Mohon tunggu...
Muhamad Imam Ngasim
Muhamad Imam Ngasim Mohon Tunggu... Freelancer - Griya Edelweiss - Owner Rumah Tani

Penulis Jalanan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

El-Nino Penyebab Luas Panen Padi dan Produksi Beras Menurun

3 September 2023   18:51 Diperbarui: 4 September 2023   05:07 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

El-Nino Menyebabkan Luas Panen Padi & Produksi Beras Menurun

Musim panas Agustus 2023 telah menyisakan kenangan yang kelam bagi para petani di dalam negeri. Fenomena El Nino, yang seringkali dikenal sebagai "neraka" cuaca, telah memberikan dampak serius pada sektor pertanian, khususnya pada luas panen padi dan produksi beras. Data dari Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Pudji Ismartini, menunjukkan bahwa kita harus siap menghadapi penurunan yang signifikan dalam produksi beras tahun ini. Berdasarkan metode Kerangka Sampel Area (KSA), luas panen padi berpotensi turun sekitar 1,55%, sementara produksi beras diperkirakan akan mengalami penurunan hingga 4,01% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Ini adalah kabar buruk bagi perekonomian dan kesejahteraan petani di seluruh negeri.

Menurut Pudji Ismartini, dalam hasil Survei KSA, pada tahun 2022, luas panen padi mencapai sekitar 10,45 juta hektar. Meskipun angka ini menunjukkan peningkatan sebanyak 40,87 ribu hektar atau 0,39% dibandingkan dengan tahun 2021, kita harus tetap berhati-hati. Produksi padi pada tahun 2022 mencapai 54,75 juta ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversikan menjadi beras, produksi beras tahun 2022 mencapai sekitar 31,54 juta ton, naik sebesar 184,50 ribu ton atau 0,59% dibandingkan dengan produksi beras tahun 2021. Namun, ini hanyalah data historis, dan situasinya saat ini sangat berbeda.

"Jadi khusus untuk tahun ini, tahun 2023, kita belum merilis angka produksi pastinya," kata Pudji. Namun, dengan penurunan signifikan dalam luas panen padi dan produksi beras yang telah diantisipasi, para petani harus bersiap menghadapi waktu sulit dalam beberapa bulan ke depan.

Baca Juga  : Krisis Pangan di Tengah Perubahan Iklim, Efek 'Neraka' El-Nino

Salah satu efek langsung dari penurunan produksi beras adalah inflasi harga beras yang sangat tinggi pada Agustus 2023. Bahkan, tingkat inflasi ini melampaui level inflasi tertinggi yang tercatat pada periode Oktober 2015. Pada Agustus 2023, inflasi atau kenaikan indeks untuk harga beras telah mencapai 13,76%, sedangkan data inflasi untuk beras pada Oktober 2015 hanya sebesar 13,44%. Ini adalah tanda yang mengkhawatirkan bagi para konsumen, terutama mereka yang bergantung pada beras sebagai makanan pokok.

BPS juga mencatat bahwa harga beras telah naik di semua tingkat, termasuk di tingkat penggilingan, grosir, dan eceran. Di tingkat penggilingan, harga beras telah mencapai Rp 11.519 per kilogram, naik 2,56% dari bulan Juli 2023 yang sebesar Rp 11.228, dan bahkan naik 20,27% dibandingkan dengan Agustus 2022 yang seharga Rp 9.577. Ini berarti bahwa petani dan penggiling beras dapat mengambil keuntungan dari kenaikan harga, tetapi konsumen akan merasakan dampaknya dengan biaya hidup yang semakin meningkat.

Di tingkat grosir, situasinya juga tidak lebih baik. Pada Agustus 2023, harga beras telah mencapai Rp 12.266 per kilogram, naik 1,02% dari bulan Juli 2023 yang seharga Rp 12.142, dan bahkan naik 16,24% dibandingkan dengan Agustus 2022 yang seharga Rp 10.551. Ini berarti bahwa bisnis-bisnis yang terlibat dalam distribusi beras juga menghadapi tekanan ekonomi yang tinggi.

Tingkat inflasi yang tinggi dan kenaikan harga beras yang signifikan juga dirasakan oleh konsumen akhir di tingkat eceran. Pada Agustus 2023, harga beras telah mencapai Rp 12.990 per kilogram, naik 1,45% dari bulan Juli 2023 yang seharga Rp 12.863, dan naik 13,78% dibandingkan dengan Agustus 2022 yang seharga Rp 11.555. Ini berarti bahwa masyarakat yang sudah berjuang untuk mengatasi kenaikan harga-harga lain juga harus menghadapi kenaikan harga beras yang cukup signifikan.

Namun, tidak hanya harga beras yang naik; harga gabah juga mengalami kenaikan yang signifikan. Untuk gabah kering panen, harganya mencapai Rp 5.833 per kilogram, naik 3,62% dibandingkan dengan Juli 2023, dan bahkan naik 19,89% dibandingkan dengan Agustus 2022. Sementara itu, untuk gabah kering giling, harganya mencapai Rp 6.760 per kilogram, naik 5,82% dibandingkan dengan Juli 2023, dan naik 23,03% dibandingkan dengan Agustus 2022. Ini adalah kabar buruk bagi para petani, karena mereka mungkin tergoda untuk menjual gabah mereka dengan harga tinggi, namun mereka juga harus membayar lebih mahal saat mereka membeli beras untuk konsumsi pribadi mereka.

Faktor utama di balik semua peningkatan harga ini adalah penurunan produksi beras yang dipicu oleh fenomena El Nino. El Nino adalah fenomena iklim yang terjadi ketika suhu permukaan laut di Samudera Pasifik Tengah dan Timur menjadi lebih hangat dari biasanya. Dampaknya meluas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, dan seringkali membawa kekeringan, cuaca panas yang ekstrem, dan perubahan pola hujan. Semua ini dapat merusak pertanian, khususnya pertanian padi yang sangat bergantung pada air dan cuaca yang stabil.

Baca Juga : Padi Varietas Inpari 30 Ciherang Sub 1, Solusi Lahan Tergenang Banjir

El Nino tahun ini diketahui telah memicu cuaca yang ekstrem di berbagai daerah Indonesia. Musim hujan yang seharusnya membantu pertumbuhan padi ternyata kurang intens, dan cuaca kering yang berkepanjangan telah menyebabkan tanaman padi mengalami kekeringan dan stres panas. Akibatnya, produktivitas padi menurun, dan petani mengalami kerugian yang cukup besar.

Selain itu, cuaca panas yang ekstrem juga memicu peningkatan suhu di berbagai wilayah, yang berdampak negatif pada pertumbuhan padi. Padi lebih suka tumbuh dalam suhu yang moderat, dan suhu yang terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhannya. Selain itu, cuaca panas yang berkepanjangan dapat menyebabkan padi mengalami stres panas, yang dapat merusak hasil panen.

Selain itu, El Nino juga dapat mempengaruhi pola hujan, yang merupakan faktor penting dalam pertumbuhan padi. Dalam beberapa kasus, El Nino dapat menyebabkan penurunan curah hujan atau perubahan pola hujan, yang dapat mengganggu musim tanam dan panen. Ini dapat mengakibatkan produksi padi yang lebih rendah dan ketidakpastian bagi petani.

Pada tingkat makro, penurunan produksi beras juga dapat berdampak negatif pada perekonomian nasional. Indonesia adalah salah satu produsen beras terbesar di dunia, dan beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk. Oleh karena itu, fluktuasi harga beras dapat mempengaruhi inflasi secara keseluruhan, dan penurunan produksi beras dapat menyebabkan kenaikan harga yang signifikan.

Selain itu, Indonesia juga mengekspor sejumlah besar beras ke negara-negara lain, dan penurunan produksi beras dapat berdampak negatif pada pendapatan ekspor. Ini dapat mengganggu neraca perdagangan negara dan berpotensi mengakibatkan penurunan pendapatan ekspor yang signifikan.

Tidak hanya itu, penurunan produksi beras juga dapat berdampak negatif pada ketersediaan beras untuk konsumsi dalam negeri. Jika produksi beras terus menurun, mungkin akan sulit untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok bagi penduduk Indonesia, yang dapat mengakibatkan kelangkaan beras dan kenaikan harga yang lebih lanjut.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang tepat. Salah satunya adalah dengan meningkatkan dukungan bagi petani, termasuk memberikan bantuan dalam hal irigasi dan teknologi pertanian yang lebih efisien. Selain itu, pemerintah juga dapat mempertimbangkan untuk mengimpor beras untuk mengatasi kekurangan pasokan dalam negeri.

Pemerintah juga harus berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dan organisasi internasional lainnya, untuk mengatasi dampak El Nino ini secara efektif. Kerja sama internasional dapat membantu dalam memitigasi dampak buruk El Nino dan mengurangi kerugian yang dialami oleh petani dan konsumen.

Selain itu, penting bagi masyarakat untuk melakukan langkah-langkah hemat beras dan mengurangi pemborosan. Mengurangi konsumsi beras yang berlebihan dan membuang-buang makanan adalah cara yang efektif untuk mengatasi kenaikan harga beras.

Dalam situasi yang sulit seperti ini, solidaritas dan kerjasama dari semua pihak akan sangat diperlukan. Masyarakat, pemerintah, dan sektor pertanian harus bekerja sama untuk mengatasi masalah ini dan memastikan ketersediaan beras yang cukup untuk semua orang.

Saat ini, Indonesia berada di bawah tekanan besar akibat dampak El Nino pada produksi beras dan kenaikan harga beras. Namun, dengan tindakan yang tepat dan kerjasama yang kuat, kita dapat mengatasi tantangan ini dan menjaga stabilitas pangan di dalam negeri. Semua pihak harus bersatu untuk menghadapi masa-masa sulit ini dan mencari solusi yang efektif untuk masalah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun