HARIAN KOMPAS edisi Selasa 23 Juni 2015 mengangkat berita utama berjudul “1.918 Anak Menderita Gizi Buruk di NTT”. Sub judulnya; 11 Anak Balita Meninggal. Sementara portal berita Kompas.com, dalam beberapa hari terakhir melaporkan tentang bencana kelaparan yang dialami dua kecamatan - Amanuban Selatan dan Kualin - di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Berita-berita itu menghebohkan masyarakat NTT dan menjadi bahan diskusi cukup serius di sebuah grup media sosial yang dikelola seorang anggota DPRD NTT. Isu tentang masyarakat kelaparan kemudian “terpaksa makan putak” ditanggapi beragam. Pasalnya, makan putak tak selamanya karena kelaparan.
Putak gewang yang belakangan lebih banyak dijadikan pakan ternak (sapi, babi, dan kambing), sebenarnya merupakan bahan pangan alternatif sebagian masyarakat NTT. Putak yang berasal dari empulur pohon gewang diolah menjadi tepung sagu, sama dengan sagu dari pohon aren atau pohon sagu. Sehingga dinilai kurang tepat bila orang makan putak lantas dianggap karena kelaparan.
“Putak itu makanan manusia juga. Masyarakat di TTS bahagian selatan lagi tenang-tenang saja. Kami sudah terbiasa dengan kesusahan, namun beberapa media sedih dengan kesusahan kami, jadi ini sudah dibuat booming isu,” tulis Pdt Jefri Wattileo.
Kendati begitu, mayoritas netizen sepakat bahwa masyarakat yang dilanda bencana kelaparan, sebagaimana dilaporkan Kompas.com, benar adanya. Sebab daerah-daerah tersebut memang sering dilanda bencana kelaparan akibat kekeringan ekstrem saat kemarau panjang. Sementara ketika musim hujan, daerah mereka dilanda banjir bandang. Kalaupun tidak kebanjiran, minimal tanaman pangan di kebun dan ladang mereka mati akibat tergenang saat musim hujan.
Netizen Marthen Djakadana menulis; “Sebelum presiden makan, ajak dulu bupati dan wakil bupatinya, anggota DPRD dan gubernurnya untuk makan putak.”
Artikel terkait: Ajak Jokowi Makan Putak: Warga TTS “Sindir” Pemerintah NTT
Gizi buruk
Harian KOMPAS melaporkan, sebanyak 1.918 anak di Nusa Tenggara Timur menderita gizi buruk selama Januari-Mei 2015. Tercatat 11 anak berusia di bawah lima tahun meninggal akibat gizi buruk. Selain itu, masih ada 21.134 anak balita yang mengalami kekurangan gizi.
Koran terbesar di Tanah Air itu mengutip Kepala Seksi Perbaikan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Timur (NTT) Isbandrio, di Kupang, Senin (22/6/2015), bahwa penderita gizi buruk dialami keluarga miskin yang tinggal di wilayah terpencil dan pedalaman. Mereka sulit dijangkau kendaraan bermotor karena ketiadaan jalan. Pemahaman ibu terhadap gizi pun sangat rendah. Itu diperparah dengan kemarau panjang yang terjadi sejak tahun 2014 sehingga banyak petani gagal panen.