Mohon tunggu...
Edelin Fortuna
Edelin Fortuna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta

Saya adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi yang tertarik dengan tren tren gaya hidup terkini untuk diikuti pergerakan beritanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Intip Perjuangan Marshanda, Artis Pejuang Bipolar Sejak Dini yang Berhasil Survive

21 Oktober 2024   22:43 Diperbarui: 21 Oktober 2024   23:23 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup memang tidak selamanya indah. Untuk menjadi manusia yang sebenarnya, ada masanya kita akan mengalami fase kelam di mana diri kita sedang hancur hancurnya yang tentunya tidak bisa kita prediksi kapan terjadinya dan bagaimana prosesnya. Begitu juga dengan Marshanda, penyanyi sekaligus aktris sinetron Indonesia itu didiagnosis mengidap depresi mayor di umur yang terbilang sangat muda. Tak hanya depresi mayor, selang beberapa waktu setelah depresi mayor, ia didiagnosis mengidap bipolar disorder. Bipolar disorder adalah gangguan mental di mana penderita mengalami perubahan mood yang drastis termasuk depresi dan episode mania/senang tak terkontrol. 

Penampilan barunya mengundang perhatian banyak orang pasalnya ia tampil dengan image yang lebih fresh dan tentunya dengan kondisi yang lebih baik karena berhasil survive dari mental illness-nya. Di balik ujian hidupnya, ia bisa memahami dan menginspirasi banyak orang yang senasib dengannya. Di beberapa talkshow, Marshanda turut hadir menjadi pembicara untuk berbagi pengalaman buruknya dan bagaimana ia bisa survive dari masa kelamnya. Simak terus sampai akhir!


Marshanda bukanlah tipe motivator yang menjelaskan pengalaman yang mudah atau menyenangkannya untuk memotivasi orang lain. Seringkali, ia lebih memilih membagikan sisi gelap dari misinya untuk sembuh dari mental illness-nya agar audiens merasa tidak sendirian. Marshanda pun hanyalah sebatas manusia yang bisa sakit dan tidak selalu tampil all out di depan layar kaca. Awal diverifikasi mengidap gangguan mental, Marshanda memang tidak bisa sepenuhnya menerima bahwa ia menjadi salah satu 2% persen warga Indonesia yang mengidap bipolar. 

Jika ditarik benang merahnya, Marshanda, acapkali mengonsumsi kopi hingga 5 kali sehari yang menyebabkan tubuhnya tidak bisa beristirahat dan selalu berenergi hingga tidak tidur sampai pagi, padahal ia harus berangkat sekolah dan kembali syuting hingga larut malam. Kejadian itu mengundang kekhawatiran dari kerabatnya. Lalu, seseorang merekomendasikan obat jenis benzodiazepine tanpa dosis dan anjuran dari dokter untuk dikonsumsi agar ia merasa lebih baik. Mustahil tanpa efek samping, Ia mulai sadar bahwa obatnya membuat keadaannya semakin memburuk, seperti menimbulkan kecemasan berlebih,  linglung, dan akhirnya ia memutuskan untuk berhenti total. Namun, ia sebelumnya tidak tahu menahu bahwa berhenti mengonsumsi obat secara tiba tiba itu memperparah sakitnya dan perlu dilakukan tapering. Akhirnya, ia terdiagnosis bipolar setelah merasa bahwa semua yang ia rasakan tidak benar dan berkonsultasi ke psikiater.

Marshanda mengaku bahwa ada informasi penting yang tidak disampaikan olehnya saat berkonsultasi dengan psikiater karena awalnya ia masih belum aware di usia yang masih belia. "Saat di psikiater, informasi paling penting tidak aku sampaikan which is aku mengonsumsi xanax setahun, diminum setiap hari lalu saya stop langsung ke nol," ujarnya di sebuah podcast. Lalu, ia diresepkan obat untuk depresi mayor karena dianggap memang sifat aslinya seperti itu pada saat berkonsultasi dan gejala berikutnya didiagnosis bipolar disorder.

1. Beradaptasi Dengan Obat

Untuk bertahan dan sembuh dari penyakitnya tentu tidak mudah. Awal mengonsumsi obat dari psikiater, Marshanda, akrab dipanggil Cacha, bercerita bahwa ia harus melalui proses adaptasi di mana ia harus mengalami efek samping, seperti sering mengantuk, dan merasa jadi orang yang berbeda. Proses adaptasi itu pun berbeda beda waktunya. Ia mengaku bahwa ia perlu setahun untuk mempunyai mental yang stabil dari hasil adaptasi obat tersebut. Pada akhir sesi berbaginya di laman YouTubenya, ia berkata bahwa mungkin penderita benar benar butuh obat saat sudah sampai di tahap benar benar tidak stabil, dan jangan hakimi diri karena butuh dosis yang cukup tinggi because you really need it to have a stable emotion, "Yang lebih penting adalah berfungsi, stabil, menjadi orang tua yang baik, dan kepada masyarakat," katanya.

2. Memilih Opsi Satu - Satunya

Berhadapan dengan satu satunya solusi adalah salah satu cara efektif untuk bertahan. Cacha pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya agar ia tidak perlu merasakan sakit lagi. Ia ingin lari dari semua lingkungan dan orang orang yang membuatnya sakit, namun ia tersadar bahwa satu satunya cara saat itu di mana ia mau tidak mau harus menghadapi lukanya tepat di titik luka itu dibuat. Cacha mencoba untuk berdamai dengan keadaan dengan memperbaiki hubungannya dengan keluarga sehingga mulai muncul komunikasi yang baik.

Instagram.com/marshanda99
Instagram.com/marshanda99

"Yang tadinya aku selalu berpegangan dengan orang di luar circle hidupku karena tidak percaya dalam circle terdekat, aku (tidak punya pilihan) harus belajar get along dengan orang yang tidak satu pikiran denganku," ungkapnya. Karena hanya itu opsinya, ia mulai terbuka oleh orang terdekatnya, pelan pelan ia bisa menyampaikan apa kebutuhannya, apa ketakutan terbesarnya, dan apa yang ia harapkan dari sebuah hubungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun