Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gunakan Air Limbah untuk Bayar Tagihan Rekening Air

30 April 2015   03:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:32 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_363569" align="aligncenter" width="567" caption="Aneka sayuran di "][/caption]

SETIAP rumah pasti menghasilkan air limbah berupa buangan air mandi, cuci, dan sebagainya. Sayang bila air limbah tersebut terbuang ke selokan lalu mengalir entah ke mana tanpa manfaat sama sekali. Padahal, jika mau memanfaatkannya, air limbah itu bisa mengembalikan pengeluaran tagihan air keluarga Anda. Tidak percaya? Mari kita buktikan berdasarkan pengalaman pribadi saya!

Di belakang rumah, tepatnya rumah toko kami di Batam, Kepulauan Riau, masih tersisa lahan seluas kira-kira 8x10 meter. Karena memiliki hobi berkebun, dalam tiga tahun terakhir, sejak 2012, lahan tersebut saya gunakan untuk berkebun. Saya menyebutnya “kebun mini” dan menanami aneka jenis tanaman sayuran secara tumpang sari, seperti sawi, kangkung, pare, cabe, terong, mentimun, kacang panjang, dan lainnya. Tentu setiap jenis tanaman hanya dialokasikan sedikit lahan.

Lantaran merupakan pulau kecil dengan lahan terbatas dan lebih diutamakan untuk industri, bisnis, dan permukiman, maka nyaris tak ada area yang dialokasikan untuk lahan pertanian. Sebenarnya ada area tertentu di Pulau Rempang dan Galang  yang sementara ini dikelola sebagai lahan pertanian, namun hasilnya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan kota berpenduduk hampir 1,5 juta jiwa ini. Sehingga kebutuhan sayuran di Batam umumnya dipasok dari luar pulau maupun diimpor dari luar negeri. Akibatnya pada waktu-waktu tertentu, harga sayuran bisa tak masuk akal jika dibandingkan harga di daerah lainnya di Indonesia. Bayangkan, harga kangkung, sawi, bayam terkadang mencapai 15 ribu per kilogram. Apalagi harga cabai yang sering melambung tinggi, terutama pada hari-hari besar keagamaan.

[caption id="attachment_363570" align="aligncenter" width="490" caption="Air limbah rumah tangga kami tampung dalam lubang seperti ini untuk kemudian digunakan menyiram sayuran. (foto:eddy mesakh)"]

1430339556355350494
1430339556355350494
[/caption]

Saya sendiri tak terlalu khawatir ketika harga sayuran melambung tinggi, sebab sekitar 50 persen kebutuhan sayuran bisa dipenuhi dari kebun mini tersebut. Asal tahu, seisi rumah kami berjumlah 12 orang, tiga di antaranya anak-anak. Dengan jumlah jiwa sebanyak itu, rata-rata pengeluaran untuk belanja kebutuhan dapur berkisar antara Rp 500 ribu – Rp 700 ribu sebulan. Tetapi dalam tiga tahun terakhir kami bisa menekan pengeluaran tersebut hingga 50 persen atas “bantuan” kebun mini” 8x10 meter di belakang ruko itu tadi. Kami bisa berhemat sekitar Rp 300 ribu – Rp 400 ribu sebulan. Nilai penghematan ini setara dengan tagihan rekening air kami setiap bulan.

Lalu, apa hubungannya?

Tanaman-tanaman tersebut harus disiram setiap hari, setidaknya sekali sehari. Jika seluruhnya disiram menggunakan air keran tentunya sangat boros sekaligus merampas sebagian hak para tetangga maupun warga kota lainnya untuk menikmati air bersih. Apalagi sumber air baku di Pulau Batam hanya bergantung dari air hujan yang ditampung ke dalam lima unit dam, masing-masing Dam Duriangkang, Mukakuning, Nongsa,  Sei Harapan, dan Sei Ladi. Agar bisa menghemat air, saya menggunakan air limbah rumah tangga untuk menyiram sayuran-sayuran tersebut.

[caption id="attachment_363572" align="aligncenter" width="560" caption="Air limbah tetangga yang terbuang ke selokan juga saya manfaatkan untuk menyiram sayuran. Perhatikan kondisi airnya, tak jorok kan? (foto: eddy mesakh)"]

14303397522144336598
14303397522144336598
[/caption]

Air limbah tidak langsung dialirkan ke selokan, tetapi ditampung pada sebuah lubang berdiameter satu meter dengan kedalaman sekitar satu meter. Lubang tersebut saya buat persis di tengah kebun. Dinding dan dasar lubang ini tidak disemen agar bisa sekaligus berfungsi sebagai sumur resapan. Alhasil kelembaban tanah di kebun mini saya cukup terjaga sehingga sangat mendukung pertumbuhan tanaman.

Rupanya air tampungan tersebut belum cukup, sehingga air limbah para tetangga yang melewati  selokan di belakang rumah kami juga saya manfaatkan sekalian untuk menyirami tanaman saya. Selokan yang terbuat dari beton itu saya bersihkan agar bisa menampung banyak air. Agar airnya lebih bersih, pada sisi datangnya air agak saya tinggikan menggunakan batu dan pasir sebagai bahan penyaring.

[caption id="attachment_363573" align="aligncenter" width="490" caption="Sawi hasil panen dari kebun mini kami. (foto:eddy mesakh)"]

14303400351157771277
14303400351157771277
[/caption]

Tapi, air limbah tersebut kan berbau dan jorok? Agar tidak mengotori sayurannya, proses penyiraman saya upayakan tidak mengenai daun alias disiram langsung ke bagian bawah/perakaran. Setelah penyiraman menggunakan air limbah, saya menyemprot daun tanamannya menggunakan air bersih dari selang. Penyemprotan ini sekadar untuk membersihkan sisa-sisa cipratan air limbah yang mengenai daun tanaman.

Nah, daripada air limbah rumah tangga terbuang sia-sia, lebih baik ditampung dalam sumur-sumur resapan yang bisa digunakan untuk menyiram tanaman di rumah Anda. Setidaknya kita memperoleh tiga keuntungan sekaligus; menghemat air, hasilkan aneka sayuran segar, dan menghemat pengeluaran dapur. Bukankah ini sama dengan mengalihkan anggaran pengeluaran kebutuhan dapur untuk membayar tagihan rekening air?  Selamat mencoba! (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun