Judul di atas tidak salah eja; memang demikian.
Melayangkan pandangan pertama pada pasar Dongmen, tertangkap kemeriahan, keriuhan dan jejalan manusia dalam atmosfer yang didominasi warna merah.
[caption id="attachment_298318" align="aligncenter" width="614" caption="Dongmen Market, Shenzen : merah meriah (foto : Eddy Roesdiono)"][/caption]
Dongmen adalah salah satu pusat perbelanjaan di Shenzen, Provinsi Guandong, Cina. Shenzen berjarak 40 kilometer sebelah timur Hong Kong. Untuk mencapai Shenzen, saya naik MTR (kereta api) East Rail Line dari stasiun MTR Hung Hom di Hong Kong, bertarif HKD 37 (sekitar Rp 50.000), menempuh 45 menit perjalanan. Stasiun akhir MTR East Rail Line adalah Lo Wu, daerah di wilayah Hong Kong yang berbatasan dengan Cina. Dari stasiun Lo Wu, jalan kaki mengikuti petunjuk yang akan mengarahkan kita ke pemeriksaan imigrasi di sisi Hong Kong. Setelah melewati kawasan joint-immigration control Hong Kong-Cina, kita langsung masuk Lo Hu. Lo Hu adalah sebutan untuk Lo Wu di sisi Cina.
Pertumbuhan Shenzen sebagai kota metropolitan Cina di utara menarik untuk disimak. Shenzhen (深圳) semula hanyalah sebuah desa kecil yang tak diperhitungkan. Karena kedekatan geografisnya dengan Hong Kong—yang memungkinkan kemudahan pertukaran ekonomi, industri, tenaga kerja, dan pembangunan-- Shenzen kemudian diputuskan oleh pemerintah Cina untuk diubah menjadi Zona Ekonomi Khusus (Shenzen Economic Zone) pada tahun 1979. Shenzen adalah satu-satunya zona khusus Cina. Kini Shenzen adalah kota industri dan ekonomi sukses seluas 2,050 kilometer persegi dengan 16 juta penduduk yang hidup dari industri manufaktur, perdagangan dan bisnis keuangan berkat kerjasama dengan investor Hong Kong dan sejumlah investor asing lain. Populasi Shenzen dari tahun ke tahun dibuat makin padat oleh pekerja imigran asal Hong Kong menetao di Shenzen selama weekdays, dan balik ke Hong Kong pada weekends. Itulah sebabnya, pada Sabtu-Minggu, lalu lintas manusia di pemeriksaan imigrasi Shenzen-Hong Kong bisa teramat padat.
[caption id="attachment_298319" align="aligncenter" width="384" caption="Antrian pemeriksaan paspor menuju Shenzen (foto : Eddy Roesdiono)"]
Wisatawan asing tak bisa sembarangan masuk Shenzen. Warga Indonesia harus mendapatkan stempel VOA (Visa On Arrival), yang bisa diperoleh di lantai dua kawasan joint-immigration control Hong Kong-Shenzen ini. Saya menukar uang HKD 1000 menjadi CNY (Chinese Yuan) alias Renminbi, dapat CNY 746. Untuk dapat stempel VOA, saya harus bayar CNY 160 (Rp 320.000). Proses perolehan VOA tak sampai 15 menit (kantor imigrasi di lantai 2), mulai dari mengisi formulir aplikasi, bayar dan mendapatka nstiker visa di paspor. Cisa khusus SEZ (Shenzen Economic Zone) berlaku 5 hari hanya untuk kawasan SEZ, tidak untuk kawasan Cina lainnya.
Dari kantor imigrasi, saya mengisi kartu kedatangan-keberangkatan, dan mengantri di pemeriksaan paspor. Keluar dari kawasan joint-immigration control, kita langsung menghirup udara Cina, disambut sejumlah lelaki yang menawarkan persewaan mobil van untuk meluncur ke tengah kota. Saya memilih naik metro (kereta api) dengan menuruni anak tangga ke stasiun bawah tanah, terus beli tiket metro Luo Bao Line dari mesin pengecer tiket. Tiket berbentuk koin plastik cuma seharga CNY 2 (Rp 4.000) per orang untuk tujuan ke stasiun Lao Jie.
Metro Shenzen semodern dan sebersih MTR Hong Kong, hanya saja Metro Shenzen lebih murah. Tak sampai 10 menit, setelah melewati stasiun Gua Mao, saya turun di stasiun Lao Jie, dan keluar melalui Exit A. Exit A mengarahkan kita ke sebuah kompleks pertokoan bawah tanah. Dari pertokoan ini, saya naik eskalator ke lantai dua, dan langsung disambut kawasan Dongmen Market yang sepagi itu (jam 10 waktu setempat) sudah hiruk pikuk, riuh rendah dengan suara pedagang dan lalu-lalang ribuan manusia.
[caption id="attachment_298320" align="aligncenter" width="590" caption="Sudut merah meriah Dongmen Market (foto : Eddy Roesdiono)"]
Dongmen adalah salah satu pusat bisnis Shenzen dengan puluhan gedung pencakar langit dan pusat-pusat perbelanjaan yang konon murah meriah.Seperti yang tersirat pada judul artikel ini, Pasar Dongmen dikuasi warna merah, mulai baliho, lampu-lampu nama usaha dalam aksara Cina dan dinding-dinding pertokoan. Kemeriahan perdagangan eceran di pasar Dongmen jelas mendapatkan dukungan penuh dari ratusan kawsan industri manufaktur di seputaran Shenzen.
[caption id="attachment_298321" align="aligncenter" width="614" caption="Salah satu walking street Dongmen Market (foto : Eddy Roesdiono)"]
Tak mengherankan, pasar Dongmen menjadi salah satu pusat perkulakan segala macam barang, mulai dari busana, barang kebutuhan harian, mainan anak-anak, barang elektronik, obat-obatan dan sebut saja jenis-jenis barang manufaktur lain. Tak jarang kita melihat pebelanja berlalu lalang dengan troli penuh barang atau bungkusan besar berisi item merchandise yang bakal diecer di tempat lain atau di bawa ke Hong Kong.
[caption id="attachment_298322" align="aligncenter" width="512" caption="Lagi, suasana walking street (Foto Eddy Roesdiono)"]
Melanggang di sepanjang walking-streets (jalanan untuk pejalan kaki) , sejauh mata memandang kita akan menatap pertokoan, dari skala mal sampai toko kelontong. Untuk jualan versi lapak-lapak, tersedia tempat khusus. Seperti kawasan walking-streets, pasar lapak-lapak barang murah bagai tak surut dari jubelan manusia dari menit ke menit dengan suara khas melengking pedagang menawarkan barang dalam dialek Cina Kanton dan gegap gempira pembeli menawar barang.
[caption id="attachment_298323" align="aligncenter" width="448" caption="Lorong penuh lapak (foto : Eddy Roesdiono)"]
Tawar menawar adalah keharusan. Dari pengalaman menawaar, bisa saya simpulkan kita bisa dapat barang sekitar 50% dari angka yang dipatok pedagang. Masuk ke kawasan lapak kecil, saya menawar sepasang sepatu lokal yang dilabeli merek terkenal . Dari layar kalkulator pedagang, saya tengok angka CNY 100 untuk sepasang sepatu itu. Saya menghapus angka di kalkulator itu dan mengetik angka baru CNY 40. Pedagang ketik balik angka 90. Saya ketik 45. Pedagang menggeleng dan ketik angka 70. Saya pura-pura tak berminat dan meninggalkan sang pedagang. Pedagang memanggil saya, menunjukkan angka 60. Saya hapus angka itu, saya ketik CNY 50, dan saya tinggal lagi. Akhirnya pedagang bilang ‘Okay’ : Rp 100.000 untuk sepasang sepatu yang tampaknya berkualitas lumayan.
[caption id="attachment_298324" align="aligncenter" width="512" caption="Resto cepat saja dengan bangunan tradisional (foto Eddy Roesdiono)"]
Saya memilah-milah uang dari dompet. Karena tak segera bisa menemukan pecahan CNY 50, pedagang ‘sukarela’ mengambil sendiri pecahan CNY 50 dari dompet saya. Saya tidak kaget. Kata orang, ini sudah biasa, la wong wisatawan non-Cina biasanya kelamaan mengenali dan mengais jumlah uang Yuan yang diperlukan.
Berkomunikasi di Shenzen lumayan ribet, karena umumunya pedagang tak bisa berbicara bahasa Inggris. Itulah sebabnya, kalkulator jadi barang penting utuk bertransaksi dan bernegosiasi. Masalah lain adalah langkanya WC di pasar Dongmen. Bila kebelet pipis, manakala mata beredar ke segala penjuru, tak segera kita tangkap tanda-tanda adanya toilet.
[caption id="attachment_298327" align="aligncenter" width="484" caption="Saya dan kemeriahan rona merah (foto Eddy Roesdiono)"]
Saya coba bertanya dalam bahasa Inggris. Yang ditanya tak mengerti. Untunglah saya sudah siapkan daftar Cantonese Phrases pada smartphone. Saya buka halaman Cantonese phrases yang diperlukan dan tunjukkan pada orang yang saya tanya. Ketika dia menjawab dalam dialek Kanton, giliran saya yang bingung ia bicara apa. Tahu saya bingung,perempuan pedagang yang saya tanya berbaik hati memimpin saya keluar pasar dan menunjuk ke arah Sun Plaza; tiga jarinya dibentang di muka saya. Tahulah saya bahwa toilet ada di lantai 3 Sun Plaza. Asal tahu saja, toilet hanya tersedia di plaza-plaza besar dan itupun tidak di semua lantainya. Tambahan : WC-nya jenis jongkok!
Makan juga jadi persoalan, terutama cari makan yang tidak mengandung babi. Syukurlah saya punya koleksi Cantonese phrases. Seperti yang sudah-sudah, saya tunjukkan layar smartphone saya yang kurang lebih seperti ini.
[caption id="attachment_298325" align="aligncenter" width="609" caption="Screenshot : Eddy Roesdiono)"]
Ujung-ujungnya, saya dapati telunjuk orang yang saya tanya mengarah ke resto MCD dan KFC. Tak apalah, meskipun sebenarnya saya lebih suka dapat makanan lokal yang halal!
But, all in all, pasar Dongmen di Shenzen, Cina, dengan merah meriahnya, layak dikunjungi. Meski Cuma setengah hari, legalah sudah. Manakala lalu-lalang manusia makin intens dan ketika lampu-lampu nama toko menyala merah dalam keremangan malam, saya beranjak mencari jalan masuk ke stasiun Lao Jie, naik metro kembali ke Lo Hu, melintas pemeriksanaan imigrasi dua negara, terus naik MTR di Low Wu, balik ke Hong Kong.
[caption id="attachment_298326" align="aligncenter" width="512" caption="Kedai kudapan walking street (Foto : Eddy Roesdiono)"]
Merah meriah pasar Dongmen setengah hari ini telah menghibur saya. Nanti akan saya tulis di Kompasiana, demikian pikir saya.
Selamat menikmati hari Senin!
Sumber tambahan : www.wikipedia.en