Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pattana Nambah Rezeki lewat Bahasa Inggris

29 November 2015   22:51 Diperbarui: 30 November 2015   17:55 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Timbul keinginan saya untuk menguji Pattana, sembari praktek bahasa Thai saya yang belepotan. Saya bilang pada Pattana, “Ti ni buri dai mai? Answer in English, please!” (Boleh merokok di sini? Tolong jawab pakai bahasa Inggris). Ia sigap merespon. “No, you cannot. You can smoke outside”. Saya tanya lagi, “Can I borrow a lighter?”. Pattana menjawab . ”Sorry, I don’t have a lighter for cigarette, but I have a lighter for cooker? Is it okay?” (Maaf, saya tidak punya korek untuk rokok. Tapi saya punya pemantik api untuk kompor, mau?”)

Wah, lumayan bagus dia! Saya bayangkan, pelajar bahasa Inggris yang tak serius tak akan bisa dan biasa mengobrol enak begitu meski sudah belajar setengah tahu sekalipun.

Kedai Pattana, selain karena hidangannya enak, jadi makin laris karena hadirnya nuansa bersahabat berkat kelancaran komunikasi bahasa. Pengudap bisa tanya ini itu dan mendapat penjelasan soal makanan dari Pattana, terutama bagi pengudap yang tak boleh makan jenis-jenis makanan tertentu. Kenyamanan berbahasa untuk komunikasi kuliner ini juga yang biasanya diharapkan wisatawan asing yang biasa menanyakan jenis masakan, cara penyajian dan porsinya.

Jadi, kata kuncinya, komunikasi dalam bahasa yang dikuasai konsumen menimbulkan kenyamanan bagi konsumen, yang membuat mereka pingin balik. Ini saya ketahui secara tidak beberapa jam setelah saya makan pagi di kedai Pattana di hari Kamis 26 November 2015 itu. Seorang sahabat saya, Mary Catija, asal Brazil, tiba-tiba mengirimi foto yang ada dirinya bersama Pattana melalui pesan Whatsapp.

Di pesan Whatsapp, Mary menulis, “Hey, Eddy, what a surprise!  I am here at the same restaurant you went to this morning,” (hey, Eddy, kejutan nih, aku sekarang lagi di restauran yang tadi kamu kunjungi). Mary bilang Pattana barusan menunjukkan fotonya bersama konsumen Indonesia yang saya jepret dua jam sebelumnya dengan ponsel milik Pattana. Ada saya di foto itu. Itulah sebabnya Mary tahu saya tadi ke situ.

Mary Catija, sahabat saya asal Brazil, baru saja mengudap di kedai Pattana (screenshot : Eddy Roesdiono)

“Tadinya saya nggak rencana makan di sini, tapi pemilik kedai ramah sekali dan bicara Inggris dengan sopan mempersilakan saya dan teman-teman dan menjelaskan menu,” tutur Mary.

Kenyamanan komunikasi bahasa ini pulalah yang diupayakan dengan serius oleh para pedagang cindera mata di Wat Arun, Bangkok. Toko cindera mata terbesar di Wat Arun, yang letaknya persis di jalan keluar Wat Arun, punya sekitar 15 karyawan yang semuanya bisa berbahasa Indonesia lumayan fasih, terutama untuk tuturan-tuturan transaksi jual beli. “Kalau bahasa sama-sama tidak mengerti, susah jualannya,” ujar Kay, perempuan Thai, karyawan senior toko cindera mata yang sudah saya kenal 6 tahun belakangan ini, dalam bahasa Indonesia.

“Orang Indonesia banyak sekali datang ke sini, kalau mereka menawar atau tanya ini-itu, kami layani dengan baik,” lanjut Kay. Harga-harga cindera mata utama seperti kaos sengaja ditulis di kertas karton pakai bahasa Indonesia supaya konsumen nyaman, dan pembayaran pun boleh pakai rupiah.

“Waduh, pak, masak kaos sepuluh biji ditawar 600 baht, capek deh!” terdengar salah satu karyawan berseloroh di belakang saya, menanggapi bapak-bapak yang menawar kaos. Pembeli pun terhibur mendengar orang Thai bicara bahasa Indonesia dan melontarkan idiom-idiom khas bahasa Indonesia yang kadang-kadang terdengar aneh pengucapannya.

Ma (berkaus biru), karyawan toko cindera mata Wat Arun (Bangkok), melayani pembeli asal Indonesia, full bahasa Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun