Mohon tunggu...
Edhi Setiawan
Edhi Setiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Tadinya hanya suka membaca, lama-lama jadi ingin menulis. Semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tirakatan HUT Kemerdekaan RI

15 Agustus 2012   12:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:43 2247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Maka dari pada itu, jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila yang saya usulkan itu menjadi satu realita, yakni jikalau kita ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nasionalitas yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan,  ingin hidup di atas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan Ketuhanan yang luas dan sempurna, - janganlah lupa akan syarat untuk menyelenggarakannya, ialah perjuangan, perjuangan dan sekali lagi perjuangan (Ir. Soekarno – Pidato Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945)

-----------

Salah satu tradisi seputar peringatan hari kemerdekaan RI, adalah diselenggarakannya “Malam Tirakatan”. Setidaknya kita dapat menjumpainya di beberapa area seputar Jateng – DIY. Sesuai dengan namanya, “tirakat” akan berlangsung dengan khidmat, disertai doa dan perenungan arti dari pengorbanan para pahlawan dan makna dari kemerdekaan Indonesia. Acara tirakatan pada umumnya diselenggarakan tidak hanya dalam lingkup kantor birokrasi saja, namun juga di kampung-kampung, hingga di level RT/RW. Di sinilah kita dapat melihat realitas masyarakat, sejauh mana arti dan semangat kemerdekaan itu di hati rakyat.

Menyambut ulang tahun kemerdekaan RI --walaupun dengan label tirakat--, kita melihat suasana yang tidak melulu soal merenung, namun juga semarak. Ada 2 sisi bagai sekeping mata uang dari seremoni memaknai ulang tahun kemerdekaan, yaitu doa dan perenungan di satu sisi, dan semarak pesta sebagai ucapan syukur di sisi yang lain. Semuanya itu terselenggara secara otomatis, tanpa tanpa harus dihimbau dan dikoordinasi oleh Pemerintah. Semuanya berjalan dengan sendirinya, dengan biaya dan tenaga sendiri tanpa pakasaan. Bukankah ini dapat menjadi sisi positif kita sebagai bangsa, yang masih dapat merefleksikan arti nasionalisme dan kebanggaan sebagai bangsa merdeka ?

Suasana malam tirakatan biasanya tidak berhenti pada hari itu, namun sudah dipersiapkan jauh hari. Menyambut kemerdekaan, identik dengan kerja bakti membersihkan lingkungan, mengecat ulang gapura, dan pagar, serta memasang bendera. Suasana lain diseputar peringatan hari kemerdekaan  adalah hadirnya acara bazaar  17-an, yang paling afdol ditutup pada tanggal 16 Agustus malam, yang bersamaan dengan malam tirakatan. Ada sebuah panggung di tengah acara bazaar, yang menjadi pusat acara. Di situ akan dilantunkan lagu Indonesia Raya dengan khidmat, panjatan doa syukur sebagai bangsa merdeka, perenungan terhadap jasa para pahlawan bangsa dan semangat lagu-lagu perjuangan, barangkali itulah menu utamanya. Namun, kita dapat juga menyaksikan acara lainnya, seperti penampilan tari-tarian, puisi perjuangan, festival band atau barangkali drama perjuangan, dan pengumuman serta penyerahan hadiah lomba-lomba yang sudah diselenggarakan sebelumnya. Itulah ketulusan pemaknaan dari kemerdekaan ala masyarakat, yang menyisakan kebanggan kita sebagai bangsa di tengah berita-berita miris di sekitar kita, seperti korupsi dan suap menyuap, kekerasan, ketahanan pangan yang rapuh, kemiskinan dan lain sebagainya.

Walaupun terkesan sekedar seremoni, namun semarak dan khidmatnya peringatan hari kemerdekaan di kampung-kampung ini membuat saya dapat belajar beberapa hal :

Pertama, Nasionalisme kita belum mati. Kita masih punya kebanggaan sebagai bangsa, masih memiliki penghargaan terhadap para pahlawan bangsa, walaupun itu di tengah situasi berbangsa yang penuh keprihatinan, dengan semakin langkanya sosok pahlawan yang tulus dan pengorbanan tanpa pamrih di negeri ini. Bukankah yang rela berkorban itu justru rakyat, yang bersedia  menyumbangkan tenaga dan dana untuk sebuah pemaknaan kemerdekaan ?

Kedua, kita patut bersyukur dalam situasi apapun masyarakat kita masih memiliki kesadaran untuk berbangga sebagai bangsa yang merdeka, yaitu bangsa yang memiliki harga diri yang setara dengan berbagai bangsa di dunia. Makna besar inilah yang membuat hari kemerdekaan senantiasa dengan rela diperingati, disyukuri dan doakan. Bukankah sudah banyak dari kita yang lupa untuk mensyukuri kemerdekaan dengan tidak dapat menjaga martabat bangsa di mata dunia ? Kita patut bersedih dengan label negara korup, negara gagal dan label negatif lainnya.

Ketiga, malam tirakatan setidaknya membuat kita berhenti sejenak untuk mengingat para pendiri bangsa ini, bahkan lebih jauh lagi para pahlawan yang berjuang dari abad ke abad. Mereka itu adalah sosok-sosok yang berkorban jiwa dan raga, sosok yang berjasa tanpa pamrih dan benar-benar memikirkan Indonesia merdeka demi berdirinya negara Indonesia. Sungguh patut kita renungkan nilai hidup yang demikian di tengah semakin banyaknya orang yang berjuang demi kekuasaan dan kepentingan kelompoknya sendiri.

Keempat, sekalipun sederhana, setiap kemeriahan bazaar, persiapan panggung gembira, lomba-lomba yang penuh canda tawa, mengingatkan kita akan nilai kegotongroyongan, yang disebut-sebut sebagai nilai luhur bangsa yang sudah menjadi budaya nenek moyang kita.  Semoga semangat gotong royong ini masih ada.

Menjelang peringatan ke-67 hari Kemerdekaan Indonesia ini, kita tidak sekedar berpesta, bersyukur kepada Tuhan untuk kemerdekaan Indonesia. Kita juga perlu bertirakat dengan merenungkan kembali betapa susah payahnya negara ini berdiri, betapa banyaknya pengorbanan yang telah direlakan demi kemerdekaan. Patut pula kita berdoa memohon kepada Tuhan, supaya Indonesia dapat menatap masa depan yan g lebih baik, kembali pada cita-cita membangun jembatan emas menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Satu kata untuk mencapainya : perjuangan, perjuangan dan sekali lagi perjuangan !

Selamat ulang tahun Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun