"Kok Bapak tahu?" Tanyaku.
"Teman seperjuangan Pak Dei pernah bercerita. Kadang Bapak ikut sedih juga, kenapa Pak Dei belum terima juga uang pensiunnya. Padahal kalau dipikir-pikir, uang pensiun itu tidak seberapa jika dibandingkan sekarang dengan hasil panenan kebun Pak Dei. Bukan uangnya, sepertinya, yang menjadi tujuan Pak Dei."
"Lalu apa, Pak?" Kejarku.
"Entahlah." Bapak menatapku. "Hanya Pak Dei pernah bilang, bahwa ada sesuatu yang kurang lengkap kalau belum mendapatkan uang pensiun tersebut. Kalau belum dapat berarti Pak Dei tidak dianggap pejuang, barangkali begitu."
Aku tercenung. Eksistensi, gumamku. Tetapi percayalah Pak Dei, Tuhan tidak akan membeda-bedakan orang, apakah dia pejuang atau tidak. Tuhan akan mencatat sumbangsih dan perjuanganmu akan kemerdekaan negeri ini. Toh berapa banyak pejuang-pejuang mati tanpa dikenal, dikubur, dengan nisan bertuliskan 'Tak Dikenal'.
"Tetapi, Pak," masih dengan Bapak. "Bagaimana dengan orang-orang yang tidak berjuang kok malah dapat uang pensiun sebagai pejuang? Saya dengar, ada orang seperti ini."
"Barangkali ia dapat uang pensiun karena ketentaraannya, bukan karena ke-pejuangannya, Nak." Bapak mencoba menerangkan. "Kalaupun ada barangkali itu oknum."
Bapak berusaha menutupi sesuatu yang sekarang ini lazim dilakukan di negeri ini. Betul, menuduh tidak boleh, tetapi aku tahu kok, Pak, berapa banyak orang-orang menipu di negeri ini untuk kepentingan pribadi. Bahkan hal itu sudah dilakukan bukan oleh orang kebanyakan, tetapi ada juga orang terpandang atau pun pejabat yang melakukannya. Tetapi, ah, sudahlah, cerita hal itu tidak akan ada habis-habisnya.
Seperti juga halnya denganku, tak habis pikir aku bertanya, di mana letak tersangkutnya ke-administrasi-an Pak Dei, sehingga Pak Dei tidak menerima uang pensiunnya sebagai veteran, bahkan setelah beliau wafat. Ya Allah, lapangkan kubur buat Pak Dei. Jauhkan beliau dari siksa kubur, dan jauhkan pula dari siksa api neraka. Terimalah dengan indah segala sumbangsih dan perjuangannya buat ibu pertiwi, ya Allah.@
NB.
- Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community.
- Silahkan bergabung juga di grup FB Fiksiana Community.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H