Setting
Seorang lelaki muda baru tiba disebuah kedai kopi, dan saat itu isi warung cuma terisi seorang pria setengah baya yang tengah duduk dengan segelas besar kopi hitam yang masih me-ngebul-kan selapis uap tipis dipermukaan meja didepan nya. Wajah pria itu spontan berpaling pada lelaki muda yang baru muncul dan berniat menegurnya. Tetapi laki muda itu ternyata menyapanya terlebih dahulu.ÂA : Hallo bung Masdi, gimana kabarnya nih?Â
B : Hai Ipang, kemana aja kau? Dua minggu ini  kepalaku suntuk kali, tak ada lawan      ngomong yang bisa ku-ajak berdiskusi soal carut-marut situasi yang belakangan ini kurasa makin  edan. Kau pun mendadak menghilang macam hujan di musim kemarau."
A : Ah., biasalah bung, mengais nafkah buat keperluan rumah-tangga. "Â
B : Tapi lama kali kau lenyap, rasanya tak ada lagi kawan sepadan buat diskusi semacam ini selain kau di kampung ini. "
A : " Aku keluar kota bung, kompetisi mengais rezeki terasa makin ketat di kota ini, sehingga aku harus ber-inovasi dalam mencari peluang. Eh.. Kopi hitam sekarang bung?, pahit pula tampaknya? "
B : "Sudah seminggu ini ku campakkan kopi manis kesayanganku dan beralih pada kopi hitam pahit. Nurani ku memaksa untuk lebih melebur kedalam situasi Negeri yang terasa semakin konyol dan gamang. Dan warna hitam plus rasa pahit kupikir sangat cocok untuk mewakili perasaanku saat ini. "
A : Ha..ha..ha...filosofis banget bung, menghayati situasi politik yang semakin busuk dengan mengorbankan kenikmatan keseharianmu. "
B: itu risiko, jika kita merasa punya integritas maka harus berani menghadapi konsekwensi. Kalau melenceng, maka kita mudah terpikat dalam kehipokritan yang tendensius menjadi seorang Penjilat. Dan hal itu sangat menjijikan. "
A : Â Ha..ha..ha..jangan terlalu ekstrim dalam menilai bung, justru pandangan yang terlalu dalam itu bisa mengganggu karir dan kehidupan Anda. Bayangkan, sebagai ASN, bung kini tersudut di ruang kerja yang sama sekali tak punya peluang untuk naik jabatan ataupun sekadar mencari tambahan. Sebab kejujuran bung Masdi mengganggu " aktifitas " atasan plus rekan kerja. "
B : " Apa boleh buat ( tertawa kecil) , integritas dan komitmen membutuhkan pengorbanan. Dan ku terima dampak dari pengorbanan itu sebagai seorang warganegara yang baik.  Ketimbang ikut cawe-cawe yang pastinya merugikan Negara.  Makanya aku jadi kan profesi makelar yang aku jalani  belakangan ini sebagai penghasilan  ."
A : Mantap bung, ngomong-ngomong makelar apa tuh? "
B : Â Macam-macam jenis lah, mobil, rumah, motor atau apa aja lah. Yang penting bukan makelar politik, makelar dukung mendukung atau makelar jabatan. "
   Sejenak obrolan kedua pria itu terhenti, lalu serentet tawa kecil meletup-letup tersendat keluar dari mulut keduanya.Â
A : " Tetapi begini bung, sebelumnya maaf ya. Tapi kurasa aku harus mengeluarkan pendapatku tentang, apakah kita harus bergunjing terus soal carut-marut para penyelenggara Negara ini. "Â
B : " Mengapa begitu ( mengernyit sambil menatap penuh tanda tanya ), sudah jenuh? . "
A : Maaf ( sambil tersenyum), jangan menduga yang macam-macam. Aku bukan pengkhianat partai atau mereka yang mendadak jadi penjilat karena materi atau mengemis jabatan. "
B : " Maksudmu? "
A : " Begini bung, sejak kita berdua sering berbincang soal kejahatan para penyelenggara Negara ini. Belakangan ini aku merasa ada sesuatu yang mengganggu kesehatanku. "
B : " Mengapa bisa begitu?. "
A : " Begini, apa selama ini bung tidak pernah merasakan bahwa disaat  kita berbincang itu. Berbagai jenis kebobrokan dan kejahatan para pejabat dan tokoh yang kita obrolkan itu berkelindan dan mempengaruhi instrumen di otak kita, dan tanpa disadari hal itu punya efek samping yang mengganggu kesehatan kita. "
B : Â " Ah kau terlalu berandai-andai Ipang , masalahnya di mana sampai hal itu membuat kesehatanmu merasa terganggu?. "
A ; Nah sekarang aku mau cerita. Sebulan sebelum  menghilang kemarin, aku merasa mendadak kepala ku pusing. Sudah diberi obat cuma hilang sebentar dan pusing nya datang kembali. Setelah dua minggu tak kunjung sembuh, akhirnya terpaksa ke Puskesmas. Dan dokter mem-vonis ku mengidap tekanan darah tinggi. "
B : " Ha.. Ha.. Ha... Itu sih belum seberapa Ipang. Pastinya kau belum tahu kalau jantungku sebenarnya punya masalah..?" potong bung Masdi sembari terkekeh kecil.Â
A : " Serius..? "
B : " Dua rius malah.. Ha.. Ha.. Seminggu kemarin aku ke  dokter,  karena tubuhku mendadak terasa lemas dan tak bertenaga.  Kau tau hasilnya? Kata dokter cetak jantungku tak teratur, dan seperti kau. Aku pun diharuskan minum obat dan banyak istirahat. "
A : " Wow..itu bisa menjurus stroke  bung  ! "
B :  " Aku tahu, Dokter sudah menerangkan panjang lebar tentang risiko itu. Tapi aku tak setuju, bila kau mengaitkan penyakit itu sebagai dampak dari perbincangan kita  yang mengungkap kebobrokan di Negeri ini.Â
A : " Tapi.. "
B :" Tapi apa? Tokh lebih baik apabila rasa muak, marah, jengkel, kecewa, emosi dlsb nya itu dilepaskan saja. Malah kini aku jarang lagi terkena jantung berdebar itu. "
A : " Betul juga sih, setidaknya kita harus memuntahkan semua rasa yang menekan di diri kita. Jadi...?? "Â
B : " Jadi apa..??Ayo kita buka obrolan kita dengan isu yang kian hangat belakangan ini. "
A : " Tentang pilkada..? "
B : Yak boleh, tapi pesan kopimu dulu biar obrolan kita lebih seru dikit "
A : Oke, siap bung...!!Â
             -------&-------
Depok 14/7/24
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H