Apa yang terlihat sekilas dari seseorang sama sekali tidak bisa menyimpulkan apapun tentang orang tersebut. Seringkali, tindakan-tindakan yang kita lakukan pun tidak langsung berkorelasi dengan apa yang sebenarnya kita rasakan.
Psikologi manusia adalah hal yang sangat rumit. Teori-teori yang dikemukakan hampir seabad yang lalu pun tetap digunakan sebagai dasar penelitian di era modern ini. Berbagai aspek keilmuan digunakan untuk mendalami apa yang tersirat dalam berbagai perilaku yang dilakukan manusia, mencoba menjelaskan dasar dari itu semua.
Dalam kehidupan, manusia mengalami banyak sekali gejolak perasaan, baik yang menyenangkan atau tidak mengenakkan. Kegelisahan adalah salah satunya. Pada dasarnya, kegelisahan ini adalah hal yang normal, bahkan sangat berguna. Kegelisahan adalah perwujudan dari dorongan manusia untuk bertahan hidup. Kegelisahan membuat kita siap dengan ancaman, meningkatkan sensitifitas kita terhadap sekeliling. Di masa awal kemanusiaan, saat manusia masih hidup di tengah alam liar, kegelisahan adalah alarm untuk predator yang mungkin datang. Tanda alarm ini berupa peningkatan detak jantung, berkeringat, dan beberapa tanda fisik lainnya. Alarm ini berguna untuk menyiapkan diri kita untuk siap melawan ancaman, atau melarikan diri ke tempat yang lebih aman.
Di era modern sekarang, alarm kegelisahan tersebut sudah tidak lagi berhubungan dengan ancaman predator atau ancaman fisik lainnya. Kegelisahan dipicu peristiwa-peristiwa yang kita alami dalam hidup yang kita anggap tidak menyenangkan yang berhubungan dengan pekerjaan, keluarga, hubungan, kesehatan, atau isu-isu krusial lain. Sekali lagi, kegelisahan adalah perasaan yang normal. Yang berbahaya jika proporsi kegelisahan tersebut melebihi batas wajar. Waktu gelisah yang lama atau perasaan yang terlalu berlebihan bisa menjadi tanda gangguan kegelisahan (Anxiety Disorder).
Banyak cara untuk mengurangi kegelisahan ini, bisa dengan pengobatan, konsultasi pada profesional, relaksasi seperti meditasi, dll. Terlepas dari cara-cara itu, manusia normal akan mengalami satu atau lebih perilaku yang secara natural dan tanpa sadar dia lakukan guna mengatasi kegelisahan ini. Perilaku-perilaku inilah yang disebut sebagai mekanisme pertahanan ego.
Datang dari Sigmund Freud, seorang neurolog dan pencetus psikoanalisis kebangsaan Austria dalam teorinya tentang model struktur mental manusia, istilah id, ego dan superego muncul. Freud mendalilkan bahwa dalam mental manusia, ada 3 komponen yang memiliki tugas sendiri-sendiri.
Id, yaitu struktur yang berisi dorongan insting dasar manusia yang selalu ingin dipuaskan sesegera mungkin, dorongan yang bersumber dari kebutuhan jasmani dan pertahanan hidup manusia seperti makan, dorongan seksual, dll. Id sudah ada sejak manusia dilahirkan. Makanya contoh yang bisa kita lihat dengan jelas adalah pada bayi. Bayi dikendalikan sepenuhnya oleh id-nya, tidak peduli waktu dan kondisi, keinginan bayi harus segera dipenuhi.
Struktur kedua yaitu super-ego, yaitu struktur yang berisi kesadaran nurani, moral dan aspek yang baik dalam kehidupan. Budaya, itikad, norma adalah pemeran utamanya. Super-ego terbentuk lewat pembelajaran orang tua, masyarakat atau pihak lain yang memberi input kepada kita. Super-ego bertindak berlawanan dengan id, super-ego berusaha melakukan tindakan-tindakan baik yang bisa diterima secara sosial, sedangkan id hanya ingin memuaskan keinginan diri secara instan. Super-ego jugalah yang menimbulkan perasaan bersalah ketika manusia berbuat sesuatu yang berlawanan dengan nuraninya. Dengan kata lain, super-ego menghukum kita yang terlalu mengandalkan id dalam tindakan kita.
Terakhir ada ego. Ego adalah struktur pikiran yang sadar dengan realita dan lingkungan eksternal. Ego bertindak untuk memenuhi keinginan id dengan cara yang realistis, melihat situasi dan waktu, yang bisa menguntungkan manusia dalam jangka waktu yang lama dan bukan hanya pemuasan sesaat. Ego melihat banyak faktor untuk bisa memutuskan suatu tindakan, makanya seringkali, ego menjadi penengah antara keinginan id dan standar super-ego.
Contoh dalam kehidupan nyata yang bisa kita lihat yang menjadi tanda interaksi ketiga pihak ini misalnya ketika seseorang sedang lapar (dorongan id) melihat orang lain makan, tidak langsung berusaha merebut makanannya (super-ego memperingati karena tidak sesuai norma), tetapi segera membeli makanan di toko makanan untuk memuaskan rasa lapar tersebut (metode realistis yang ditawarkan ego dengan mempertimbangkan peringatan super-ego tadi).
Peran Ego Menangani Kegelisahan
Berawal dari sesuatu yang kita lakukan yang kita pikir tidak seharusnya kita lakukan, muncul perasaan bersalah, jengah atau malu. Kegelisahan muncul bersamaan dengan itu. Semua karena tuntutan dari id atau super-ego yang terlalu berlebihan sehingga seakan menghukum kita atas tindakan yang kita lakukan. Misalnya, ketika kita berkata kasar ke orang lain karena terbawa emosi, dan kemudian sadar bahwa itu tidak seharusnya kita lakukan dan merasa bersalah. Kegelisahan juga tidak hanya muncul sebagai konsekuensi perilaku kita. Trauma, pengalaman buruk, atau sesuatu yang terjadi di luar kendali kita pun bisa ikut menyumbang perasaan tidak enak ini.
Disinilah peran unik ego akan terlihat. Ego akan melakukan mekanisme pertahanan untuk mengurangi perasaan gelisah ini. Mekanisme ini adalah perilaku-perilaku yang tanpa sadar kita lakukan saat dalam kondisi tertekan dengan perasaan gelisah. Manusia yang normal akan menggunakan mekanisme ini secara tidak sadar selama hidup.
Kategori Mekanisme Pertahanan Ego
Menurut psikiater Amerika, Prof. George Eman Vaillant, mekanisme pertahanan ini dibagi menjadi 4 kategori berdasarkan kondisi mental manusia :
- Level 1Â : Tidak Wajar
- Level 2Â : Tidak Dewasa
- Level 3Â : Neurotik
- Level 4Â : Dewasa
Tiap level memiliki beberapa perilaku-perilaku pertahanan. 2 diantaranya akan diurai disini untuk masing-masing level untuk memberi gambaran.
Level 1 : Tidak Wajar
Perilaku pertahanan yang dilakukan secara tidak rasional dan cenderung menghindari realita. Cenderung ditemukan pada masa kanak-kanak. Pada level ini, perilaku yang dilakukan akan berdampak buruk karena menjauhkan seseorang dari kepekaan dia terhadap pengaruh dunia luar terhadap diri. Beberapa perilaku diantaranya :
- Penyangkalan (denial)Â : menolak menerima kenyataan yang terjadi, karena kenyataan tersebut terlalu sulit dan tidak nyaman untuk diterima. Misalnya seseorang yang tidak percaya bahwa pasangannya telah selingkuh, tak peduli seberapa banyaknya tanda-tanda yang dia lihat.
- Distorsi Kognitif (cognitive distortion) : membelokkan kenyataan dengan cerita baru yang lebih cocok dengan keinginan pribadi. Misalnya seseorang yang langsung menyimpulkan bahwa seseorang berbuat kesalahan padanya dan mengabaikan banyak elemen dalam peristiwa itu, untuk menghindari hubungan dengan orang tersebut.
Level 2 : Tidak Dewasa
Perilaku ini dilakukan dengan mengurangi rasa depresi dan gelisah dengan cara-cara yang tidak bisa diterima oleh lingkungan sosial dan sering dianggap tidak dewasa dan sulit diatur. Perilaku ini dapat menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan menangani masalah. Beberapa diantaranya :
- Pasif-Agresif (passive-aggresive)Â : mengekspresikan perasaan kecewa, marah dan perasaan negatif lainnya kepada orang lain secara tidak langsung. Misalnya seseorang yang pura-pura tidak mendengar kata-kata orang lain, menghindari kontak dengan orang tersebut, bahkan sama sekali tidak menganggap keberadaannya, karena ada masalah yang terkait dengannya yang belum mampu diatasi secara langsung.
- Proyeksi (projection): menyangkal hasrat tak sadar dalam diri (positif atau negatif) dan menyematkan hasrat tersebut ke orang lain. Misalnya seseorang yang kasar akan mengatakan bahwa dia tidak kasar dan malah menyebut orang lain yang kasar.
Level 3 : Neurotik
Perilaku yang bersumber dari tekanan kronis dan bukan karena delusi/halusinasi. Perilaku ini menguntungkan dalam waktu yang singkat tapi akan menjadi masalah jangka panjang, terlebih pada hubungan, pekerjaan dan cara orang menikmati hidup secara umum.
- Intelektualisasi (intellectualization)Â : berfokus pada sisi rasional dari suatu peristiwa yang menimbulkan perasaan tidak nyaman, dan menghindari sisi emosional dari peristiwa tersebut. Misalnya seorang wanita korban pemerkosaan mencari informasi soal kasus-kasus pemerkosaan lain dan psikologi dari si pemerkosa dan korban, atau belajar pertahanan diri untuk menimbulkan perasaan yang lebih baik (ketimbang berfokus pada isu psikologis dan emosional yang dialaminya pada kejadian yang tersebut).
- Pembentukan Reaksi (reaction formation) : tidak melakukan sesuatu yang sesuai dengan perasaannya dan apa yang dia benar-benar inginkan dan malah melakukan hal sebaliknya. Biasanya dilakukan sebagai pertahanan terhadap hukuman sosial yang ditakuti. Dasar pemikirannya adalah : "jika saya takut dikritisi tentang suatu hal yang saya lakukan, maka saya akan melakukan hal yang sangat berlawanan dengan posisi yang berpotensi dikritisi itu". Misalnya seseorang yang berada dalam suatu hubungan tetapi merasakan ketertarikan pada orang lain, akan bertindak berlebihan menunjukan rasa sayang dan perhatian kepada pasangannya.
Level 4 : Dewasa
Perilaku pertahanan yang sering ditemukan pada orang dewasa yang sehat. Perilaku-perilaku ini dianggap dewasa karena merupakan hasil adaptasi perilaku-perilaku yang tidak dewasa selama bertahun-tahun dan lewat pengalaman sosial dan hubungan yang banyak. Penggunaan perilaku-perilaku ini membantu mengatur pikiran dan perasaan yang saling konflik dan tetap efektif menghadapi persoalan.
- Altruisme (altruism)Â : menghindari perasaan tidak nyaman yang muncul dari permasalahan dalam diri dengan berfokus terhadap masalah orang lain dan membantunya menghadapi itu, berpikir bahwa membantunya bisa membantu diri sendiri juga. Misalnya membantu teman yang sedang bermasalah dengan mendengar ceritanya, memberi saran dan menunjukan perhatian sementara juga sedang berjuang dengan masalahnya sendiri.
- Sublimasi (sublimation) : mengalirkan perasaan tidak nyaman dan emosi-emosi negatif dalam diri menjadi tindakan yang lebih positif. Mendekorasi kamar, menulis atau mengerjakan pekerjaan rumah saat sedang merasa tertekan dengan hubungan, finansial atau pekerjaan adalah salah satu contoh perilaku sublimasi.
Positif atau negatif?
Beberapa perilaku, seperti intelektualisasi, mungkin terdengar baik karena kita menjadi makin logis melihat suatu permasalahan. Tapi, intelektualisasi yang berlebihan dapat membuat kita tidak tepat mengambil solusi permasalahan. Melihat fakta dan memperhatikan logika sambil tetap berfokus pada sisi emosional dari suatu peristiwa itu penting bagi kesehatan mental kita juga.
Perilaku yang dilakukan juga sangat tergantung dengan lingkungan seseorang dibesarkan, budaya, agama, orang tua dll. Misalnya perilaku pembentukan reaksi. Faktor-faktor itu sangat penting menentukan seperti apa tindakan yang "dianggap baik" dan tindakan yang "dianggap buruk". Keputusan yang diambil juga akan berbeda untuk tiap orang. Pemikiran terpolarisasi tentang yang "hitam" dan "putih" akan menyebabkan orang sulit mengamati masalah secara komprehensif.
Mekanisme pertahanan ego adalah hal yang normal dan merupakan cara mental kita untuk mengatasi permasalahan. Akan negatif jika perilaku yang dilakukan akan menjauhkan kita dari realita yang ada. Pemakaian perilaku-perilaku yang mengabaikan realita ini akan menyebabkan kemampuan kita untuk menganalisis masalah menjadi makin tumpul.
Sekali lagi, mekanisme pertahanan ego adalah hal yang normal dan kadang tidak terkendali. Cobalah mengidentifikasi kita sedang memakai perilaku yang mana. Menyadari perilaku itu bisa membuat kita melihat diri kita dari sisi yang berbeda dan lebih jernih melihat persoalan.
Knowing your own darkness is the best method for dealing with the darkness of other people---Carl Jung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H