Mohon tunggu...
Edhi Setiawan
Edhi Setiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Tadinya hanya suka membaca, lama-lama jadi ingin menulis. Semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Borobudur: Keajaiban Dunia di Belakang Pasar

1 Januari 2014   10:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:17 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_312863" align="aligncenter" width="300" caption="candi Borobudur yang padat pengunjung di musim liburan"]koleksi pribadi [/caption] Liburan akhir tahun 2013 lalu, kami sekeluarga sedang dalam perjalanan dari Magelang ke arah Jogjakarta, tentu kurang afdol kalau tidak menyempatkan diri singgah ke Candi Borobudur, yang terletak di Kabupaten Magelang ini. Apalagi cuaca tampak sangat cerah, matahari bersinar terik. Candi Borobudur sangat kita banggakan karena masuk dalam salah satu dari 7 keajaiban dunia. Sekedar mengingat sejarah, Candi Borobudur diperkirakan dibangun pada tahun 800-an Masehi pada masa kejayaan Dinasti Syailendra di Jawa Tengah. Candi Borobudur merupakan monumen, tempat yang suci bagi pemeluk agama Budha yang memiliki makna spiritual yang sangat tinggi. Siang itu tanggal 26 Desember 2013 kira-kira pukul 12.30 kami sudah masuk wilayah Mungkid dekat Magelang meluncur ke arah Borobudur. Jalan beraspal halus dan lebar, tampak terawat. Namun mendekati wilayah Borobudur jalan menyempit. dan kami sempat mencari-cari arah karena tidak melihat (mungkin juga terlewat) petunjuk arah ke sana. Pada akhirnya setelah bertanya kiri-kanan, kami memperoleh petunjuk arah ke Borobudur. Di tengah perjalanan, tiba-tiba saya melihat papan kecil berwarna biru dengan petunjuk ke arah Candi Borobudur. Spontan saya membelokkan stir ke kanan namun kemudian terheran ... kenapa ke candi Borobudur masuk ke kampung begini? Ternyata, kami masuk ke suatu kampung yang di rumah-rumah penduduk yang berhalaman cukup luas diobyekkan menjadi lahan pakrir, dan tampaknya dikelola bersama. Terbukti adanya karcis masuk sebesar Rp10.000,- per mobil, yang kemudian dicarikan parkir di halaman rumah yang kosong. Dari situ kami disarankan berjalan kaki ke Candi Borobudur, karena konon di lokasi sangat macet dan padat. Inilah kesan pertama yang sangat "menggoda". Karena malas berjalan, dan merasa kurang nyaman parkir berdesakan di gang-gang sempit, kami memutuskan keluar dan mencari lokasi parkir yang benar. Ternyata memang tak jauh dari lokasi tersebut kami temukan jalan masuk ke Candi Borobudur yang benar. Sesampai di lokasi, benar saja tampak lahan parkir yang penuh karena memang musim liburan. Cukup membayar Rp5.000 kami masuk lokasi, dan setelah berjuang dalam kesabaran, toh dapat parkir juga. Kesan kedua, adalah cukup bingung juga mencari di mana ini candinya? Yang tampak di depan mata adalah deretan mobil parkir. Setelah lihat sana-sini, ketemulah satu papan petunjuk "entrace/pintu masuk" yang tertutup deretan warung makan dan kios-kios. Rasanya aneh juga memasuki salah satu keajaiban dunia melawati "pasar" begini. Rupanya setelah lapangan parkir masuk melewati deretan kios-kios berdinding papan, barulah kami masuk ke area yang lebih "tertata", yaitu deretan kios-kios souvenir yang lebih bagus, dan tampak antrian orang di pintu masuk. Setelah membeli tiket dan masuk ke dalam, barulah kami melihat kawasan Candi Borobudur yang memang lebih asri, tertata dengan baik. Taman yang hijau yang terawat, jalan setapak yang nyaman dan masuklah kami ke kawasan Candi. Di dalam selain mengunjungi Candi Borobudur, terdapat juga arena mengendarai gajah untuk anak, naik kereta semacam "sepur kelinci" yang dapat membawa kita berkeliling kompleks candi, serta tempat untuk nonton audio visual sejarah Candi Borobudur. Dari jalan setapak mulai tampak di kejauhan keagungan Candi Borobudur. Namun untuk mendapatkan view yang lebih luas, disarankan Anda berfoto di lokasi lapangan berumput di area sebelah kiri jalan setapak, untuk dapat view ini: [caption id="attachment_312870" align="aligncenter" width="300" caption="View Candi Borobudur"]koleksi pribadi

13885444741967118111
13885444741967118111
[/caption] Anda dapat juga naik ke candi Borobudur, dengan terlebih dulu melewati pos, di mana dapat menggunakan sarung batik, sebagai bentuk penghormatan kita pada peninggalan bersejarah dan berbudaya tinggi ini. Dengan mengantri satu demi satu, kita dapat menyaksikan dari dekat relief candi, dengan memutar hingga sampai ke puncak. Dari relief itu, kita seolah memasuki perjalanan ziarah kehidupan, dalam perspektif agama Budha. Dalam cuaca yang terik di siang hari, rasanya akan sangat panas di kepala. Karena itu, sebaiknya Anda siap membawa payung untuk dapat ke atas, atau kalau mau berbelanja topi yang banyak dijajakan oleh pengasong topi maupun di toko-toko souvenir dengan harga Rp20 - 40 ribu (nego) tergantung modelnya. Setelah selesai, kita keluar dari kompleks Candi dan di pintu keluar kita mendapati kios-kios souvenir yang cukup banyak. Di situ kita dapat membeli oleh-oleh untuk keluarga dan kerabat di rumah yang bertemakan candi Borobudur. Mencapai lapangan parkir, cukup banyak orang yang mengatur lalu lintas parkir, yang cukup membantu kami untuk mencari jalan keluar dari lapangan parkir, dengan imbalan "seiklhasnya". Mencermati pengalaman perjalanan ini, sungguh sayang tidak optimalnya pengelolaan membuat keagungan Candi Borobudur jadi terganggu dengan munculnya beberapa "moment of truth" yang kurang pas di hati. Alangkah baiknya, kawasan ini lebih tertata dan terkelola secara lebih terkoordinasi dengan pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat sekitar yang menggantungkan rezeki dari wisatawan. Dibutuhkan manajemen yang lebih baik agar semua kepentingan terakomodasi tanpa mengurangi kenyamanan wisatawan. Jangan sampai pengunjung merasa tidak nyaman dan kemudian menjadi sulit merekomendasikan untuk berkunjung ke Borobudur kepada teman-teman yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun