DZIKIR TENGAH MALAM
Walau hujan
menggelinjangi malam
Tetap saja sepi termangu
Sedingin beku tanpa berdenyut
Serupa mati didalam jasad
   Maka menggeliatlah
   segala pendar
   Dalam dzikir
   tengah malam
   Agar cahaya
   menabur kehidupan
   Dalam hati
   penuhi gemintang
DEJAVU
Selamat malam bintang-bintang
Tak kau rasa hening ini
Menelisik kenangan lama
Tergambar layar yang di lalu
Ada tangis, ada kegembiraan
Bersama orang yang mengiring
Para kekasih yang merangkul
Dimana kita merasa ada
Hidup ini hanyalah buih-buih
Dari ada kembali ke tiada
Hingga saat, rebahlah kehidupan Â
Dimana umur,
kemana bunda ayah
Mana kekasih, Â
dimana karib sahabat
Yang pasti akan beranjak
Dari hidup yang melingkar
Menuju keabadian
Melepas jubah dimensi
PANTUN PARADOKS
Paradoks momok menyodok sodok
Kelompok rampok berkedok orok
Borok teronggok dibalik tembok
Batok sendok menyogok sogok
Pantun santun mengayun ampun
Sampun thaun di dusun-dusun
Menyusun katun tersusun limun
Imun pantun susun menyantun
AMBIGU YANG BENING
Lama juga
kegamangan itu memudar
Selama itu pula
Ia membuatku mati
Dalam denyut nyawa
yang tetap bernafas
Hingga saat ini
keikhlasan menuliskan ayatnya
Pada awan-awan
tepat di depan mata
Ku kunyah lalu ia
Sambil merasakan getir
kemudian memanis
pada indera kecapan
Agar larut di dalam hati
Dan mewarnainya
dengan beningnya
PENJELASAN ABSURDITAS
Serupa khalimah mutasyabihat
Berbondong-bondong
mencari takwilnya
Apa gerangan kehendaknya
Ada yang tergelincir
dalam kebingungan
Tak sedikit pula yang terjatuh
dalam jurang ketidakjelasan
yang lebih dalam
Bahkan sedalam palung
kenanaran yang tiada bertepi
Lalu dia berkata
"Segalanya bermula pada Ahad"
Lalu apa pula itu Ahad ?Alangkah sumirnya
Alangkah sumirnya,
Tapi mengapa kesannya
begitu panjang serta tinggi
Menjelajahi gunung, belantara rimba hingga ke dalam laut
dan ke puncak langit
Memuat segalanya
lalu memadatkannya
dalam frasa yang ghaib namun sumir
Yang melewati kitab-kitab
Dan menuliskan
milyaran buku-buku
SEBUAH SELOKA
Miris, lidah bianglala meniupkan ayat-ayat gamang ke batu karang
Andai, kemurnian kalam menggelinding dari percik ludah makrifat lalu pecah mengalir di hati para perias, hingga berpendar jejak yang kan tertuju
Tentang Penulis
Edho Surya Dinata, lahir di Palembang 6 Juli 1983. Mulai Menyenangi dan menulis puisi sejak SLTP. Beberapa tulisannya pernah dimuat di beberapa media. Kini Edho masih tetap menulis dan bermastautin di Desa Saranglang Pemulutan Ogan Ilir Sumatera Selatan, Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H