EPISODE 3 bisa dibacaDI SINI
“Oh ya, kenapa……….?” Aku pakai bahasa Indonesia. Eleni berpikir sejenak. Kelihatannya ia siap menjawab pakai bahasa Indonesia. Aku siap mendengarkan; bukan mendengarkan bahasa Indonesia-nya, tapi alasan kenapa ia senang bisa keluar seperti ini.
“Judul instrumentalia pertama pada musik keren yang saya putar waktu itu…I am an eagle without wings,” Eleni menoleh lagi padaku, kali ini dengan suara agar lirih.
“An eagle without wings….seekor elang tanpa sayap!” ulangku. “Kenapa begitu, Eleni?”
“Yah, seekor elang harusnya terbang bebas….terbang tinggi kesana kemari”
“Lalu, kemana sayap-sayap itu?” tanyaku memberanikan diri.
“Kuserahkan semua pada Alexandrous," ujar Eleni. Bagi perempuan Yunani penyerahan diri secara total pada lelaki yang dicintai adalah kehormatan. Saya sangat mencintai Alexandrous. Pria hebat dari kalangan menengah, pekerja keras, kebanggaan keluarganya,” ujar Eleni. Aku sedikit bertanya-tanya dalam hati kenapa Eleni tak segan berbagi cerita kehidupan pribadinya.
“Boleh ceritakan bagaimana Anda bertemu Alexandrous?” aku memberanikan diri bertanya.
“Kisah yang romantis,” Eleni menyibakkan rambutnya. “Anda tahu Alexandrous adalah salah satu personil kunci dalam jaringan perusahaan yang bermarkas di Prancis. Dialah yang mengerjakan semua urusan peningkatan kualitas produk-produk kosmetik perusahaan. Lima tahun lalu, di Athena, perusahaannya menggelar semacam kontes kecantikan regional yang disponsori perusahaannya. Peserta haruslah pengguna produk kosmetik perusahaan di mana Alexandrous bekerja,” Eleni berhenti bicara.
“Pak Rodi bilang ya kalau mulai bosan dengan bicara saya,” katanya kemudian.
“Sama sekali tidak! Saya suka mendengarnya”
“Saya berasal dari Skiathos, sebuah kota kecil di sebuah pulau di antara laut Aegea dan laut Mediterania, Yunani timur. Saya mendaftar ikut kontes, dan menang juara dua”
“Wah, keren!” ujarku dalam bahasa Indonesia.
“Ow, keren ya?” sergah Eleni. “Saya malah tadinya tidak mengira dapat posisi kedua. Saya merasa tidak cantik,” Eleni tersenyum kecil.
“Tidak cantik. C’mon, Anda cantik sekali Eleni. Maaf kalau saya memuji. Tapi Anda benar-benar perempuan berwajah sangat rupawan,” kataku, sambil berharap Eleni tak menganggap aku macam-macam dengan pujian itu.
“Oh ya, begitu menurut Anda? Tapi waktu kontes itu saya tidak merasa cantik dan menarik. Ratusan peserta lain jauh lebih cantik dan sexy”
“Percayalah saya, Eleni. Anda sungguh cantik. Saya belum pernah memuji perempuan Eropa seperti ini sebelumnya. Anda menawan. Sungguh. Itulah sebabnya Alexandrous menaruh hati pada Anda, bukan pada pemenang nomor satu,” kataku, berusaha menimbulkan kesan ucapan ini hanyalah celetuk kasual dan tidak bertendensi macam-macam.
“Ha…ha…ha, itu karena juara satunya sudah punya pacar!” ujar Eleni tertawa. “By the way, saya lebih suka melihat perempuan Indonesia. Mereka cantik alami, anggun dan punya aura khas dengan kulit oriental berbalut coklat ringan yang eksotis”
“Kalau laki-laki Indonesia bagaimana?” aku bertanya dengan nada canda.
“Ahaha, saya belum punya pendapat tentang lelaki Indonesia. Saya tak banyak bertemu lelaki Indonesia, kecuali orang-orang yang saya lihat di mall dan Anda,” Eleni tak kalah berseloroh.
“Well, tak ada yang menarik dari lelaki Indonesia,” kataku, “kebanyakan seperti saya, sangat biasa”
Eleni tertawa lagi.
“Anda dan Alexandrous pasangan yang sangat pas. Lelaki ganteng dan perempuan cantik!” aku meringkas pembicaraan. Taksi sudah sampai di lobi mal.
“Terimakasih!” ujar Eleni dalam bahasa Indonesia.
Aku sungguh rikuh ditatap banyak mata ketika berjalan bersama Eleni di koridor mal menuju ke tokobuku. Mereka pasti berpikir, ‘Kok mau bos bule jalan sama sopirnya yang dekil, ya?’
Tapi itu tak jadi masalah. Tugasku hanya mengantar Eleni mencari kamus di toko buku. Aku senang karena sepanjang malam itu Eleni banyak memanfaatkan pelajaran yang kuberikan. Ia berani mencoba bicara dengan penjaga toko atau dengan penjaga toilet dalam bahasa Indonesia dengan hanya sedikit kesalahan.
“Well, pak Rodi, harusnya saya mentraktir Anda minum kopi atas jerih payah mengantar saya. Tapi saya kuatit Alexandrous menantikan saya. Kita langsung pulang ya?” kata Eleni.
“Sure!” jawab saya.
***
Trista sedang tenggelam dalam kesibukan dengan BB-nya ketika aku sampai di rumah. “Aku dan Reina sudah makan. Kau makan sendiri ya, Mas!” kata Trista tanpa menoleh.
[caption id="attachment_137001" align="aligncenter" width="246" caption="Seorang perempuan Yunani (foto : dcgreek.com)"][/caption] Aku menikmati makan malam sendiri. Eh, ya, soal elang tanpa sayap kata Eleni tadi, kok belum ada penjelasannya, ya? Mungkin ia akan jelaskan lain waktu. Senyum ayu Eleni menari di benakku. Tiba-tiba aku ingin hari segera meluncur ke hari Sabtu.
Masih dengan Blackberry di tangan, Trista menghampiri aku. “Mas, besok siang aku harus ke Singapura, ada group regional meeting lima hari dengan semua finance manager se-Asia. Aku sudah telepon adik ibuku, Tante Fitri untuk tinggal di sini dan menjaga Reina. Oke, ya?”
“Oke, Tris! Tiket sudah dipesan?” kataku berbasa-basi.
“Ya, sudah. Itu urusan kantor!” kata Trista.
“Perlu diantar ke Bandara?”
“Nggak usah. Aku berangkat dari kantor. Diantar sopir kantor. Aku sisihkan uang keperluan seminggu di amplop di laci lemari kamar,” kata Trista kemudian. Trista lalu lenyap ke dalam kamar. Ketika aku menyusul ke kamar setengah jam kemudian. Ia sudah lelap, membelakangi aku.
***
Aku menyapa satpam di lobi apartement dan langsung mempersilakan aku naik ke lantai 12. Kalau sudah dikenal Satpam, tak sulit keluar masuk apartemen ini. Aku langsung memencet bel di pintu apartemen Alexandrous. Eleni yang membukakan pintu.
“Hai, pak Rodi. Selamat pagi! Apa kabar?”
“Baik, Eleni. Apa kabar?”
“Baik-baik juga!”
Eleni, dengan kaos T berlengan pendek warna merah maroon dan celana panjang longgar seperti biasanya tampak segar pagi ini. Alexandrous belum tampak.
Aku menghampiri meja belajar dan mulai menata bahan pelajaran. Eleni mendekati meja dengan buku tulis dan pena, plus secarik kertas.
“Ini dari Alexandrous,” Eleni menggeser kertas di meja ke arahku. Di kertas itu tertulis pesan Alexandrous dalam bahasa Inggris.
“Pak Rodi. Maaf, saya harus ke Bangkok seminggu ini. Saya tidak bisa belajar. Tolong ajari Eleni. Nanti saya belajar dari dia. Saya janji saya akan mengejar kekurangan belajar saya. Salam!”
“Oo…well, kalau misalnya Anda keberatan belajar sendiri, it’s okay, saya bisa balik dan kembali lagi nanti kalau Alexandrous sudah datang,” kataku.
“No…no, tidak perlu begitu. Saya mau dan bersemangat belajar sendiri. Nanti gantian saya jadi gurunya Alex untuk mengajari pelajaran yang tertinggal. Pak Rodi tidak keberatan, ‘kan?”
“It’s okay. Tapi, saya harap Anda comfortable belajar sendiri dengan saya tanpa suami,” kataku.
“It’s not a big deal! No problem. Are you comfortable?”
“Tidak masalah!” kataku dalam bahasa Indonesia.
“Tidak masalah!” ulang Eleni dengan mimik lucu dan wajah riang; barangkali sama riangnya dengan aku.
(BERSAMBUNG KE SINI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H