Penghapusan penerbangan berbiaya rendah (low cost carrier) di Indonesia oleh Kementrian Perhubungan Indonesia sedang jadi perbincangan hangat. Penerbangan berbiaya rendah dicurigai sebagai turut andil dalam pelonggaran berbagai regulasi yang semestinya ketat, yang pada gilirannya dituding menurunkan kualitas keselamatan penerbangan. Kasus nahas penerbangan AirAsia QZ8501 PK-AXC Surabaya – Singapura 28 Desember 2014 pastinya adalah pemicu gagasan penghapusan penerbangan berbiaya rendah tersebut.
[caption id="attachment_345468" align="aligncenter" width="490" caption="Pesawat AirAsia di Bandara KLIA2, Kuala Lumpur (foto : Eddy Roesdiono)"][/caption]
Berbincang soal penerbangan berbiaya rendah, kita tak akan lupa Airasia. Perusahaan penerbangan di bawah bendera perusahaan Air Asia Berhad, Malaysia boleh dibilang sebagai pelopor penerbangan murah; itulah sebabnya maskapai ini ber-tagline ‘Now Everyone Can Fly’ (kini semua orang bisa terbang). Maskapai ini sukses menerbangkan penumpang yang semula tak pernah bermimpi bisa naik pesawat. Saya yakin pula sejumlah backpacker di dunia amat berterimakasih dengan kehadiran AirAsia yang memungkinkan makin banyak pelancong untuk berkunjung ke negeri-negeri tetangga. Sampai saat, AirAsia yang berpusat di bandara KLIA2ini tercatat AirAsia menerbangkan penumpang ke 100 tujuan di 22 negara.
AirAsia didirikan pada tahun 1994, mulai beroperasi 18 November 1996, oleh sebuah konglomerasi milik pemerintah Malaysia.Perusahaan ini merugi dan bangkrut. Tony Fernandes, seorang eksekutif perusahaan Tune Air Sdn Bhd, membeli perusahaan ini senilai 1 Ringgit Malaysia (sekarang sekitar Rp 3.500) dan menanggung beban hutang 11 juta dolar Amerika (Rp 141 miliar) pada tahun 2002.
Di tangan Tony, AirAsia meroket. Pada akhir tahun 2012, AirAsia membukukan laba usaha sebesar Rp 1,5 triliun, dan pada pertengahan tahun 2013, laba itu meningkat 168%. Sukses usaha yang dimulai dengan konsep ‘terbang murah meriah’ ini ditopang oleh inovasi dan sejumlah terobosan yang keluar dari gaya bisnis konvensional penerbangan. AirAsia beroperasi dengan biaya unit terendah di dunia (Rp 7 per kilometer per kursi) dengan angka balik modal 52% okupansi. Penetapan harga ini ditempuh dengan menerapkan segmen-segmen harga tiket, mulai dari segmen terendah sampai segmen tertinggi. Calon penumpang yang booking tiket lebih awal pasti dapat tiket dengan harga murah. Itulah sebabnya, kerap kali tiket untuk penerbangan tahun depan, misalnya dipromosikan mulai hari ini dengan menamplkan harga tiket terendah. Terobosan-terobosan promosi AirAsia ini, sebagaimana kita ketahui, ditiru oleh banyak maskapai.
AirAsia juga perintis pemanfaatan teknologi internet. Lihatlah, pada awal-awal penerbangan AirAsia, di badan pesawat jelas-jelas tertulis ‘Airasia.com’, sebuah brand penerbangan eye-catching yang langsung mengarahkan orang menuju akses informasi internet. Pesan murah-meriah itu disampaikan pula lewat tagline Now Everyone Can Fly yang langsung mampu menarik calon pelancong. Kesan murah ini digencarkan melalui berbagai promosi cerdas. Pada sebuah periode promosi AirAsia di Thailand, iklan Airasia, dengan gambar pramugari berseragam rok-blus merah ketat, berbunyi AirAsia, fly for less than a padthai (AirAsia, terbang dengan biaya lebih murah daripada sepiring mi goreng) yang banyak dtempelkan orang di gerobak pedagang mi goreng. Tenaga kerja Indonesia (TKI) yang harus kerap pulang-balik Malaysia – Indonesia, misalnya, sangat terbantu dengan penerbangan-penerbangan AirAsia.
[caption id="attachment_345470" align="aligncenter" width="490" caption="Iklan AirAsia di gerobak mi goreng, Khaosan Road, Bangkok (foto : Eddy Roesdiono)"]
Murahnya harga tiket AirAsia tak pelak lagi menumbuhkan minat terbang. Saya adalah salah satunya. Sejak 2007, terhitung saya telah 44 kali terbang bersama AirAsia, untuk rute-rute Jakarta-Surabaya pp, Surabaya-Bangkok pp, Jakarta-Bangkok pp, Surabaya – Kuala Lumpur pp, Singapura – Bangkok, Bangkok – Kuala Lumpur pp, Denpasar – Bangkok, Kuala Lumpur – Chiang Mai pp, Kuala Lumpur – Hongkong pp, dan Bangkok – Chiang Mai, pp. Kalau biaya tak murah, mustahil saya bisa travelling sesering itu. Dari catatan terbang bersama AirAsia, izinkanlah saya berbagi kelebihan dan kekurangan AirAsia sebagai maskapai bertarif rendah.
KEMUDAHAN RESERVASI, PEMBAYARAN DAN CHECK-IN
Mencari penerbangan, jadwal penerbangan (langsung atau sambungan), dan harga tiket sangat mudah melalui situs AirAsia. Anda tinggal menetapkan kapan hendak terbang, cari jadwal (jam) yang paling murah dan pas dengan pesawat sambungan, isi data penumpang, dan bayar pakai kartu kredit. Bila tak suka bayar secara online seperti ini, Anda bisa datang ke travel agent yang akan bantu Anda pesan dan beli tiket tunai.
AirAsia pula yang merintis cara web check-in, yakni check-in melalui situs AirAsia dengan mana Anda akan dapat nomor kursi dan mendapatkan boarding pass (pas naik pesawat) yang bisa langsung Anda cetak dengan printer di rumah (bisnis kursi AirAsia bisa Anda baca di sini) Cara-cara AirAsia pula yang memungkinkan Anda bisa hadir di bandara dengan hanya menunjukkan pesan sms kode booking Anda pada telepun seluler (tanpa perlu bawa tiket). Anda tinggal sampaikan kode booking pada petugas check-in dan segera Anda akan dapat boarding pass. Dengan boarding pass di tangan, proses check-in akan semakin singkat. Kopian itinerary dan boarding pass difoward juga ke email Anda dan oleh karenanya, sekalipun Anda lupa bawa printout tiket atau boarding pass ketika di bandara, Anda bisa buka pesan email di mana saja, dan minta petugas konter AirAsia cetakkan tiket atau boarding pass asal Anda tak lupa kode booking.
Kalau Anda ogah melakukan check-in di konter, Anda bisa datangi mesin-mesin check-in yang tersedia tak jauh dari konter check-in. Ini memungkinkan Anda tidak perlu repot-repot antri bila Anda tak bawa bagasi yang didaftarkan.
[caption id="attachment_345472" align="aligncenter" width="384" caption="Konter check-in dan mesin self-check-in, bandara internasional Chiang Mai, Thailand (foto : Eddy Roesdiono)"]
Adalah AirAsia juga yang bergagasan menyertakan airport tax (pajak bandara) pada harga tiket (kecuali AirAsia QZ); jadi biaya yang Anda bayar sudah termasuk airport tax. Angka airport tax dan tambahan-tambahan lain ini pulalah yang terkesan menipu. Bila Anda lihat harga tiket, misalnya Rp 90.000 untuk penerbangan dari Kuala Lumpur, jangan lupa tambahkan airport tax sebesar sekitar Rp 200.000 dan fuel surcharge (iuran bahan bakar) sebesar sekitar Rp 100.000. Pemilahan komponen-komponen biaya ini merupakan cara strategis AirAsia dalam menampilkan harga yang terkesan murah.
[caption id="attachment_345473" align="aligncenter" width="277" caption="Pengumuman ajakan tertib check-in, KLIA2, Kuala Lumpur (foto : Eddy Roesdiono)"]
PERAN AWAK KABIN (CABIN CREW)
Sejumlah situs bisnis penerbangan menyebutkan bahwa AirAsia sukses menghemat biaya dengan meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja pramugari-pramugara. Awak kabin AirAsia dinilai memiliki 3 x efisiensi dan efektifitas awak kabin penerbangan lain. Betapa tidak, Selain tugas-tugas pokok awak kabin pada umumnya, pramugara-pramugari udara juga bertugas menjual makanan, minuman, cindera mata; mengumpulkan sampah ketika hampir tiba saat pesawat mendarat. Cleaning service nyaris tidak diperlukan kecuali untuk menguras bak penampungan kotoran di lavatory (kamar kecil) pesawat. Oh ya, ada yang menarik soal seragam pramugari AirAsia. Dari in-flight magazine di saku kursi, saya baca bahwa pramugari AirAsia mengenakan rok dan blus ketat bukannya tanpa alasan. Mereka menyebutnya sebagai compression clothing. Kain terbuat dari bahan Freshfit yang memberikan efek mengurangi kelelahan otot karena bahan ini meningkatkan proses oksigenisasi yang membantu memperlancar aliran darah ke dalam otot. Compression clothing juga menjaga agar pemakainya tetap kering dan sejuk lantaran benang yang digunakan untuk rajut bahan bisa bereaksi manakala suhu kulit meningkat dan menyerap panas dari dalam tubuh dan melindungi pemakai dari bakteri. Bahan pakaian ini juga memberikan tampilan segar (www.airasiamegastore.com)
[caption id="attachment_345481" align="aligncenter" width="347" caption="Pramugari AirAsia dengan compression clothing (foto : www.airasiamegastore.com)"]
MAKANAN DAN MINUMAN
Saya juga menduga, hilangnya suplai makanan dan minuman gratis yang biasa dibagikan kepada penumpang pesawat-pesawat berjarak pendek adalah buah gagasan AirAsia. Alih-alih dapat gratis, penumpang kini harus beli bila ingin makan dan minum di pesawat. Itulah sebabnya, selain gambar peta pesawat dan petunjuk keadaan darurat serta in-flight magazine, di saku belakang kursi pesawat (atau di hadapan Anda), tersedia kartu menu makanan.
[caption id="attachment_345476" align="aligncenter" width="420" caption="In-flight meal, nasi biryani, dan air mineral, rp 39.000, dalam penerbangan Kuala Lumpur - Chiang Mai (foto : Eddy Roesdiono)"]
Inovasi menu AirAsia juga boleh diacungi jempol. Penerbangan mana yang menyediakan menu tempe penyet (hanya pada AirAsia QZ—Indonesia) dan kelapa muda segar (hanya dalam penerbangan AK-Malaysia) di dalam penerbangan selain AirAsia (ceritanya di sini).Anda benar, Airasia memang sengaja menawarkan menu-menu favorit penumpang lokal. Itulah sebabnya, dalam menu tersedia nasi biryani, nasi lemak pak naser, authentic thai food , air mineral berlabel AirAsia dan semacamnya. Jangan heran pula bila mi gelas khas Indonesia tersedia dalam menu penerbangan QZ.
Pesan dini makanan (pre-order meal) juga ditawarkan. Jadi, ketika pesan tiket, Anda punya bisa menentukan mau makan apa nanti dalam penerbangan. Pre-order meal dapat diskon katimbang makanan yang dipesan langsung di pesawat; dan bila pesan dini, di pesawat nanti Anda akan dilayani duluan!
KEBUTUHAN KHUSUS
Dalam penerbangan rute Surabaya – Kuala Lumpur – Hong Kong, Februari 2014, saya kebetulan berangkat bersama grup 7 orang. Salah satu anggota grup saya adalah seorang nenek berusia 84 tahun yang tak tahak berjalan jauh. Itulah sebabnya kami bawa kursi roda. Kursi roda yang kami bawa ternyata harus diamasukkan sebagai checked-bagagge (masuk bagasi pesawat). AirAsia menyediakan kursi roda dan petugas pendorong kursi roda sampai nenek duduk di kursinya. Ketika sampai di tujuan, kursi roda kami sudah siap di tempat nenek turun dari pesawat. Kursi roda ternyata dikeluarkan terlebih dari lambung bagasi pesawat dahulu oleh awak darat (ground crew), tidak bersama dengan bagasi kami yang baru nanti akan kami jemput di tempat pengambilan bagasi yang jauh dari tempat kami turun dari pesawat. Agar tak luput, jangan lupa Anda mengingatkan awak kabin bahwa Anda perlu kursi roda itu manakala turun. Awak kabin akan kasih tahu awak darat untuk segera siapkan kursi roda Anda.
DELAY DAN PERUBAHAN JADWAL
Selama sekian kali terbang dengan AirAsia, saya tak sering mengalami delay (keterlambatan) dan sekali mengalami perubahan jadwal yang diberitahukan 5 hari sebelumnya melalui sms. Bila mendapatkan pesan perubahan jadwal, Anda harus menghubungi sales center AirAsia untuk minta perubahan dan penyesuaian jadwal bila Anda harus lanjut terbang ke tujuan lain. Tidak ada biaya tambahan untuk permintaan jadwal ulang ini, dan Anda tetap menggunakan kode booking yang sama.
