompasiana—mungkin kalau sekarang bisa diserupakan dengan Kata Mutiara (tapi bukan). Namun yang jelas, isinya senantiasa menginspirasi. Seperti Kompasiana tertanggal 2 Januari 1970, padaIntisari terbitan September 1981, berikut: “Le Journal c’est un monsieur, kata orang Prancis. Koran mencerminkan watak manusia yang mengasuhnya”. Atau, pada Kompasiana tertanggal 4 November 1966 pada Intisari terbitan yang sama: “Prosedur berdasarkan peraturan berlaku sama terhadap semua warga negara tanpa kecuali.Kalau Anda orang kecil, hak Anda sama besarnya dengan orang yang kebetulan berpangkat dan kaya raya”.
Terus terang, jarang sekali saya meramban Kompas Online (Kompas.com). Lebih parah lagi, saya baru tahu ada juga menu Kompasiana di dalamnya.
Yang saya amati—lewat pengamatan prematur, tentu—, Kompasiana (online) telah bermetamorfosis sangat pesat bila dibandingkan dengan Kompasiana (baheula) yang dulu saya baca. Mungkin pembaca sekalian nyeletuk, “Ya iyalah. Sekarang kan era cyber, Bung!”
Jadi, maafkanlah saya jika saya kurang banyak mengomentari ke-cyber-an Kompasiana sekarang—lantaran keprematuran saya tadi. Yah, saya hanya bisa menilai dari tampilan luarnya: tentu “okzz banggettz..” Dan, semoga saja ‘nilai’ dari Kompasiana dahulu yang baheula dan lusuh itu tetap menjiwai Kompasiana yang berujud digital sekarang.
Apalagi, menurut ‘gosip’ yang saya baca, ke-cyber-an Kompasiana bakal di-upgrade lagi dengan penambahan Kotak Surat yang bakal menautkan masing-masing anggotanya. Semoga ‘gosip’ ini bisa segera terejawantahkan, sembari mengusung ‘nilai baheula’ tadi, tentu. [201009]