Panah asmara melesat. Menancap kuat. Hingga benih cinta terhambur di dalamnya. Tumbuh subur laksana rumput di musim penghujan. Menyatukan dua hati yang tak pernah saling berteman.
Tepi sungai menjadi saksi. Gadis pemetik bunga hutan tak lagi sendiri. Raden Banterang mensahkan niat dengan ikatan suci. Dewi Surati menerima pinangan dengan suka cita. Hidup dalam jalinan kasih.
Di sana genangan dendam terkubur dibilik lupa. Sebab budi tak berbalas jasa apapun jua. Laksana api yang semakin membara. Membakar asmara dalam tungku cinta. Menyalakan baranya dalam dua jiwa.
Rupanya cinta belum sampai kisah akhir. Gelombang dendam datang menyapa. Kesetiaan Dewi diuji lewat kakaknya. Kepercayaan terkasih dibuai lewat hasutan cantiknya.
Sebilah Pusaka Klungkung tersembunyi dibalik peraduan. Kepercayaan kekasih pun ternoda. Janji suci menjadi taruhannya. Meradang hati kekasih. Menyangka khianat diantara mereka.
Aliran sungai menorehkan jejak bukti. Sang Dewi menenggelamkan diri. Kesetiaannya menebar aroma wangi. Bukti cinta suci dari yang tersakiti. "Banyuwangi!" Teriak miris belahan hati.
Terlambat! Punahlah kesetiaan seorang istri. Penyesalan tak akan membuatnya kembali. Banyuwangi telah menjadi bukti. Tanda kesetiaan Dewi Surati untuk Raden Banterang pujaan hati.
Benuo Taka, 14 Februari 2020
Terinspirasi dari legenda Banyuwangi, Jawa Timur.
Kasih sayang bukan satu dua hari. Namun mengalir deras setiap hari. Dimana ada hati yang mengasihi, disitulah ada janji untuk saling mengisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H