Mohon tunggu...
Eddy Boekoesoe
Eddy Boekoesoe Mohon Tunggu... -

Peneliti industri moderen

Selanjutnya

Tutup

Money

Sudut Pandang Lain dari Konsep Pembangunan Ekonomi Indonesia

19 Oktober 2016   07:37 Diperbarui: 19 Oktober 2016   07:50 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah tiga belas paket ekonomi yang diluncurkan pemerintah tetapi hasilnya kurang berhasil jika dilihat dampaknya terhadap industri rakyat, yang pertumbuhannya berada dibawah angka pertumbuihan ekonomi nasional, dan sumbangan sektor ini terhadap PDB menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya. Padahal industri itu seharusnya menjadi motor utama dari kemajuan ekonomi sesuatu bangsa.

Hal ini terjadi karena pemerintah kurang teliti mendefinisikan problem ekonomi bangsa ini. Kesalahan menentukan definisi problem ini yang menuntun kita menjadi salah dalam menemukan solusi yang tepat

Dilihat dari sudut pandang ilmu industri moderen, permasaalahan ekonomi bangsa ini ada dua, pertama produktifitas industri yang sangat rendah, dan kedua adalah inefisiensi yang akut. Kedua masaalah ini timbul karena industri kita mkasih dalam taraf primitif, sama kondisinya seperti zaman sebelum revolusi industri.

Produktivitas yang sangat rendah bukan saja dalam ukuran kuantitas tetapi juga dalam ukuran ketidakmampuan memproduksi barang barang tertentu. Contoh pada industri rumput laut. Industri kita hanya mampu memproduksi rumput laut kering karena industri ini masih dapat ditangani oleh industri primitif yang masih bersandar kepada kompetensi manusia.

Tetapi kita tidak mampu memprodukdi karaginan, karena industri ini sudah harus menggunakan industri yang bersandar pada sistem, alias industri moderen. Kita terpaksa mengekspor  rumput laut kerin dan lalu mengimpor karaginan. Disamping itu industri primitif ini tidak mampu memproduksi dalah jumlah besar dengan persyaratan mutu, biaya preoduksi, pasoiokan dan layanan publik yang sangat buruk.

Dari segi inefisiensi akut dapat dilihat dallam cara kita memproduksi beras. Kita tahu bahwa kerugian pasca panen dalam produksi beras bisa mencapai 21%. Industri moderen bangsa Jepang sudah membidik target ZERO DEFECT dalam menghapuskan afkir. Bila kita memiliki kemampuan menekan afkir yang 21% ini menjadi hanya 5% saja,ini bukan hal yang mustahil kita laksanakan,  kita akan menghemat sekitar tujuh juta ton beras mutu prima, sehingga kita tidak perlu mengimpor beras malah akan mampu mengekspor.

Kedua masaalah ini dapat kita carikan solusi yang tepat BILA kita mau memodernidsasi industri rakyat kita, yang selama ini, belum pernah diprogramkan oleh pemerintah kita. Untuk itu marilah kita memodernisasi industri rakyat dan memberi kesempata yang seluas luasnya kepada iondustri rakyat menjadi tuan rumah di rumahnya nsendiri.

Modernisasi industri rakyat insya Allah dapat kita laksanakan dengancara yang  cepat, mudah, murah, dan menguntungkasn banyak pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun