Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Semoga Kita Tak Salah Pilih Pemimpin di Hari Antikorupsi

9 Desember 2015   16:02 Diperbarui: 9 Desember 2015   16:18 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi surat suara (eddymesakh)"][/caption]

KETIKA artikel ini ditulis, para pemilik hak suara telah selesai menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan Kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) serentak gelombang pertama, Rabu 9 Desember 2015, di 264 daerah.  Mestinya ada 269 daerah terdiri atas sembilan provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten yang menggelar Pilkada hari ini. Tetapi karena sejumlah alasan, pesta demokrasi di lima daerah tertunda. Lima daerah tersebut adalah Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Fakfak (Papua), Kabupaten Simalungun, Kota Pematangsiantar (Sumatera Utara), dan Kota Manado (Sulawesi Utara).

Guna mendongkrak partisipasi pemilih, Pemerintah pusat menetapkan 9 Desember 2015 sebagai hari libur nasional. Entah lebih banyak pemilik suara menggunakan haknya atau golongan putih lebih dominan. Tetapi yang menarik bagi saya adalah, pemilihan waktu Pilkada serentak hari ini bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia.

Seperti kita tahu, tanggal 9 Desember 2003 disepakati sebagai Hari Antikorupsi Internasional karena bertepatan dengan Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa Bangsa  (United Nations Convention Against Corruption) di Meksiko yang bertujuan memerangi korupsi di seluruh dunia. 

Lantas, siapa sosok pasangan calon yang telah kita coblos gambarnya di bilik suara, beberapa jam yang lalu?  Seperti apa mereka? Entah calon petahana, entah muka baru, tentu alasan kita menjatuhkan pilihan lantaran mengenal sosok-sosok itu. Apakah kita mengenal mereka karena memiliki hubungan kekerabatan, kenal dekat, tahu sosoknya dari media massa, atau sekadar mendengar cerita tentang sosok-sosok itu. Dari situ kita mengetahui sepakterjang sang calon; entah baik entah buruk (bukan soal rupa), entah bersih entah kotor (bukan soal penampilan), pura-pura agamis padahal preman, dan entah berprestasi entah tidak (bukan hasil pencitraan).

Pilih pemimpin memang rada-rada sulit. Ini bukan memilih buah atau sayuran di mana cukup dengan mata telanjang terlihat rusak, busuk, atau ada bagian yang rusak dimakan ulat. Para calon pemimpin itu, apalagi sosok politisi kawakan, pandai mengecoh akal sehat kita. Wajahnya terpampang di baliho-baliho besar di pinggiran jalan dengan tampang ganteng/cantik sambil tersenyum manis memamerkan gigi putih mengkilap (padahal aslinya bergigi kuning). Slogannya pun macam-macam; pemimpin tegas berwibawa, antikorupsi, cerdas, baik hati dan tidak sombong :D Padahal aslinya suka memperkaya diri atau kolega/kelompok, maling, dan ketika berkuasa dia tak malu-malu mempraktikkan kleptokrasi.  Anda tahu kan, sekarang bukan zamannya lagi bermain “di bawah meja”. Kalau perlu, mejanya pun dibawa sekalian! Hahahahahaha.....!

Sulit menemukan sosok sempurna bak malaikat, tetapi tentu saja ada yang terbaik di antara barisan terburuk. Dan, karena kita masih hidup di Republik Indonesia, maka isu yang mengemuka di sini adalah calon pemimpin itu harus sosok antikorupsi. Itu syarat minimal yang harus dipenuhi! Apalagi di tengah hiruk-pikuk prosesi Pilkada serentak kali ini, di hadapan kita tersaji hidangan “papa minta pulsa” dan  akrobatik politik para wakil rakyat demi membela “PAPA”. Padahal baru beberapa bulan lalu kita pilih mereka sebagai “penyambung  lidah” di Senayan.

Mengenaskan sangat bila kita jatuh di lubang yang sama karena memilih calon (maaf) brengsek menjadi pemimpin di daerah kita masing-masing.  Apalagi jika Anda memilih sosok itu lantaran dapat imbalan selembar dua lembar saham, eh rupiah.

Jadi, apakah gambar wajah yang Anda coblos persis di Hari Antikorupsi Sedunia ini - yang jika meraih suara mayoritas – bisa tampil sebagai pahlawan antikorupsi setidaknya di daerahnya masing-masing? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun