Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kru Suay Mak (5)

4 Juni 2013   14:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:33 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kru Suay Mak (4) bisa dibaca di sini

Mirza tak sabar menunggu pagi tiba. Buku tulis dan dua batang pulpen yang ia beli barusan di toko Seven-Evelen siap di dalam tas punggung kecil. Terbayang besok sore Kru Nut akan menyapanya dengan senyum legit di tempat kursus.

Langit Chiang Mai pagi itu terang benderang, cerah dengan matahari bundar yang mengirim remah cahaya melewati sela-sela ranting pepohonan di depan peninganapan Tuptim. Dang tengah asyik memberi makan Sky, kucing Siam yang seperti yang sudah-sudah, menatap Mirza dengan sorot mata tajam.

Radio kecil di meja Dang mengalunkan musik manis lagu Thai dengan penyangi bersuara serak-serah basah.

Nice song,” sapa Mirza menunjuk radio.

“Ya, ini suara Tai Oratai, penyanyi top Thailand, lagu-lagu jenis Luktung,"

"Luktung?" tanya Mirza.

"Oh, Luktung itu jenis musik tradisional Thailand utara,” jawab Dang. “Eh, by the way, Kayaknya mau memperpanjang stay di Tuptim?” lanjut Dang, melihat Mirza mengeluarkan 2.100 baht.

“Yup. Tambah tujuh malam lagi,” ujar Mirza.

Dai ka. Eh, teman-teman kamu sudah balik ke Indonesia?” tanya Dang.

“Semalam naik kereta api ke Bangkok. Nanti malam bertolak ke Surabaya,” kata Mirza.

“Mau apa seminggu lagi di Chiang Mai?” tanya Dang, sembari menulis kuitansi pembayaran sewa kamar.

Poom yak ruen pasa Thai,” kata Mirza.

“Mau belajar bahasa Thai? Wow! Bagus tuh. Di kursusan mana?”

“Di seputaran Old City. Mulai nanti sore”

“Bagus! Mulai jatuh cinta pada Thailand rupanya”

“Begitulah! Yuk, saya jalan-jalan dulu ya!” kata Mirza, mencoba mengelus kepala Sky, yang disambut erangan tak bersahabat.

“Sky! Jelek, jangan begitu!” Dang menenangkan kucing Siam itu.

“Kayaknya ia tak terlalu suka aku,” kata Mirza.

“Belum kenal kali,” kata Dang.

“Okay, deh…sampai jumpa nanti malam,” ujar Mirza.

Khawp khun ka…chok di naa…” ujar Dang.

Duduk di bangku warung, Mirza membuka sms dari Deri. Tiga teman itu telah sampai di Bangkok dan mau cuci mata di seputaran Discovery Mall di Bangkok.

“Masih baik-baik saja kan, bro?” demikian bunyi SMS Deri.

“Aman, bro…..aman…” jawab Mirza.

***

Jam 3 sore Mirza sudah duduk manis di ruang tunggu kursus yang baru ia ketahui bernama Rapid Thai itu. Kru Ning baru selesai dengan sesi kursus pagi. 5 bule dan 4 orang Asia baru keluar dari kelas. Setengah jam kemudian Mirza melihat Kru Nut tiba dengan sebuah motor matik.

“Sawadi khap, Kru Nut!” sapa Mirza.

“Ooi, murid rajin. Datang awal,” ujar Kru Nut, mengirim kerling kecil lewat sudut mata manakala mengambil barang-barang dari bagasi motor.

“Can’t wait to get your first lesson,” kata Mirza.

Really?” Nut berdiri persis di hadapan Mirza, membetulkan rambut yang baru terkurung helm. Cantik betul gerakan-gerakan perapian rambut itu.

“Okay, sampai jumpa di kelas duapuluh menit lagi ya,” kata Nut.

“Baik, Kru Nut!”Mirza menguntit Kru Nut dengan pandangannya.

Kelas kilat sore kursus bahasa Thai seminggu itu ternyata hanya diikuti dua siswa; Mirza dan satu bule muda ganteng asal Prancis yang memperkenalkan diri dengan nama Olivier. Hari pertama itu mereka belajar cara mengucapkan dan membalas salam, tanya jawab informasi pribadi, belajar bilangan dan tanya harga, belajar menawar, dan belajar beberapa ucapan penting di jalan.

Mati-matian Mirza berusaha mempertahankan konsentrasi belajar di tengah kelebat lincah indah Kru Nut yang tengah mengajar di depan. Beberapa kali Mirza tergeragap ketika diminta mengulang kalimat; bukan karena kalimat yang harus diulang itu terlalu rumit, tapi karena Mirza lebih sibuk menatap wajah guru cantik yang tak pelak lagi telah membuat hatinya meleleh.

[caption id="attachment_247012" align="alignleft" width="240" caption="Beginilah kira-kira Kru Nut (Foto : www.thaidatefinder.com)"][/caption] Pada saat break, Mirza baru menyadari betapa konyolnya dia, dan betapa anehnya mendapati fakta bahwa perempuan ini telah demikian menarik hati, sesuatu yang tak pernah terjadi meski ditaksir cewek sekelas tercantik di sekolahnya sekalipun.

Ketika lepas belajar pukul 10 malam itu, tak terbendung keinginan Mirza untuk ngobrol sedikit dengan Kru Nut sebelum pulang. Tapi agaknya Olivier terus menempel Kru Nut dan tak memberi banyak waktu Mirza untuk mendekat kecuali menanti Olivier selesai tanya ini itu pada Kru Nut. Mirza bisa meliha perempua guru ini sebenarnya tak punya terlalu banyak waktu. Tergesa ia mengenakan jaket dan menyiipkan barang-barang bawaannya.

“Maaf, saya harus segera pulang. Sampai besok sore ya!” Kru Nut pamit, mengeluarkan motor dari parkiran, dan menjalankan motor tanpa menoleh lagi.

Malam itu, Mirza melihat catatan pelajaran di buku seperti langsung terucap dari bibir Kru Nut. Catatan kursus yang menebarkan harum dan rona-rona. Dan ia ingat betul satu kata sifat yang pas untuk menggambarkan Kru Nut, yakni ‘suay’, cantik, plus kata keterangan ‘mak’ yang artinya ‘banget’ cantik. Hm! Nut, Kru Suay Mak.

BERSAMBUNG ke sini

Chok di naa = good luck ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun