Mohon tunggu...
eddy lana
eddy lana Mohon Tunggu... Freelancer - Eddylana

Belajar menjadi tukang pada bidang yg dinamis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

HUT Kemerdekaan Hanyalah Sebuah Seremonial ??

21 Juli 2024   21:25 Diperbarui: 21 Juli 2024   22:06 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

     Desember 1948. Penyerangan tentara Belanda, mengebom lapangan terbang Maguwo dibarengi penerjunan pasukan payung dan menguasai Jogyakarta, Otomatis menggagalkan perjanjian Renville. 

    Segera, pimpinan TNI  yang saat itu adalah Jendral  Soedirman memerintahkan tentara Siliwangi untuk segera balik kembali ke Jawa Barat. Agar mengisi kantong-kantong perlawanan mereka kembali seperti semula dan siap mempertahankan wilayah Jawa-Barat sebagai wilayah RI kembali  seperti sebelum perjanjian Renville. 

     Sebelum Long-March, pasukan Siliwangi masih sempat memadamkan pemberontakan PKI Muso di Madiun. 

     Berbeda dibanding ketika mereka "hijrah" dari Jawa-Barat ke Yogyakarta, saat itu mereka masih difasilitasi tranportasi dan pengawalan dari pihak Belanda. Tetapi Long-March kembali ke Jawa-Barat adalah sebuah perintah rahasia langsung dari pimpinan tertinggi TNI, yaitu Jendral Soedirman. 

     Agar menjaga energi dan selamat sampai di Jawa-Barat , mereka diperintahkan untuk menghindari pertempuran dengan tentara Belanda. Konsekwensinya, para tentara Siliwangi diharuskan melewati jalan-jalan desa, melewati gunung, bukit, persawahan atau hutan bahkan menyeberang di arus sungai yang kala itu tepat jatuh di musim penghujan. 

     Bisa dibayangkan perjalanan puluhan ribu manusia yang menembus jalan desa, gunung, bukit sepanjang 600 kilometer.  para tentara dan keluarganya dengan peralatan dan persediaan seadanya, harus menempuh perjalanan sedemikian jauh. 

     Para isteri dan anak mereka yang masih kecil harus berjalan kaki diantara bahan makanan yang sangat minum dan terus menipis di tengah Long- March tersebut. 

     Banyak yang berkisah,  10 hari atau lebih mereka cuma makan apa yang ditemui di sepanjang perjalanan seperti umbi-umbian pisang, kelapa atau sejenisnya yang tumbuh liar, sebelum akhirnya mereka tiba di sebuah wilayah desa atau perkampungan.   Dimana seluruh penduduk desa akan bergotong-royong menyediakan apa kiranya yang dibutuhkan para pejuang dan keluarganya itu. 

    Ironisnya, ada para ibu yang melahirkan dalam long March itu terpaksa menyerahkan bayi yang baru bernafas itu pada penduduk desa setempat untuk dipelihara, mengingat situasi perjalanan yang akan ditempuh sangat lah berat dan sangat berisiko bagi Sang bayi. 

     Banyak cerita sedih terlontar saat mereka menyeberangi sungai Serayu atau sungai lainnya. Apalagi ditenggarai, mereka biasanya melakukan penyeberangan saat di malam hari. Mungkin untuk menghindari mata-mata Belanda,  padahal  bersamaan dengan itu sungai-sungai di antaranya sungai serayu dalam situasi deras akibat musim penghujan. 

     Sempat terjadi beberapa pertempuran, pesawat-pesawat tentara Belanda membombardir dan menembak, dan kejadian itu meledak di antara kerumunan orang banyak yang tengah dalam perjalanan. Tak terelakkan apabila ada korban yang berjatuhan akibat penyerangan pesawat tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun