Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Ruang Publik Itu Hanya Sebuah Jembatan

27 September 2015   22:17 Diperbarui: 27 September 2015   22:47 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Area yang sengaja disediakan Pemerintah Kota Batam agar masyarakat/pengunjung bisa selfie dengan latar belakang Jembatan Barelang. (Foto:Eddy Mesakh)"][/caption]

ANDA pernah ke Batam? Ada ungkapan di kota industri ini berbunyi; “Belum ke Batam bila belum sampai Jembatan Barelang”. Tak heran masyarakat dari daerah lain ketika berkunjung ke Batam hampir selalu meminta diantar ke jembatan tersebut. Jika Anda punya teman di dunia maya yang baru saja dari Batam, coba tengok akun media sosialnya, hampir dipastikan dia memajang fotonya sedang mejeng di Jembatan Barelang.

Sebagai landmark Kota Batam, Jembatan Barelang (Barelang Bridge) sekaligus ruang publik yang terbuka bagi siapa saja, dari mana saja, dan tidak dipungut bayaran. Jembatan ini selalu ramai dikunjungi wisatawan, baik masyarakat lokal, warga dari daerah lain, maupun wisatawan asing. Pengunjung bisa mencapai ribuan orang, apalagi pada hari libur. Bahkan pada malam pergantian tahun (tahun baru Masehi), pemerintah harus mengerahkan petugas dari kepolisian untuk menghalau pengunjung yang membludak lantaran khawatir jembatannya ambruk.

Saking populernya jembatan tersebut, banyak oleh-oleh khas Batam menggunakan logo jembatan yang dibangun saat Bacharuddin Jusuf Habibie menjabat Ketua Otorita Batam. Jembatan ini juga dipilih sebagai logo atau ikon Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Jembatan ini pula menjadi logo kampanye Visit Batam ketika diluncurkan tahun 2010 silam.

Warga Batam akrab menyebutnya Jembatan I (satu) Barelang, singkatan dari Batam, Rempang, dan Galang. Sebenarnya ada enam jembatan, yakni Jembatan Tengku Fisabilillah (Jembatan I – populer disebut Jembatan Barelang), Jembatan Nara Singa (II), Jembatan Raja Ali Haji (III), Jembatan Sultan Zainal Abidin (IV), Jembatan Tuanku Tambusai (V), dan Jembatan Raja Kecil (VI). Enam jembatan tersebut menghubungkan Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru.

Apa istimewanya jembatan lengkung type cable stayed bridge ini sehingga orang-orang begitu tertarik plesiran ke sini? Jembatan Barelang hanya sepanjang 385 meter, kalah jauh dari Jembatan Suramadu di Jawa Timur yang mencapai lebih dari 5,4 kilometer. Tapi, tentu saja kita tak bisa membandingkannya seperti itu. Saya yakin jembatan ini tidak dibangun untuk kepentingan pariwisata. Tetapi Jembatan Barelang menarik karena telah menjadi destinasi wisata dengan sendirinya sejak pertama kali dibuka tahun 1997 silam. Berdiri di atas Jembatan Barelang, Anda disuguhi pemandangan nan indah. Air laut membiru di bawahnya dan dipermanis oleh pulau-pulau kecil nan cantik di sekitarnya. Melalui jembatan ini pula pengunjung bisa melanjutkan perjalanannya ke lokasi-lokasi wisata pantai yang terdapat di pulau-pulau yang telah terhubung hingga bekas Kamp Pengungsi Vietnam di Pulau Galang.

Sebagai ruang publik

Telah menjadi destinasi wisata penting di Kota Batam, maka pada tahun 2011 pemerintah kota pun melakukan penataan dengan membangun sejumlah fasilitas pendukung sebagai sebuah obyek wisata. Pemerintah menyediakan area parkir seluas 4.735 meter persegi yang dapat menampung  148 kendaraan roda empat, 190 sepeda motor, dan 20 unit bus. Di sana juga tersedia mushola, pusat informasi wisata, plaza dengan sebuah panggung di tengahnya, serta area berfoto dengan latar belakang Jembatan Barelang. Pantai Dendang Melayu di sisi kiri jembatan pun ikut dibenahi sehingga kini pengunjung yang datang tak sekadar memandang jembatan tetapi sekaligus rekreasi di pantai. Bagi yang hobi memancing, bisa sekalian membawa peralatan agar bisa memancing dari atas jembatan maupun dari bibir pantai.

Jembatan Barelang telah berfungsi dan memenuhi syarat sebagai sebuah ruang publik, terutama bagi warga kota industri yang sehari-hari penat oleh kesibukan kerja dan bisnis. Dia menjadi oase bagi warga kota untuk melepas penat, bertemu, dan berinteraksi dengan sesama dalam area terbuka yang dapat diakses secara bebas oleh siapapun tanpa mengenal strata sosial.

Telah menjadi ruang yang responsif karena pemerintah telah menjawab kebutuhan masyarakat yang berkunjung ke sana. Fasilitas yang disediakan tentu bertujuan untuk mendukung aktivitas publik dan memberi kenyamanan kepada mereka. Dia juga memenuhi syarat demokratis karena tidak membatasi atau mengkhususkan siapa saja yang boleh berkunjung. Serta menjadi area yang bermakna karena dengan berkunjung ke Jembatan Barelang, masyarakat mendapatkan manfaat psikis seperti menjadi gembira, memiliki kenangan yang diabadikan melalui foto-foto, dan mungkin saja ada muda-mudi yang memperoleh pasangannya di tempat wisata tersebut.

Kritik ‘kecil’ untuk Pemerintah Kota Batam dalam kaitannya dengan Jembatan Barelang sebagai ruang publik adalah belum tertata baiknya pada pedagang kaki lima yang mendirikan lapaknya persis di ujung jembatan pada sisi Pulau Tonton. Keberadaan lapak PKL persis di mulut jembatan berdampak pada kemacetan arus lalu lintas yang hendak balik ke Batam. Kemacetan juga diakibatkan oleh para  pengunjung yang memarkir kendaraan di tengah jembatan serta banyaknya para PKL menggunakan becak motor seringkali memenuhi badan jalan di tengah jembatan. Perlu ketegasan pemerintah untuk menertibkan persoalan tersebut.

Sedangkan bagi masyarakat/pengunjung, diharapkan kesadarannya untuk tidak memarkir kendaraan di tengah jembatan dan tidak membuang sampah sembarangan, termasuk tidak boleh membuang sampah plastik ke laut di bawah Jembatan Barelang, serta ikut menjaga lingkungan dan fasilitas publik yang ada. Patut disadari bahwa ruang publik di sebuah kota, misalnya, merupakan bagian dari habitat manusia yang berdiam di kota itu. Para pemangku kepentingan publik telah bersusah payah menyediakannya bagi kita, maka kita pun harus mengambil peran dan tanggungjawab, minimal tidak merusak fasilitas yang ada agar tetap menjadi habitat yang layak bagi manusia. Ingat, ruang publik bukan untuk Anda seorang, tetapi untuk semua orang. 
Public spaces for all! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun