Telah banyak intervensi, namun sampai hari ini kondisinya tak kunjung membaik. Faktanya hari-hari ini kita mendapat kabar (lagi) tentang bencana kelaparan di sana. Apa/siapa yang salah?
Ajak Jokowi
Sekarang, rakyat di Kecamatan Kualin dan Kecamatan Amanuban Selatan, sebagaimana laporan Kompas.com, berharap Presiden Jokowi mengunjungi mereka sekaligus diajak ikut menikmati pakan ternak yang mereka konsumsi. Warga setempat mengaku telah memperoleh informasi bahwa Jokowi akan berkunjung ke NTT pada Juli 2015. Diharapkan Jokowi menyempatkan diri singgah di daerah mereka. Warga yakin, jika Jokowi datang langsung, semua persoalan mereka akan teratasi.
Harapan dan ajakan itu bisa dimaknai secara harfiah tetapi juga bermakna sindiran terhadap pemerintahan setempat, baik Pemerintah Kabupaten TTS maupun Pemerintah Provinsi NTT. Ke mana Bupati dan Wakil Bupati TTS Paul Mella – Obed Naitboho dan Gubernur-Wagub NTT Frans Lebu Raya – Benny Litelnoni, sehingga seorang presiden harus turun tangan langsung? Untuk apa ada jenjang pemerintahan pusat-daerah jika semua persoalan di daerah harus diselesaikan oleh presiden? Lagi pula, Jokowi bukan tukang sulap yang cukup baca mantra, sim salabim, lantas semua persoalan beres dalam sekejap.
Kondisi masyarakat tersebut sudah sampai ke telinga Jokowi. Sudah dibahas dalam rapat kabinet, lalu Jokowi mengutus Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa ke lokasi. Khofifah datang membawa bantuan berupa 24 ton beras, 12 karung ikan kering, 800 dus mie instan, 24 dus kecap manis, dan 21 dus minyak goreng.
Mensos sudah turun langsung, tetapi kabar yang beredar, Khofifah dibawa ke Desa Noemuke yang tidak mengalami bencana. Seorang anggota DPRD NTT asal TTS, Jefry Banunaek, terang-terangan mengkritik hal ini. Dia menduga pemerintah provinsi maupun kabupaten sengaja menutup-nutupi kondisi riil rakyat dari pemerintah pusat.
Selain bantuan darurat dari Mensos, kabarnya Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum akan memberikan bantuan seperti pembuatan sumur bor, embung, dan irigasi. Hemat Penulis, inilah bantuan yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat di lokasi bencana tersebut. Pemerintah dan masyarakat setempat juga perlu memperbaiki/menanam kembali hutan-hutan yang telah digunduli di sekitar kawasan tersebut agar selain mencegah banjir, juga sebagai cadangan air.Â
Sebagaimana gambaran di atas, masyarakat di dua kecamatan itu berada di dataran rendah (sekitar 5 meter dpl), kawasannya datar, dikepung beberapa sungai, sehingga rawan diterjang banjir bandang. Sedangkan di musim kemarau senantiasa dilanda kekeringan. Pembangunan embung dan irigasi diharapkan bisa mengurangi dampak banjir sekaligus mengalirkan air dari sungai-sungai yang ada ketika kemarau. Dengan begitu tanaman pangan masyarakat tidak kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran/tergenang air di musim hujan.
Pernah ada rencana proyek besar di kawasan tersebut berasal dari bantuan JICA (Japan International Coorporation Agency) sekitar tahun 2001 atau 2002. Proyek tersebut rencananya akan mencetak sawah baru seluas kurang lebih 36 ribu hektare, lengkap dengan sarana irigasi. Seingat Penulis, ketika itu ada rencana relokasi masyarakat yang bermukim dalam area terkena proyek, tetapi ada penolakan lantaran perbedaan pandangan mengenai besaran ganti rugi. Pun sebagian masyarakat enggan direlokasi karena telah memiliki kebun kelapa yang telah berproduksi.
Entah sampai di mana kabar proyek bernilai milyaran rupiah tersebut.. (*)
Â