Kemungkinan kedua, menurut Fadli, jika Jokowi-JK tidak didiskualifikasi, masih ada dua kemungkinan lain, yakni pemilihan suara ulang (PSU) di seluruh Indonesia atau setidaknya PSU di semua provinsi yang dipersoalkan pihaknya lantaran terindikasi kecurangan. Menurut Fadli, semua opsi itu masuk akal(nya) agar ada keadilan sehingga masyarakat tidak dirugikan. Sebab, kata Fadli, “Ini kan suara rakyat, ini suara riil, bukan suara dari pemilih siluman."
Walaupun bukti-bukti yang diserahkan Pemohon kepada panitera Mahkamah Konstitusi mencapai 2,5 juta lembar, namun apabila bukti-bukti tersebut tidak menjawab adanya kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif, maka dipastikan Mahkamah menolak permohonan Pemohon dan menyatakan Jokowi-JK tetap sebagai presiden-wapres terpilih periode 2014-2019 sesuai ketetapan KPU Nomor: 535/Kpts/KPU/Tahun 2014, yakni Jokowi-JK mendapat 70.633.576 suara (53,15 persen) dan Prabowo-Hatta 62.262.844 suara (46,85 persen), dengan selisih perolehan keduanya sebesar 8.370.732 suara.
Setelah itu, kita, seluruh rakyat Indonesia, sudah bisa kembali ke kehidupan normal sembari tetap memelototi kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Kita kembali menjadi ‘pengawas’ yang tidak kehilangan daya kritis apabila pemerintahan pasangan tersebut nantinya melenceng dari janji-janji mewujudkan Indonesia Baru yang lebih berkeadilan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H