Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Find Angeline-Bali's Killed Child

24 Juni 2015   01:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:55 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa perlu didramatisir, kisah hidup Engeline sampai nyawanya dicabut paksa, sangat memenuhi syarat untuk difilmkan. Telah memiliki "skenario". Komplit! Akting para pelakon sangat sempurna mengaduk-aduk emosi publik. Kita marah, memaki-maki, melontarkan kutukan. Kisah pilu Engeline membuat kita sulit membedakan dunia nyata dengan film/sinetron. Kalau biasanya film/sinetron mengadopsi kehidupan nyata kemudian didramatisir, kini mulai tampak terbalik; kehidupan nyata sedang meniru drama dari film/sinetron.

Naik turun kisah hidup hingga kematiannya lebih dramatis dibanding film ataupun sinetron. Hanya berstatus anak angkat tiga hari setelah dilahirkan. Orangtua kandung yang hanya seorang pembantu rumah tangga terpaksa menyerahkannya lantaran tak mampu membayar biaya persalinan. Sempat menikmati kasih sayang yang singkat – terlihat melalui foto-foto yang disebarkan keluarga angkatnya.

Setelah dikabarkan hilang, jasadnya ditemukan, kita baru tahu Engeline hidup dalam penderitaan. Dipaksa berjalan kaki ke sekolah enam kilometer sehari, dipaksa bekerja, disiksa secara fisik, dipukuli, dan tidak diberi makanan yang layak, lapar sehingga terpaksa melahap kue sesajen di Pura dekat rumahnya. Lalu.... dibunuh!

Hukum menuntut bukti kuat dan sahih, tapi kita mampu merasakan drama telah dimainkan oleh orang-orang di sekeliling kasus ini. Ada pengakuan sosok yang telah ditetapkan tersangka tapi diragukan, pengakuan dan keterangan tersangka selalu berubah-ubah. Ada bantahan meragukan dari orang-orang dekat korban, ada tangisan pura-pura dan airmata buaya, sampai pernyataan ragu-ragu dari para praktisi dan penegak hukum.

Faktanya Engeline meninggal secara tragis oleh perbuatan sadistis orang dewasa. Jasadnya dilempar ke dalam lubang seperti mengubur bangkai binatang. Mereka membantah tetapi ‘para’ saksi bisu berupa bukti-bukti forensik tak bisa berbohong. Banyak memar, bekas jeratan tali pada leher, sundutan rokok, luka di sekujur tubuh kerempengnya, dan bercak darah tercecer di tempat kejadian perkara. Sampai sekarang belum jelas betul siapa sebenarnya pembunuh gadis cilik ini. Kita belum menemukan jawaban tepat untuk beberapa pertanyaan pada alinea keempat di atas.

Kasus ini masih bergulir. Tapi seperti halnya kematian Arie Hanggara, kematian Engeline sekali lagi menjadi momentum bagi negara ini untuk tidak abai terhadap hak-hak anak dengan melahirkan instrument hukum yang lebih protektif terhadap para calon penerus bangsa. Kita sadar bahwa ternyata ada jutaan anak Indonesia hidup dalam kerentanan akibat perilaku menyimpang orang dewasa, bahkan orang-orang terdekat jutaan anak itu. (*)

Keterangan Foto: Mendiang Angeline (Engeline) semasa hidup bersama Margriet Megawe, ibu angkatnya (Sumber: facebook)

ARTIKEL TERKAIT: Catatan Kontras Kornelis Langu dan Agustinus Tai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun