Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Standing Ovation untuk Gerakan MPK

18 Juni 2011   10:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:24 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua pasti setuju bahwa permainan monopoli merupakan permainan papan paling kondang di dunia. Tapi siapa nyana ide penciptaan monopoli berangkat dari secuil kreasi sederhana. Adalah Charles Darrow yang menciptakan permainan monopoli tahun 1933 di Pennsylvania, USA. Darrow menganggur selama masa depresi nasional Amerika, dan ia bokek. Bosan memikirkan kondisi ekonomi negeri yang berantakan, ia kemudian mulai bikin coret-coretan, dan jadilah konsep dasar permainan monopili. Ia gambar dan tulis mainan itu dengan tangan dan kemudian menjajakannya dari rumah ke rumah. Permainan itu tidak laku. Ia coba lagi dan coba lagi sembari mendemonstrasikan pada calon peminat betapa asyiknya main monopoli, dan akhirnya ia sukses. Banyak orang mulai suka permainan ini. Pada tahun 1935, hak cipta monopoli Darrow dibeli sebuah perusahaan besar. Perusahaan inilah yang memroduksi masal permainan monopoli dan menancapkan popularitas permainan ini ke segala pelosok bumi.

Proses kemapanan eksistensi permainan monopoli adalah siratan bahwa letupan-letupan kreasi kecil bisa menjadi bom nuklir gagasan yang disambut dunia karena tersedia ciri-ciri asyik dalam permainan ini.

Yuk ganti topik.

MPK (Malam Prosa Kolaborasi) memang sudah usai. Tapi saya tetap suka dan nyaman membicarakannya. Kali ini saya ingin menganalogikan MPK (Malam Prosa Kolaborasi) sebagai asal mula titian sukses permainan monopoli.

Perjalanan kreasi MPK tentu saja bukan tanpa upaya : ada ide awal (Granito Ibrahim and Langit, please stand up!), ada Kompasiana (selamat sore, Admin!), ada prose enthusiasts (para Kompasianers yang memiliki kreasi yang siap tumpah-ruah ke kanvas ‘kirim tulisan’), dan yang terpenting, ada proses kolaborasi.

Kata kolaborasi saya tebali karena inilah jiwa-raga yang melahirkan karya-karya apik dan kreatif, yang mungkin jauh lebih bermutu dan enak-layak baca dibanding karya-karya mereka yang ternama di kolom prosa media cetak. Pasangan kolaborasi-pun meninggalkan jejak dinamika berkelas: ibu berkolaborasi dengan anak, si E yang tinggal di Surabaya saling eksplorasi minat-bakat dengan si D yang tinggal di Chiang Mai, Thailand. Ada pasangan penulis pemula yang bergandeng dengan penulis terbiasa, ada pula match yang beda profesi, adapasangan yang beda usia, dan ada pula pasangan penggemar fiksi dan mantan penolak fiksi. Semuanya menentukan dan menetapkan cara dan metode kolaborasi masing-masing, bekerja secara on-line, mencukil waktu dari dunia nyata, dan mengalirkan energi liarnya mengikuti ritme brainstorming untuk mengejar orgasme berkreasi.

Selebihnya, penggagas MPK juga telah memperkokoh aktualisasi karya secara lebih luas : mencetak kumpulan karya MPK. Mungkin semula targetnya hanya untuk koleksi pribadi peserta, tapi amat besar potensi untuk menyelipkan cetakan kumpulan ini di rak-rak buku perpustakaan sekolah atau memajangnya di meja-meja display komunitas-komunitas prosa-fiksi-sastra.

Dan saya yakin kualitas karya MPK lebih menawarkan keragaman : orisinalitas, genre, teknik dan semacamnya. Tak berlebihan kiranya kalau saya berharap kumpulan karya ini bisa lebih diangkat ke tataran publikasi yang lebih luas. Ini bisa ditempuh dengan cara meminta sejumlah penerbit untuk mengeksplorasi muatan kumpulan karya MPK. Tak usah ragu; mohon berkenan menyimak informasi ini : JK Rowling perlu keluar masuk ke lebih dari sepuluh penerbit sebelum karya Harry Potter-nya diendus penerbit yang faham potensi pasar pembaca. Sepuluh penerbit sebelumnya cuma pasang sebelah mata ketika membaca naskah pertama Rowling.

Dan saya yakin penerbit yang bisa melihat potensi karya MPK does exist somewhere out there. Kita tinggal tunggu waktu untuk melihat karya-karya MPK menjadi warna dalam khasanah prosa nusantara.

Saya mendukung, merangsang, dan mengompori terlaksananya publikasi karya MPK oleh penerbit manapun.

Akhir kata, saya ingin mengajak teman-teman untuk standing ovation untuk karya-karya MPK.

catatan sok pintar :

standing ovation = penghormatan oleh penonton opera, konser atau pidato dengan cara berdiri dan bertepuk tangan. Derajad apresiasi kepada penampil acara atau pembicara ditunjukkan oleh lamanya standing ovation.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun