Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Nelayan Indonesia Jangan Egois

27 Februari 2015   03:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:26 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424958816242544941

[caption id="attachment_353090" align="aligncenter" width="504" caption="Seorang nelayan sedang memperbaiki pukat di atas perahunya di wilayah pesisir Kabupaten Bengkalis, Riau, Jumat (20/2/2015). (Foto: eddy mesakh)"][/caption]

SEJUMLAH nelayan di Jawa Timur mendesak Presiden Jokowi memecat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Para nelayan yang hanya berjumlah puluhan orang itu merasa Menteri Susi telah membatasi hak-hak mereka sebagai warga negara melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 1 Tahun 2015, yakni tidak boleh menangkap lobster (Panulirus), kepiting (Scylla), dan rajungan (Portunus pelagicus) dalam kondisi bertelur, serta Peraturan Menteri KP No 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets). (Kompas.com)

Penolakan terhadap dua peraturan itu juga disampaikan nelayan dari sejumlah daerah di Indonesia. Tampaknya wajar para nelayan tersebut melontarkan protes terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Susi, mengingat peraturan yang diterbitkannya telah mengganggu mata pencaharian mereka. Nelayan yang tadinya seolah melakukan penangkapan ikan secara legal, mendadak jadi ilegal, layaknya pencuri, yang harus ditindak.

Tetapi para nelayan, termasuk para pengusaha di sektor perikanan, perlu juga memahami tujuan dan maksud baik dikeluarkannya peraturan dimaksud. Pun, perlu pemahaman bahwa peraturan menteri tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan mengacu kepada peraturan yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

UU Perikanan memuat banyak pasal dan ayat terkait kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya. UU ini menegaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional berdasarkan Wawasan Nusantara, pengelolaan sumber daya ikan perlu dilakukan sebaik-baiknya berdasarkan keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan/atau pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan, serta terbinanya kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya. UU ini memberikan kewenangan kepada Menteri Perikanan untuk melakukan upaya-upaya menjaga kelestarian, menjamin keberadaan dan ketersediaan, dan meningkatkan keanekaragaman sumber daya ikan. Untuk tujuan tersebut, Menteri Perikanan diberi kewenangan untuk mengatur jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan hingga ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap.

Diterbitkannya dua Permen KP itu tak lain bertujuan menjaga kelestarian sumber daya perikanan agar bisa dinikmati dalam jangka panjang. Permen KP No 1/2015, Pemerintah tidak melarang sama sekali, melainkan membuat pembatasan penangkapan, yakni jangan menangkap lobster, kepiting (kepiting hijau), dan rajungan (sejenis kepiting laut), yang sedang bertelur. Sebab, tindakan tersebut sama saja membunuh ribuan calon lobster, kepiting, dan rajungan yang semestinya bisa dinikmati di masa mendatang. Pembatasan lainnya berdasarkan ukuran; lobster yang ditangkap harus berukuran di atas 8 centimeter, kepiting di atas 15 cm, dan rajungan di atas 10 cm.

Langkah pencegahan melalui peraturan tersebut juga telah mempertimbangkan kondisi di mana populasi ketiga jenis hasil perikanan tersebut terus menurun akibat penangkapan secara berlebihan tanpa memerhatikan kelestarian itu tadi. Ini dibuktikan dengan menurunnya angka ekspor tiga komoditas tersebut.

Demikian pula Permen KP No 2/2015 tentang larangan penggunaan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets). Kedua jenis pukat ini terbukti tidak ramah lingkungan dan sangat merusak ekosistem laut karena cara kerjanya menguras hampir semua isi lautan yang dilewatinya. Tak ada ikan (termasuk bibit) yang lolos ketika dilalui kedua pukat itu. Semuanya tersapu bersih, termasuk terumbu karang di dasar laut.

Pengalaman penulis, penggunaan kedua alat tangkap bernilai puluhan hingga ratusan juta rupiah itu oleh nelayan bermodal besar (atau dimodali pengusaha perikanan) telah menghancurkan penghidupan nelayan kecil yang hanya mengandalkan alat tangkap tradisional. Tak heran banyak nelayan kecil di pesisir Pulau Timor, NTT, semakin tak tertarik mengais rezeki di laut dan beralih menjadi tukang ojek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun