Mohon tunggu...
eddy lana
eddy lana Mohon Tunggu... Freelancer - Eddylana

Belajar menjadi tukang pada bidang yg dinamis.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pemilu 2024 Curang?

13 April 2024   19:00 Diperbarui: 13 April 2024   20:33 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

     Pemilu Capres-Cawapres 2024 terakhir banyak  menyedot perhatian, setidaknya perhatian dari mereka yang punya wawasan dan mampu ber-logika. Soal kemana mereka akan berpihak pastinya bakal berujung pada kepentingan masing-masing, 

     Berbanding terbalik dengan pemilu-pemilu sebelumnya, maka pemilu kali ini  terasa dipenuhi berbagai kontradiksi. Bayangkan, seorang "bocah" belum cukup umur sesuai konstitusi untuk jadi seorang Cawapres, didongkrak oleh sang paman yang bukan kebetulan menjadi ketua Mahkamah Konstitusi. Dan perlu dicatat, bahwa sang paman yang bernama Anwar Usman ternyata adalah salah satu hakim di MK yang ikut menangani sengketa pemilu 2014 dan 2019, dimana Prabowo turut menjadi peserta di pilpres tersebut. 

      Walau si"bocah" terlolos kan berkat cawe-cawe sang paman, tokh si paman akhirnya dilengserkan oleh MKMK dari kursi ketua MK. Karena sang paman terbukti melakukan pelanggaran etik berat.  Dan sang bocah yang seorang anak Presiden terus melaju sebagai cawapres dari salah satu kontestan capres pemilu di pilpres 2024.

      Seperti layak-nya pada rangkaian perhelatan Pemilu-pemilu pasca Reformasi, maka perjalanan Pemilu 2024 ini juga sarat di -penuhi oleh berbagai "kreativitas" para buzzer fanatik  ataupun buzzer-buzzer dadakan. Mereka memenuhi medsos dan menabuh genderang perang penuh semangat, ada yang berbayar maupun gratis. 

     Tak luput pula rekam jejak serta analisa bagaimana para Parpol dan kadernya akan menggelar tak-tik dan strateginya, ataupun perhitungan-perhitungan politik yang hangat dan membara dari kalangan pengamat kelas grass-root hingga mereka yang beken dikenal sebagai level kelas "nyundul langit ".

     Tak pelak lagi, apa bila " warisan" dari tatanan Demokrasi yang diadakan setiap lima tahun sekali ini, lantas saja menjadi bancakan para pemburu berita. Stasiun Televisi dan kanal media on-line mungkin yang paling gembira, karena mereka tak perlu lagi bersusah-payah pontang-panting  memburu bahan berita menarik guna mengisi acara mereka. 

      Jadi, tak usah heran, bila bermacam kabar menyoal partai dan tokohnya segera saja antre memenuhi ruangan-ruangan terdepan media seluruh Negeri. Tak ketinggalan rekam jejak tempo dulu dari banyak tokoh diungkap kembali secara vulgar, lalu dibandingkan dengan sikap mereka pada pilpres 2024 ini. 

     Maklum, banyak dari tokoh tersebut ternyata tak konsisten dalam komitmen mereka alias mencla-mencle. Padahal banyak dari mereka  itu adalah para pakar hukum, politikus, pengacara, bahkan sang Presiden sendiri. Dan berita itu pun tersebar di media konvensional maupun media on-line yang kemudian dilalap penuh lahap oleh para penikmat berita. 

    Apa yang bisa dicatat, dicermati, dan diselidiki dari Pemilu 2024 andai dibanding dengan  Pemilu lainnya pasca Reformasi. Setidaknya alasan itulah penyebab tumbuhnya rangsangan untuk mengemas dan memunculkan artikel ini. 

     Pragmatisme sebagai salah satu unsur pada geliat taktis dan strategis pada penyelesaian politik, terkadang bisa menjadi titik temu sebagai win-win solusion. Tetapi, apa pandangan publik saat 'dosa' seorang Ketua Partai dijadikan sandera bagi partainya untuk mendukung salah satu Capres dan pasangannya. 

     Kata CURANG tak pernah absen di setiap pemilu pasca Reformasi, so gak usah gundah bila pemilu 2024 ini di penuhi teriakan kata curang  dari mereka yang "punya fakta plus data", dan dituduhkan pada paslon yang menang berdasar dari hasil rekapitulasi akhir KPU. 

     Mahfud MD saat masih menjabat Menkopolhukam, pernah menyebutkan bahwa setiap pemilu "pasti" ada kecurangan, baik pasca Reformasi maupun di era Orba, hanya pola-nya saja yang berbeda. Hal itu disebutkannya pada momen sekolah Demokrasi yang diadakan oleh LP3ES   ( media Indonesia 24 juni 2022)..

      Pada Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, dimana Capres-nya adalah Prabowo, tuduhan curang diteriakkan sedemikian lantang dari kubu Prabowo. Malah pada bulan Mei 2019 itu, sempat terjadi dua kali kegaduhan yang cukup besar dan meresahkan masyarakat. Dalam tuduhannya, pihak Prabowo menyatakan telah menemui beberapa kecurangan yang dilakukan oleh kontestan lawan.

     Pertama, penyalahguna-an Anggaran belanja Negara dan program kerja Pemerintah. Kala itu, Jokowi menaikkan gaji perangkat desa, PNS, TNI dan polisi sebelum pencoblosan. Juga menyebarkan bantuan sosial ketengah warga miskin sebelum hari pemungutan suara. 

     Pertanyaan-nya, apa bedanya di pemilu 2024 saat Mensos Tri Rismaharini di abaikan oleh Presiden Jokowi. Bantuan sosial (bansos) dan bantuan langsung tunai ( BLT) yang biasanya dikelola oleh Mensos, kini digelontorkan langsung lewat tangan Jokowi ke Masyarakat miskin. Apalagi diketahui bahwa pemberian bansos itu diberikan langsung dari tangan Presiden dan bukan dari Mensos, lucunya pula diberikan pada kantong-kantong padat dimana pendukung 03 berada. 

     Cawe-cawenya Jokowi bahkan diperkental oleh Mendag Zulhas yang menegaskan bahwa bansos itu adalah pemberian Jokowi dan sepatutnya penerima bansos harus memenangkan Prabowo dan Gibran. Dan sepertinya soal bansos dan sejenisnya bukan barang baru lagi, di pemerintahan SBY pun soal itu pernah terjadi. 

     Kala itu,  KPK pernah merekomendasikan pada pemerintahan SBY hal penggunaan dana  bansos pada pelaksanaan pemilu. Dan SBY menyambutnya dengan positif, bahwa beliau akan merespon rekomendasi tersebut secepatnya, bahkan beliau menambahkan dan setuju bahwa hanya Kemensos yang berhak mengelola bansos maupun BLT (detikNews-1/4/2014 ). 

     Kedua,  pengondisian hasil perhitungan yang dilakukan oleh KPU selalu penyelenggara pilpres, menurut Prabowo, banyak temuan kasus anggota penyelenggara pemilu tingkat bawah yang mengubah hasil perhitungan suara, baik dari level kecamatan, kabupaten kota, hingga Provinsi. 

     Ketiga, tidak netralnya Negara dan intelijen.  Contoh lain adalah ketika Kepala BIN saat itu, Budi Gunawan hadir dalam suatu acara yang digelar PDI-Perjuangan. 

     Lalu, apa bedanya di pilpres 2024 ini? 31-mar-2022, Perludem pernah mengkritik sejumlah kepala desa yang menyatakan dukungan agar Presiden Joko Widodo kembali menjabat priode ketiga. 

     7-nov-2023, Seusai pertemuannya dengan Jokowi Ketua Umum Apdesi Sutawijaya berkomentar : seperti anak dan orangtua (detik. news). Dipertemuan itu juga dibahas perpanjangan masa jabatan kepala desa. 

      Dan di pilpres 2024 ini, beredar isu bahwa ada sekian kepala desa yang mendapat " tawaran barter " atau tepatnya intimidasi halus,  mereka harus mendukung paslon tertentu atau " dosanya " bakal diseret kepermukaan.

     Di akhir artikel ini, siapa saja boleh  membuat kesimpulan- kesimpulan tersendiri, baik secara obyektif ataupun subyektif. Sebab masing-masing punya latar belakang berbeda, wawasan berbeda, serta kepentingan yang tentunya berbeda juga. 👍

14/4/24

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun