Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kang Emil, Berapa Tarif Minimal Taksi di Bandung?

14 Januari 2015   16:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:10 5433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_346208" align="aligncenter" width="630" caption="Taman Balaikota Bandung, Jawa Barat. Bersih, indah, dan nyaman. (eddy mesakh)"][/caption]

SETELAH empat belas tahun, akhirnya saya kembali menginjakkan kaki di Tanah Pasundan. Sungguh menyenangkan, selama enam hari berkeliling sambil menikmati keindahan alam dan sejuknya udara, sekalian juga cuci mata memandang lalu-lalang para muda-mudi berbusana modis ala Paris van Java.

Luar biasa! Prabu Siliwangi pasti sangat bangga melihat kemajuan yang dicapai Jawa Barat, khususnya Kota Bandung. Taman kota juga lebih bersih, rapi, dan indah di tangan Walikota Ridwan Kamil atau akrab disapa Kang Emil. Saya juga berkesempatan melihat langsung Gembok Cinta di tengah taman dalam area Balaikota Bandung. Wah, gemboknya sudah banyak ya...

Secara umum, kami puas menikmati jalan-jalan di Bandung. Bisa belanja busana murah di Cihampelas dan Pasar Baru, beli sepatu dan sandal di Cibaduyut, hingga menikmati suasana malam yang meriah dan menyenangkan di atas hamparan rumput sintetis di Alun-Alun Kota, persis di depan Masjid Raya Bandung.

[caption id="attachment_346213" align="aligncenter" width="300" caption="Suasana malam di Alun-Alun Kota Bandung, depan Masjid Raya. Anak-anak sangat gembira bermain bola di atas rumput sintetis yang lembut. (eddy mesakh). "]

142120326785690507
142120326785690507
[/caption]

Tapi ada sedikit pertanyaan untuk Kang Emil mengenai tarif taksi. Selain menggunakan angkutan kota, kami juga menggunakan jasa taksi untuk bepergian di dalam Kota Bandung. Dua kali saya terlibat sedikit perdebatan dengan sopir taksi mengenai tarif, karena sang sopir menagih lebih dari angka yang tertera pada argometer.

Misalnya ketika kami menumpang taksi dari Hotel Perdana Wisata di Jl Sudirman ke Gedung Sate di Jl Diponegoro. Jarak antara dua titik itu tak sampai tiga kilometer dan waktu tempuhnya pun sebenarnya hanya beberapa menit. Pun hanya sedikit kemacetan di beberapa titik. Setibanya di Gedung Sate, argometer menunjukkan angka Rp 24 ribu sekian (tarif buka pintu Rp 7.000), tapi sopir taksinya menagih kami harus membayar Rp 30 ribu. Saya berdebat dengan sopir dan ngotot hanya membayar Rp 25 ribu. Si sopir terpaksa pergi setelah dihalau petugas Satpam, karena dia berhenti persis di depan pintu masuk Gedung Sate.

Kami mengalami hal serupa saat menumpang taksi lainnya dari depan RS Melinda di Jl Padjajaran menuju Bandung Indah Plaza (BIP) di Jl Merdeka. Tarif buka pintu Rp 7.000 dan jarak antara dua titik ini pun sebenarnya tak sampai dua kilometer dan bisa ditempuh dalam beberapa menit saja. Setibanya di BIP, sopir taksi menagih Rp 35 ribu, padahal argometer hanya menunjukkan angka Rp 19 ribu sekian. Ketika saya hendak mempertanyakannya, si sopir menunjukkan stiker yang tertempel di dashboard yang menunjukkan tarif minimal Rp 35 ribu. Terpaksa saya membayar sesuai permintaan sopir itu.

Saya mencoba berpikir positif bahwa mungkin itu merupakan aturan resmi yang berlaku di Bandung. Tapi ketika menumpang beberapa taksi lainnya, ternyata batasan minimalnya tidak seragam. Ada taksi yang mematok batas minimal Rp 25 ribu, Rp 30 ribu,  dan ada pula yang Rp 35 ribu. Mengapa batas minimalnya bisa berbeda-beda? Adakah aturan dari Pemko Bandung yang mengatur hal ini?

[caption id="attachment_346211" align="aligncenter" width="300" caption="Gembok Cinta di tengah Taman Balaikota Bandung. (eddy mesakh)"]

14212027921989035062
14212027921989035062
[/caption]

Lain lagi ketika menumpang taksi berargo dari Jl Sudirman menuju Bandara Husein Sastranegara. Takut terjebak macet, kami berangkat dua jam lebih awal. Pesawat take off sekitar pukul 11.00 WIB, kami beranjak dari hotel pukul 08.30. Perjalanan lancar hingga akhirnya mengalami kemacetan sebelum memasuki bandara. Argometer taksi menunjukkan angka Rp 34 ribu sekian saat berhenti di depan ruang keberangkatan. Saya membayar dengan selembar uang Rp 50 ribu, si sopir taksi hanya mengembalikan Rp 5.000. Saya Cuma bisa harap maklum dan langsung masuk gedung bandara sambil tersenyum kecut.

Sekembalinya di Batam, saya berusaha mencari informasi tentang aturan tarif taksi di Bandung, namun belum menemukan aturan mengenai batasan tarif minimun yang beraneka ragam seperti pengalaman pribadi di atas. Saya malah menemukan sebuah artikel menarik di Tempo.co mengenai penghargaan Taxi Award pada malam Tahun Baru.

Menurut berita itu, penghargaan diberikan kepada perusahaan taksi yang dinilai telah memuaskan penumpang. “Ini penghargaan pertama agar pelayanan taksi di Bandung menjadi lebih baik,” kata Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bandung, Kenny Dewi Kaniasari, kepada Tempo.

Penghargaan itu tentu sangat baik dan diharapkan ke depan perusahaan-perusahaan penyedia jasa taksi di Bandung berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik kepada para penumpang. Tapi ternyata masih ada juga perilaku para sopir taksi yang kurang berkenan sebagaimana pengalaman pribadi saya di atas. Tampaknya Kang Emil dan jajarannya harus bekerja lebih keras lagi untuk membangun kesadaran para sopir taksi di Paris van Java.

Dan, penutup cerita ini lebih hebat lagi. Saat tiba di Batam, kami juga menumpang taksi dari bandara ke rumah. Jaraknya tak sampai satu kilometer dan waktu tempuh tak sampai 10 menit – rumah kami di kawasan Botania Garden. Sang sopir mematikan argometer. Tahukah Anda berapa ongkos yang diminta sopir taksi di Batam? Rp 50 ribu! (*/eddy mesakh)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun