Literasi mulai masuk dalam dunia pendidikan era zaman now secara tertulis. Padahal sejak dulu, literasi selalu memaknai proses pembelajaran dimana pun. Tak ditulis di silabus, tak ada juga dalam RPP, tetapi secara alami selalu ada dalam kegiatan belajar. Disadari atau pun tidak, literasi sudah ada di keseharian kita.
Tak mungkin ada orang yang tak pernah membaca seumur hidupnya. Bahkan untuk melihat tayangan iklan di televisi saja, pasti ada satu dua kata yang terbaca mata kita. Papan nama di jalan, pengumuman, bahkan daftar harga di rak rak supermarket yang memajang diskon besar besaran. Pasti dibaca, bukan?
Tuna netra sekali pun tak bisa melihat, mereka masih dapat membaca. Adanya huruf timbul (braille) yang sudah banyak beredar dalam bentuk buku bacaan atau pun kitab suci dapat menjadi alat bantu bagi mereka untuk tetap dapat berliterasi. Jadi tak ada alasan bagi setiap orang untuk tidak mau membaca.
Literasi tak harus membaca buku
Banyak orang menyamakan literasi dengan membaca buku. Padahal, literasi tak sesempit itu pemahamannya. Literasi itu luas. Bermacam macam bentuknya.
Menurut Elizabeth Sulzby (1986), arti literasi adalah kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi (membaca, berbicara, menyimak, dan menulis) dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya.
Menurut Wikipedia, literasi adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pengertian literasi tersebut jelas sekali bahwa literasi tidak hanya membaca tetapi juga menulis, berbicara dan menyimak. Kalau mendengarkan orang membaca cerita juga bisa disebut literasi. Atau menonton film bersama juga termasuk literasi. Asal ada finishing dari proses literasi ini dalam bentuk lain agar informasi yang di dapat bisa berguna dalam kehidupan kita.
Bahkan bagi orang yang buta huruf sekali pun, membaca juga masih dibutuhkan. Loh, kok bisa? Bukankah mereka tak mengenal huruf dan kata? Memang benar orang buta huruf tak bisa membaca. Tetapi orang orang disekitarnya pasti ada yang bisa membaca, bukan? Anaknya, cucunya, atau temannya dapat membantu kelompok difabel ini. Jadi, merekalah yang membacakan apa yang ingin tuna aksara ketahui dari sebuah tulisan. Hingga pada akhirnya mereka dapat menyerap informasi tersebut melalui mendengarkan dan menyimak. Ini juga bisa kita sebut literasi.
Bahkan sekarang ada pula bioskop bisik untuk memfasilitasi tuna netra menonton film film bioskop selayaknya manusia normal. Dimana setiap tuna netra didampingi relawan sebagai pembisik. Pembisik inilah nantinya yang akan menggambarkan detail adegan film tanpa dialog ke telinga tuna netra. Kegiatan mendengarkan ini juga bisa kita sebut literasi.
Jadi, buku bukanlah satu satunya sumber literasi. Masih banyak lagi sumber literasi yang lain yang dapat dieksplor kegunaannya. Misalnya, melihat tayangan pendidikan di televisi, mendengarkan ceramah dari radio, mencari informasi lewat internet, memposting karya lewat media cetak ataupun sosial, mendengarkan dongeng, menonton drama kolosal dan lain sebagainya. Bahkan lingkungan kita pun dapat menjadi sumber literasi bagi kita semua.
Bagaimana tindakan nyata sekolah saya dalam menjalankan program literasi?
Untuk pengembangan program ini, sekolah tempat saya mengabdi menyediakan lahan kosong di beberapa sudut untuk tempat sarana dan prasarananya. Di sudut ruang kelas yang biasa kami sebut pojok literasi atau di area umum, gazebo, di bawah pohon rindang atau pun dinding bangunan serta ruang pertemuan, semua dimanfaatkan.
Sekolah juga mengadakan nonton bareng film film pendek yang bertema pendidikan serta lomba resensi film dan buku dalam rangka melatih keterampilan literasi siswa.
Hal ini untuk melatih siswa tanggap terhadap apa yang dialaminya. Serta melatih kemampuan siswa untuk berpikir, mengidentifikasi, menyimpulkan suatu peristiwa yang di dengar dan disaksikannya sendiri lalu menuliskannya dengan kata kata mereka sendiri.
Hasil akhirnya adalah penghargaan bagi setiap siswa. Setiap karya siswa akan dipilih dan dipilah. Karya terbaik akan ditempel pada mading kelas atau pun mading sekolah. Namun literasi tak cukup hanya sampai di sini saja. Literasi akan lebih berkembang lagi dengan adanya pembinaan. Sekolah saya, melalui kegiatan ekstrakurikuler pun melakukan pembinaan di bidang literasi ini seperti ekskul cerpen dan English club yang akhirnya memberikan pengalaman terbaik dan membawa prestasi bagi siswa.
Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 21 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H