[caption id="attachment_345478" align="aligncenter" width="280" caption="Penguman di deret kursi pintu darurat (foto : Eddy Roesdiono)"]
PEMBATALAN TERBANG
Pengalaman batal terbang saya rasakan tanggal 14 Februari 2014, ketika kami dalam kelompok bertujuh (silakan lihat paragraf di atas) hendak terbang ke Hong Kong via Kuala Lumpur. Pagi itu, sekitar pukul 7, Bandara Juanda (dan sejumlah bandara di pulau Jawa) dinyatakan tertutup untuk aktivitas penerbangan karena abu vulkanik yang dikirim dari letusan Gunung Kelud (ceritanya di sini). Semua penumpang sudah terlanjur check-in. Ribuan penumpang batal terbang, dan harus mengurus jadwal ulang dengan maskapai masing-masing. Antrian di konter Airasia mengular, dengan sumpah serapah penumpang yang rata-rata bernada tinggi. Menghindari antrian panjang, kami dalam grup balik ke rumah, dan saya sendiri melaju ke sales counter AirAsia di Jalan Basuki Rahmat, Surabaya. Di sinipun antrian mengular. Petugas AirAsia menawarkan dua solusi : jadwal ulang dalam kurun waktu seminggu ini, atau depositkan uang tiket untuk penerbangan serupa dalam kurun waktu tiga bulan.
Kami memilih minta jadwal ulang, dan diminta menunggu di rumah sementara petugas request proses daftar ulang ke kantor pusat AirAsia di Kuala Lumpur. Saya salut pada kesabaran luar biasa petugas AirAsia ketika menghadapi permintaan bertubi-tubi dari ribuan penumpang yang minta jadwal ulang. Syukurlah, melalui proses yang lumayan panjang, penerbangan kami bertujuh terjadwal pada 19 Februari 2014 tanpa biaya tambahan. Sayangnya, kami bertujuh tak bisa duduk bersama sebagaimana nomor kursi yang kami pesan (beli) pada penerbangan yang dibatalkan itu, dan tak ada pengembalian uang pembelian kursi itu.
KEMAMPUAN BAHASA AWAK KABIN
Saya bisa merasakan kemampuan wicara bahasa Inggris (spoken English) awak kabin AirAsia FD (Thailand) dan AK (Malaysia) jauh lebih baik daripada kemampuan wicara awak kabin QZ. Voice over di AirAsia terdiri atas pre-recorded voice over (rekaman) dan suara langsung awak kabin. Voice over rekaman biasanya untuk mengumumkan ucapan selamat datang, safety instruction (petunjuk keselamatan) dan hal-hal teknis. Voice over langsung ditempuh untuk mengucapkan selamat datang, pengumuman keharusan pakai sabuk pengaman saat cuaca buruk dan sebagainya.
Awak kabin QZ agaknya perlu belajar lebih banyak untuk bicara lebih pelan (baik bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan pelafalan bahasa Inggris. Kerap kali terdengar kata take-off (teik off) diucapkan sebagai tek-off dan sebagainya. Voice over AK disampaikan dalam bahasa Inggris, Melayu Malaysia dan Tiong Hoa, voice over FD disampaikan dalam bahasa Thailand, Inggris dan Tiong Hoa, sementara voice over QZ disampaikan dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan (kadang-kadang) Tiong Hoa.
TURBULENSI
Saya bisa simpulkan bahwa rute terbang Kuala Lumpur/Singapura – Surabaya dan sebaliknya, tan pernah bebas dari turbulensi, dan rasa-rasanya selalu di tempat yang sama, yakni di separuh perjalanan. Melalui voice over, Pilot biasanya mengingatkan tamu (sebutan untuk ‘penumpang’ alaAirAsia) untuk duduk, mengenakan sabuk pengaman dan tidak menggunakan kamar kecil. Pesawat akan terguncang-guncang (naik turun dengan cepat) beberapa saat ketika menembus awan. Guncangan-guncangan ini akan berakhir sekitar lima menit kemudian.
Demikianlah, mudah-mudahan sedikit pengalaman ini membantu Anda mengenal AirAsia, maskapai yang sebelum 28 Desember 2014 tidak pernah punya catatan kecelakaan berarti. Mudah-mudahan pula bisa menjadi referensi profil perusahaan penerbangan murah yang belakangan ini banyak dianut perusahaan penerbangan lain. Tidak perlu takut terbang, tidak perlu berburuk sangka pada penerbangan murah. Yang mungkin kita kuatirkan adalah bahwa kita perlu menabung lebih lama untuk bisa terbang karena harga tiket pesawat tidak lagi murah.
Anda mungkin nanti akan tercengang bila tahu bahwa selama lima puluh tahun (mulai dari tahun 1965), kecelakaan-kecelakaan penerbangan yang merenggut ribuan nyawa di dunia ternyata melibatkan pesawat-pesawat dari maskapai-maskapai ternama yang harga tiketnya tidak murah. Saya tengah menyusun artikel tentang kecelakaan-kecelakaan pesawat di dunia selama 50 tahun (dan jumlah korbannya serta kemungkinan penyebabnya). Insyaallah akan saya kompasianakan segera.
Now everyone can fly and can always fly.
Sumber pendukung : www.wikipedia.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H