Sebagai peminat kajian bahasa, hal yang paling menyenangkan ketika bepergian dengan pesawat, adalah mengamati perilaku bahasa awak kabin. Ketika hendak tinggal landas dengan penerbangan Lion Air nomer penerbangan JT 597 dari Surabaya ke Jakarta, pukul 7.15 tanggal 22 April 2014, saya sempat mencatat hal menarik. Ketika itu, para pramugari bersiap memeragakan alat-alat keselamatan. Voice over di kabin mulai terdengar, yang merupakan materi recorded (rekaman), yang bunyinya kurang lebih seperti ini : “Sesuai dengan peraturan penerbangan sipil, Anda diminta untuk memperhatikan petunjuk penggunaan sabuk pengaman”. Ini diikuti versi bahasa Inggrisnya : “According to aviation safety regulations, we must demonstrate how to use the seat belt”.
[caption id="attachment_304496" align="aligncenter" width="368" caption="Ilustrasi www.kati-kuchinskaya.tumbler.com"][/caption]
Membandingkan ke dua versi tersebut, kita mungkin tak mendeteksi kesalahan berbahasa. Tapi, sadarkan kita bahwa ada perbedaan subjek kalimat pada dua versi pengumuman itu. Pada versi bahasa Indonesia, subjek kalimat adalah ‘Anda’, sedangkan pada versi bahasa Inggris, subjek kalimat adalah ‘we’. Dari segi makna, subjek ‘we’ adalah yang benar, karena menurut aturan keselamatan penerbangan, pihak penerbanganlah yang wajib menunjukkan cara penggunaan sabuk pengaman. Peraturan penerbangan itu tidak menunjuk pada pengertian bahwa ‘penumpanglah’ yang wajib memperhatikan petunjuk penggunaan alat keselamatan.
Perbedaan subjek pada dua versi ini saya sebut sebagai ‘lost in translation’.
Kita tinggalkan dulu Lion Air, dan kita masuk ke kabin Citilink. Balik dari Jakarta, tanggal 23 April 2014, saya naik Citilink penerbangan QG 870 pukul 18.10. Kali ini yang saya amati adalah voice over pramugari yang memberikan informasi seperti ini dalam bahasa Inggris “Waktu tempuh dari Jakarta ke Surabaya akan kita tempuh dalam waktu 1 jam dan 10 menit”, diikuti versi bahasa Inggris demikian, “The flight from Jakarta to Surabaya will take one hour and 10 minutes”.
Saya agak geram dengan versi bahasa Indonesianya. Lihatlah, kata ‘tempuh’ dan ‘waktu’ masing-masing dipakai dua kali yang membuat kalimat kalimat itu sangat tidak efektif. Kenapa tidak “Waktu tempuh dari Jakarta ke Surabaya adalah 1 jam dan 10 menit”, atau kalau mau terjemahkan langsung dari versi bahasa Inggrisnya, kalimat itu akan lebih ringkas, efektif dan benar : “Penerbangan dari Jakarta ke Surabaya akan ditempuh dalam 1 jam dan 10 menit”?
Ini juga saya sebut sebagai ‘lost in translation’, karena predikat ‘tempuh’ secara secara salah menjelaskan ‘waktu tempuh dari Jakarta ke Surabaya’, bukan menjelaskan ‘penerbangan’.
Saya tak habis pikir, kenapa versi bahasa Indonesia dalam dua pengumuman kabin tersebut harus berbeda secara signifikan , yakni ‘we’ menjadi ‘Anda’, dan ‘flight’ menjadi ‘waktu tempuh’? Apakah ini karena kebiasaan orang Indonesia yang suka menambah-nambah kata yang tidak perlu atau karena sulit menarik logika hubungan subjek-predikat, sehingga yang tadinya harusnya benar menjadi salah, malah jadi ‘lost in translation’?
Gejaja-gejala ‘lost in translation’ juga kerap kali saya lihat manakala diminta menyunting ulang sebuah teks hasil terjemahan orang lain. Misalnya, sebuah kalimat dalam bahasa Inggrisyang berbunyi : “Brushing your teeth regularly prevents your teeth from tooth decay” diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi : “Dengan menyikat gigi secara teratur mencegah gigi Anda dari kerusakan”. Kenapa harus ada kata ‘dengan’ di bagian awal kalimat, yang membuat hasil terjemahan tersebut salah bila ditinjau dari tatabahasa, baik tatabahasa Indonesia dan tatabahasa Inggris?
Atau coba ini : “Those who are too weak to stand may take a seat” yang diterjemahkan menjadi “Bagi mereka yang terlalu lemah untuk berdiri dipersilakan duduk”. Kenapa pula harus ada kata ‘bagi’ dan kenapa pula frasa ‘may take a seat’ diterjemahkan sebagai ‘dipersilakan duduk”. Bukankah terjemahan “Mereka yang terlalu lemah untuk berdiri boleh duduk” saja sudah cukup, baik dan benar?
Masalah lost in translation ini tak jarang pula melanda proses penerjemahan profesional dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Seringkali saya dapati penerjemah tak waspada pada kesalahan dalam bahasa Indonesianya sebelum mengalihbahasakan ke dalam bahasa Inggris. Kalimat “Bagi mereka yang terlalu lemah untuk berdiri dipersilakan duduk”, misalnya, diterjemahkan menjadi “For those who are too weak to stand please take a seat”, yang tentu saja menjadi kalimat yang salah. Demikian pula, kalimat bahasa Indonesia yang berbunyi “Dengan menggunakan alat ini Anda akan lebih mudah membuka penutup mesin ini” diterjemahkan menjadi “By using this tool you will be easy to open the cover of the machine” yang lagi-lagi, tak benar dalam bahasa Inggris, dan sebagai akibatnya, bisa mengaburkan makna kalimat itu sendiri. Penerjemahan dalam bahasa Inggris dari kalimat itu seharusnya mengikuti kelaziman struktur kalimat dalam bahasa Inggris sehingga menjadi “By using this tool it will be easier for you to open the cover of the machine”
Anda benar, untuk mendapatkan hasilpenerjemahan akurat teks dari satu bahasa ke bahasa lain, penerjemahan tak bisa dilakukan secara serampangan. Seorang penerjemah perlu sangat memahami karekteristik bahasa asal dan bahasa target.Penerjemah Inggris-Indonesia-Inggris perlu waspada bahwa penutur bahasa Indonesia tak biasa dengan atau suka mengabaikan penggunaan tatabahasa yang baik. Penutur bahasa Indonesia--ketika berbicara atau menulis—cenderung sudah merasa bahwa ia menyampaikan pikiran dengan susunan kata yang benar. Itulah sebabnya, ketika mendapatkan pekerjaan menerjemahkan teks Indonesia ke dalam bahasa Inggris, tantangan terbesar, dan konsumsi waktu terbanyak, ada pada penyuntingan bahasa Indonesianya. Sangat jarang saya bisa langsung enak dan nyaman mengerjakan penerjemahan teks bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris; perlu waktu untuk membuat agar teks berbahasa Indonesia match dan link dengan bahasa Inggris, agar hasil terjemahan bahasa Inggris tidak dipandang sebagai hasil kerja yang ‘lost in translation’.
Demikian pula, ketika menerjemahkan teks dalam bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, kita perlu kerja keras untuk menyusun bagaimana suatu kalimat bisa terdengar lazim dan benar dalam bahasa Indonesia. Kalimat bahasa Inggris yang berbunyi “People in this area don’t think the new ideas are good for them” tidak bisa serta merta diterjemahkan menjadi “Orang-orang di daerah ini tidak berpikir gagasan-gagasan baru itu baik bagi mereka”, melainkan “Orang-orang di dearah ini berpikir gagasan-gagasan baru itu tidak bagus buat mereka”.
Untuk teks-teks yang lebih rumit, kita juga perlu waspada pada arti kata atau frasa yang punya banyak makna. Silakan simak ini : “Without prejudice to any other prevailing regulations, the employees shall—at any time—comply with the regulations agreed within their local workplace”. Bila kalimat ini kita terjemahkan menjadi “Tanpa praduga terhadap peraturan-peraturan lain yang ada, para karyawan harus—setiap saat—tunduk pada peraturan-peraturan yang disetujui di lingkungan kerja setempat”, maka kita ‘lost in translation’, karena pembaca akan bingung mengartikan kata ‘praduga’. Kalimat itu, akan elok dalam bahasa Indonesia bila diterjemahkan sebagai “ Tanpa mengesampingkan peraturan-peraturan lain yang ada, setiap saat para karyawan harus tunduk pada peraturan-peraturan yang telah disepakati di tempat kerja setempat”.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H