Belakangan, mulai tanggal 29 Desember 2016 siang, beredar video rekaman CCTV bandara yang merekam gambar pilot masuk security check dalam keadaan sempoyongan, barang-barang bawaannya berjatuhan berkali-kali, dan tampak sekali ia tidak mampu mengontrol tindakan-tindakannya sendiri kecil sekalipun.
Pilot berperawakan gempal, mirip dengan perawakan pilot yang diturunkan dari QG-800 tanggal 28 Desember 2016. Cuplikan gambar pilot ‘oleng’ itu pagi ini menghiasi halaman headline koran Jawa Pos hari ini 30 Desember 2016. Berita Jawa Pos mengutip konfirmasi otoritas PT Angkasa Pura I Bndara Juanda bahwa rekaman itu memang benar berlokasi di Terminal 1 Juanda.
Jawa Pos juga melengkapi halaman berita dengan kopian surat Dirjen Perhubungan Udara, Kementrian Perhubungan, yang menegur pihak Citilink karena kelalaian maskapai dalam memeriksa kesehatan awak pesawat sebelum terbang sebagaimana disyaratkan dalam CASR (Civil Aviation Safety Regulation) 121.535, dan kelalaian karena tidak membrifing kapten yang berperan sebagai PIC (person in charge) dalam sebuah penerbangan sesuai dengan aturan CASR 121.601. Selain itu, teguran diberikan karena pilot tidak menjalankan passenger announcement dengan benar.
Mungkin ini kasus sepele, tapi simak dan bacalah keresahan penumpang. Seorang bapak di sebelah saya tak mampu menahan amarah. “Kok bisa pihak bandara dan pihak maskapai meloloskan pilot yang tidak sehat? Pilot bertanggungjawab atas keselamatan semua penumpang. Apa jadinya kalau kita tadi tidak sadar pilot tidak fit menerbangkan pesawat? Saya sungguh kecewa!” Bapak tua itu hendak menengok cucu di Jakarta. Ia sudah kirim sms pada cucu ia bakal tiba sepagi mungkin di Jakarta.
Kegusaran penumpang lain juga masuk akal; karena mereka bisa dengan jelas menangkap kesan bahwa maskapai dan otoritas bandara kurang bersungguh-sungguh menjalankan prosedur keamanan penerbangan. Entah apa pula reaksi penumpang QG-800 28 Desember 2016 dan calon penumpang pesawat lain saat ini ketika menyimak video yang sudah beredar yang menayangkan gambar pilot yang melewati pintu security check dalam keadaan sempoyongan dan hilang kendali diri, sementara media ramai memberitakan sangkalan pihak berwenang mengenai pilot mabuk.
Soal keamanan isu dunia penerbangan sipil Indonesia, seperti kasus QG-800 ini, harusnya pihak berwenang tak hanya berhenti pada tindakan membebastugaskan pilot bermasalah, atau sekadar memberi sanksi dan hukuman-hukuman minor seperti itu. Yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan adalah prosedur keamanan secara keseluruhan, terutama, dalam hal ini unsur kebugaran, kelaikan, dan kesehatan pilot. Kementrian Perhubungan harus menempuh audit total keamanan, mengupayakan prosedur pengamanan yang terbaik dan mengumumkannya kepada khalayak ramai untuk memberikan jaminan terbang aman.
Saat ini, manakala saya membaca berbagai pemberitaan insiden QG-800 28 Desember 2016, saya tercenung. Sungguh elegan cara Tuhan menyelamatkan kami para penumpang QG-800 28 Desember 2016. Andai saja Tuhan tidak menggerakkan tangan Captain Tekad Purna untuk pasang mik dan bicara lewat interkom pesawat, kami pasti sudah diterbangkan oleh pilot yang terduga mabuk. Suara kapten pilot itulah satu-satunya (bukan yang lain) yang membuat penumpang sadar adanya potensi celaka.
"Nasi rendang Dayeuhkolot rasanya selangit, sebelum terbang pastikan pilot fit"
Ayolah dunia penerbangan Indonesia, kerja yang baik!
Foto-foto : Eddy Roesdiono