Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tidak Satupun Negara di Dunia Siap Jika Terjadi Perang Biologi

23 April 2020   23:21 Diperbarui: 23 April 2020   23:37 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TEORI konspirasi berseliweran terkait pandemi virus corona baru (SARS-CoV-2). China dan Amerika Serikat (AS) saling tuding soal asal-muasal  virus ini.  

Negeri Paman Sam sendiri menuduh China harus bertanggung jawab. Beberapa negara Eropa seperti Jerman, Prancis, dan Inggris  - kendati tidak menyebut itu senjata biologis -  tetapi mendesak China untuk berterus terang mengani muasal virus mematikan ini.  

China menuai tudingan ini karena lokasi Pasar Huanan  yang diyakini sebagai lokasi pertama berpindahnya virus dari hewan ke manusia, hanya berjarak sekitar 32 kilometer dari Labor atorium  Virologi Wuhan.

Setidaknya China dianggap teledor sehingga koleksi virus di laboratorium itu bocor keluar dan menulari manusia.  Asal tahu, laboratorium ini memiliki koleksi 1.500  jenis virus, tak terkecuali virus corona, ebola, Lassa, dan banyak lagi.

Sebaliknya, ketika wabah ini baru meledak di Wuhan, ada tudingan bahwa virus itu sengaja dibawa oleh tentara AS yang mengikuti kompetisi militer di kota tersebut.  Itu berkembang cukup jauh, sampai analisis yang dibuat oleh seorang jurnalis investigatif, George Webb, mengaitkannya dengan seorang atlet balap sepeda sekaligus tentara wanita AS,  Maatje Benassi, sebagai pembawa virus ini.

Webb menghubungkan Maatje Benassi dengan saudaranya, Matthew Benassi, yang bekerja di Fort Detrick, sebuah laboratorium biokimia milik militer AS yang telah ditutup oleh CDC pada bulan Juli 2019.

Belakangan, sejumlah negara Timur Tengah, seperti  Iran dan Pakistan, ikut menuding itu adalah senjata biologis yang dikembangkan oleh AS.
Teori konspirasi lain,  muncul tudingan terhadap Bill Gates lantaran lima tahun lalu bos Microsoft itu pernah meramalkan dunia bakal dihantam wabah virus.

Tudingan itu terdengar masuk akal gara-gara orang terkaya dunia itu terlibat pengembangan antivirus Covid-19. Belum lagi dugaan bahwa vaksin  itu akan disuntikkan bersamaan dengan chip berukuran nano untuk mengontrol setiap orang dan untuk mengontrol populasi dunia.  Soal micro chip ini juga merupakan isu lama, bahkan video implant chip ke tubuh manusia sudah sejak lama beredar luas di jagad maya.

Dengan segala teori konspirasi itu, yang belum satupun terbukti atau setidaknya diyakini secara ilmiah, kita tidak bisa menampik ancaman perang biologi. Tahun 2001 pernah ada kasus serangan anthrax melalui surat yang menyasar target-target khusus. Kasus yang kemudian terkenal dengan  Amerithrax.

Bio-weapon juga telah dikembangkan oleh sejumlah negara di dunia.  Sebut saja Rusia, yang kemudian fasilitas pengembangan senjata  biologisnya hancur pada tahun 1979, menewaskan ribuan orang karena penyakit anthrax.  

Sejarah juga mencatat penggunaan senjata biologi di masa lalu. Misalnya  pada tahun 1942 ketika Jepang menghajar China dengan menyebarkan kuman penyakit seperti kolera, tipus, dan anthrax dalam perang Zhejiang-Jiandgxi. Ini kemudian diadili sebagai kejahatan perang di Pengadilan Kejahatan Perang Khabarovsk.

Atau catatan sejarah yang lebih lama soal penaklukan Amerika Utara oleh bangsa Eropa dari tangan penduduk asli Indian pada abad 18. Ketika itu, tentara Inggris disebut memberikan hadiah selimut dan sapu tangan yang telah direndam dalam kuman cacar. Bahkan jauh sebelum itu, manusia sudah belajar menggunakan racun yang dioleskan pada mata panah untuk membunuh lawan atau hewan.

Sehingga, asal-usul virus corona baru penyebab Covid-19 ini masih merupakan pertanyaan terbuka. Belum ada satu ahli pun yang mampu membantah secara tegas dengan bukti-bukti ilmiah tak terbantahkan. Demikian pula sebaliknya.

Apalagi sampai saat ini pasien 0 (nol) Covid-19 tidak terlalu jelas siapa orangnya.  Muncul nama Ny Wei Guixian, 57 tahun, tetapi ini pun masih menjadi pertanyaan besar, mengingat sebelum terjadi ledakan kasus di Wuhan, ada laporan di Lombardy, Italia,  bahwa ada penyakit “pneumonia aneh” yang memiliki gejala sangat mirip dengan Covid-19.  Wilayah ini kemudian menjadi salah satu yang terparah di Eropa.

 Dunia Tidak Siap

Lihat betapa berbahayanya SARS-CoV-2 yang terus-menerus bermutasi. Kabar terakhir virus ini sudah bermutasi menjadi 30 varian. Cara penularannya pun begitu menakutkan sehingga membuat hampir seluruh manusia di planet ini harus terkurung di dalam rumah mereka.  

Lepas, apakah  SARS-CoV-2 sengaja diciptakan sebagai senjata biologi atau bukan, ini jelas menunjukkan bahwa tidak ada negara di dunia yang siap menghadapi serangan senjata biologi. Bahkan AS dan Eropa babak belur dibuatnya. Terbukti sejauh ini AS dan Eropa yang paling terpukul oleh pandemi ini.

Pandemi ini menunjukkan bahwa dunia kekurangan alat pelindung diri (APD) bagi para petugas medis. Dunia kelabakan ketika permintaan masker tiba-tiba melonjak. Dunia kekurangan ventilator untuk pasien kritis. Dunia kekurangan tempat tidur, kekurangan tenaga media (dokter-perawat), kekurangan dokter spesialis, dan banyak lagi. 

Jika harus menyebut satu negara yang cukup siap, itu adalah Vietnam. Negeri ASEAN ini terbukti – setidaknya dari laporan resmi -  tidak menderita satu kematianpun dan hanya mencatat 200-an kasus infeksi. Itu keberhasilan karena tanggapan cepat, menahan wabah lebih dini dibanding hampir semua negara di dunia.   

Maka, apabila pandemi ini adalah sebuah perang biologi, maka pembuatnya sudah cukup sukses menjungkalkan seisi dunia.  Meski dengan angka kematian – sejauh ini -  yang masih jauh di bawah wabah Flu Spanyol 1918  (sekitar 50 juta kematian), namun dampak ekonominya sangat dahsyat! Sampai-sampai harga minyak mentah pun melorot hingga minus 40 dolar AS per barel.

Inilah sesungguhnya senjata yang paling berbahaya. Serangannya senyap dengan daya rusak melebihi senjata nuklir, tetapi memiliki keunggulan utama: murah meriah.

Bahkan, jikapun ini bukan perang biologi, atau bukan sesuatu yang disengaja, ancaman itu tetap ada. Ancaman serangan virus sangat mungkin dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris atau bahkan oleh orang bodoh yang kemudian menciptakan malapetaka.

Ahli Ebola, Karl Johnson, pernah memperingatkan bahwa suatu ketika, orang akan menemukan gen untuk menularkan kuman melalui udara untuk menciptakan wabah influenza, Ebola, Lassa, atau wabah lainnya.

Bisa saja ada orang bodoh dengan peralatan senilai beberapa ribu dolar dan bermodal pengetahuan biologi dari perguruan tinggi, dapat memanfaatkan serangga sebagai agen virus Ebola lalu melepasnya berkeliaran di taman untuk menulari orang-orang.

Itulah bahayanya rekayasa  genetika. Ancaman paling berbahaya yang pernah dihadapi manusia, karena memungkinkan siapa pun untuk mengubah strain kuman biasa menjadi senjata mematikan.

Tidak seperti senjata nuklir yang membutuhkan material mahal, banyak syarat keamanan, dan dijaga superketat, biohacker bisa mendapatkan kuman dari mana saja. Dan tidak seperti teroris nuklir, yang hanya bisa melepaskan satu tembakan untuk menghasilkan kehancuran, bom biohacker dapat menyalin dirinya sendiri berulang kali sambil terus membunuh manusia serta berdampak sangat luas dan berkepanjangan.

Lantas, apa yang harus dilakukan oleh umat manusia?  Tidak ada pertahanan sempurna menghadapi serangan kuman di masa depan.
Fakta bahwa aktor tunggal juga bisa menciptakan virus mematikan, artinya hanya ada satu langkah utama untuk menahannya sebelum kemudian mengalahkannya.

Itu adalah membangun infrastruktur kesehatan yang memadai dan menjamin kesehatan populasi. Kemudian pendanaan yang memadai bagi para ilmuwan agar bisa terus-menerus melakukan penelitian untuk pengembangan vaksin.

Dunia hari ini yang mampu melawan beragam wabah mematikan seperti cacar, demam berdarah dengue,  TBC, dan sebagainya, adalah hasil dari riset para ilmuwan.

Kemudian fakta yang kita lihat dalam pandemi hari ini, dimana masyarakat seperti baru sadar bahwa menjaga kesehatan tubuh adalah modal besar melawan virus. Fakta menunjukkan bahwa ada jutaan orang terinfeksi tetapi ada lebih banyak yang selamat dari kematian karena memiliki imunitas yang ditopang oleh kesehatan tubuh yang lebih baik.

Bahkan, jika riset bahwa vaksin BCG (untuk TBC) berpengaruh terhadap ketahanan tubuh melawan virus corona (dengan membandingkan populasi penerima vaksin BCG dan yang menolak),  maka perlu kampanye lebih luas  lagi soal kesadaran menjalani vaksinasi agar dunia lebih siap ketika wabah datang.

Sekali lagi, apakah virus corona lahir dari kejahatan atau sebuah kebetulan, dia telah menjadi musuh tak terlihat yang bersembunyi di antara kita, berkembang biak secara rahasia, menanam bom waktu dalam tubuh kita, dan kita bahkan belum benar-benar memahami apa yang sedang menimpa umat manusia.

Pada akhirnya, jika umat manusia tidak siap, mungkin sekali kelak kita tidak berakhir  oleh ledakan nuklir, tetapi hanya dengan sebuah batuk kecil atau semburan bersin seseorang.(*)

Sumber: Diolah dari SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun