Mohon tunggu...
eddy lana
eddy lana Mohon Tunggu... Freelancer - Eddylana

Belajar menjadi tukang pada bidang yg dinamis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Nyaris Empedu Diangkat akibat Salah Diagnosis

8 April 2021   15:00 Diperbarui: 8 April 2021   16:52 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ini bukanlah pengalaman menyenangkan. Tetapi, setidaknya artikel ini bisa menjadi perhatian buat pihak yang terkait, ataupun mereka yang kerap berhubungan dengan Rumah Sakit. 

Kejadian malpraktek semacam ini mungkin kerap juga terdengar sekali waktu. Bisa berlanjut pada kasus hukum atau bisa juga lenyap begitu saja, karena salah satu pihak terlalu untuk menyeretnya kemeja hukum. 

Waktu itu sudah tengah malam, saat isteri saya mengeluh tentang perutnya yang terasa sakit dibarengi perih yang menyengat. Makin lama suara keluhannya kian mengeras, mungkin akibat merasa nyerinya kian menusuk. Akhirnya, karena tak mampu lagi mentolerir rasa sakitnya, isteri meminta saya untuk segera membawanya ke Rumah Sakit. 

Untunglah, seorang pengemudi taksi online yang kebetulan tetangga, mobilnya  sudah pulang kandang dan terparkir dirumahnya. Berkat bantuannya, tengah malam itu juga kami langsung berangkat dari Depok menuju kesebuah Rumah Sakit di Jakarta. Kesebuah tempat perobatan yang sudah bertahun saya jadikan langganan sebagai pengguna BPJS.

Apa alasan saya memilih RS tersebut sebagai RS langganan? Awalnya, dahulu ayah  almarhum yang kebetulan pegawai sebuah BUMN, kerap dirawat di RS tersebut dengan jaminan pembayaran dari BUMN tempat beliau bekerja. Ibu almarhumah pun demikian, beliau otomatis turut ter- rekrut sebagai pelanggan mengikut jejak Ayah.

Jadi, ketika pertama kali saya mendapatkan kartu peserta anggota baru dari BPJS. Segera saja saya memilihnya sebagai RS rujukkan . Alasan pertama, karena kerap mengantar dan membesuk setiap kali orangtua dirawat disitu. Hingga ada rasa familier dan terbiasa pada RS itu. Alasan kedua, saya tak mau repot repot dengan proses atau situasi RS lain yang belum saya fahami sama sekali, mohon maklum jika peserta BPJS harus melewati proses pendaftaran yang terkadang dirasa berbelit. 

Singkat cerita, dini hari itu, isteri saya dirawat di RS tersebut dengan keluhan rasa  nyeri berat dibagian perut. Sebelumnya, isteri memang punya riwayat  sering kumat berat dibagian perut, yang terkadang terasa dibagian ulu hati dan dirawat di RS yang sama. 

HARUS OPERASI

Kurang lebih tiga hari, setelah menunjukkan gejala membaik isteri diperbolehkan pulang. Dan diharuskan check- up kembali dalam beberapa hari.

Selain bekal obat pemberian Rumah- Sakit, kami juga membawa pulang hasil photo USG dari isteri saya. Dalam konsultasi sebelum pulang, dokter menerangkan isi hasil photo USG itu. 

Berdasarkan photo itu, dokter spesialis pemeriksa menjelaskan, bahwa empedu isteri mengandung sejumlah batuan, sehingga disarankan untuk menjalani operasi untuk membuang batuan tersebut. Sebenarnya, bagi kami oke- oke saja kalau memang harus dioperasi. Yang terasa mengganjal adalah empedu nya juga harus di- angkat

Isteri pun sepertinya merasa tertekan oleh kenyataan itu. Bisa dibayangkan, bagaimana gundahnya memikirkan bakal tak punya empedu lagi. Padahal organ itu sangat penting bagi tubuh. Belum lagi ditambah dengan penyakit bawaannya, yaitu diabetes mellitus, atau bahasa awamnya disebut gula darah atau kencing manis. 

Kami sungguh awam pada masalah medis terkait proses operasi dan pasca operasi empedu ini. Tak pelak lagi hal itu telah mempengaruhi situasi keseharian di keluarga kecil kami.  

Bertahun menjadi langganan di RS itu, membuat telinga sering keluar- masuk berita atau isu internal seputar RS.  Plus- minor tentang penanganan operasi  di RS ini. Ataupun sikap Apotik RS yang terkadang  mempersulit pemberian obat, alasannya BPJS belum bayar ke mereka. Sehingga membuat kami sempat berpikir untuk memilih RS lain sebagai alternatif. 

Dalam waktu yang singkat, saya mencoba berselancar di internet. Mencari tahu hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi, sekadar buat memahami dampak pre dan pasca operasi bagi isteri. Setelah berpikir pandang pendek, kami memutuskan untuk mencari RS, yang dirasa  bisa kami terima untuk mengangkat empedu isteri. 

RUJUK KE RUMAH SAKIT LAIN

Akhirnya, saya memutuskan untuk memilih Rumah Sakit lain untuk kelanjutan pengobatan isteri saya     pengangkatan empedu) Dan saya memilih sebuah RS di Jakarta Pusat. 

Rumah Sakit itu terletak di tepi Jalan yang menuju ke arah Proyek Senen. Bangunannya cukup besar dan luas serta terkesan bersih. 

Saat itu, sebagai peserta BPJS, kami harus mengikuti ketentuan sebagaimana BPJS mengaturnya ( kerap lupa). Misalnya, mem- photo copy bermacam berkas seperti KTP- surat rujukan dll. Agak repot juga sih, karena tempat mesin photocopy nya rada jauh dari ruang pendaftaran. 

Setelah melewati beberapa prosedur,  kami pun diterima dan diperiksa oleh seorang dokter. Pastinya beliau sudah menerima berkas dari RS sebelumnya yang merujuk kami ke RS ini. 

Kalau tidak salah, setelah dua bulan?  Mungkin karena pemeriksaan penunjang buat sebuah operasi sudah cukup. Kami dikonfirmasi tentang kesiapan isteri untuk menjalani proses pengangkatan empedunya. 

Kebetulan, ditengah masa pengobatan di RS rujukan itu, saya sempat membaca tentang Laparaskopi. Yaitu sebuah cara pembedahan yang lebih maju ketimbang bedah konvesional. Dan cara bedah itu bisa digunakan untuk pengangkatan empedu. 

Bila  bedah konvensional membutuhkan sayatan agak lebar.  Maka model Laparaskopi cuma membutuhkan beberapa sayatan kecil ( satu lubang untuk masuknya kamera). Sehingga lebih meminimalisir masa recovery usai pembedahan. 

Saat konfirmasi, kami mencoba mengajukan hal Laparaskopi itu pada dokter, bagaimana andai model Laparaskopi itu digunakan pada isteri saya. Dokter bilang, bahwa di RS itu, Laparaskopi tidak dicover oleh BPJS. 

Iba dengan kasus yang diderita isteri, saya mencoba menghubungi petugas BPJS di RS itu, dan bertanya soal tidak dicovernya Laparaskopi oleh BPJS. Dan juga bertanya, apakah isteri saya sebagai peserta BPJS  bisa mendapat layanan model Laparaskopi ini ditempat lain. Petugas BPJS menyarankan agar saya merujuk ke RSPAD  Gatot Subroto. 

Dengan harapan berbunga- bunga, segera saja kami pindah RS lagi. Sambil membawa asa, bila kemungkinan RSPAD Gatot Subroto bisa mewujudkan keinginan kami. Syukurlah, disitu kami diberi penjelasan bahwa RS bisa melakukan bedah laparaskopi dan dicover BPJS. 

Di RS Gatot Subroto, isteri melakukan cek ulang serta di USG kembali. Setelah beberapa lama, suatu hari isteri dipanggil untuk melakukan konfirmasi final. Bila hari itu dinyatakan akan di lakukan operasi, maka dia diharuskan bermalam di RS itu. Untuk keesokan harinya menjalani pembedahan. 

Di sebuah ruang kamar yang memang khusus untuk konfirmasi terakhir, dengan hati berdebar kami masuk dan menemui seorang dokter ahli. Sedikit berbasa- basi sang dokter dengan gaya humor, menjelaskan bahwa menurut pemeriksaan selama di RS ini, dan ditunjang oleh hasil ulang USG, maka dinyatakan bahwa organ empedu isteri sama sekali tak bermasalah. 

Sehingga wacana operasi angkat empedu bagi isteri otomatis batal . OMG.. ! Andai saja jalan ceritanya tak sampai ke RS Gatot Subroto, saya tak membayangkan bagaimana kelanjutannya. 

psr Jatinegara 13:57- 8/4/21

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun