Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mengejar Matahari

5 Januari 2020   12:24 Diperbarui: 5 Januari 2020   12:32 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara kiak kiak tiga ekor anak ayam begitu berisik. Mereka membuntuti induknya yang sedang mengais ngais tanah. Paruhnya yang setengah tajam ikut mematuk matuk di atas tanah. Hingga akhirnya induk ayam mendapatkan seekor cacing tanah. Cacing yang merah panjang meronta ronta dalam jepitan paruh induk ayam. Sedangkan tiga ekor anak ayam ribut memperebutkan cacing yang disodorkan induknya.

Begitulah aktivitas induk ayam dan anaknya setiap hari. Dari pagi hingga menjelang petang. Anak ayam tak pernah sama sekali kelaparan. Induknya selalu mencarikan makan untuk mengisi perutnya yang kosong. Sampai anak ayam tumbuh remaja dan bisa mencari makan sendiri. Namun dari ketiga ekor anak ayam tadi, ada seekor anak ayam yang malas sekali. Dia tetap meminta makan dari induknya. Anak ayam itu bernama Aan.

"An, kamu sudah besar. Cari makan sendiri dong. Kasian ibumu harus menahan lapar terus terusan karena makanannya kamu ambil terus."

"Ah... kamu itu tahu apa. Ibuku sayang padaku. Makanya ibu selalu memberiku makan. Kalau tak kumakan, pasti ibu akan marah. Karena ibu sudah capek mencarikannya." Aan berkelit pada ayam jago tetangganya.

"Ibumu nggak mau kamu sakit lalu mati. Jadi, karena kamu tak makan sebab malas cari makan sendiri, makanya ibumu mencarikan makanan buat kamu."

"Nggak lah. Ibu benar benar sayang aku, kok." Aan tetap ngotot.

"Kamu tahu, ibumu selalu mengejar matahari setiap hari. Ditambah harus mencarikan kamu makan, tentu ibumu sangat lelah sekali. Nanti ibumu bisa sakit kalau terus seperti ini. Cobalah kamu mandiri!"

"Mengejar matahari? Bagaimana mungkin? Ibu nggak bisa terbang tinggi. Tak mungkin matahari dapat dikejarnya."

"Kamu sajalah yang malas. Sehingga pikiranmu selalu tak mungkin. Cobalah kamu bangun pagi pagi sekali. Kamu akan lihat ibumu bersanding dengan matahari."

Aan penasaran dengan penyataan ayam jago tetangganya itu. Dia pun bertekad akan bangun pagi pagi sekali. Agar dia bisa membuktikan omongan ayam jago itu.

*****

Keesokan paginya Aan sudah bangun sebelum subuh. Aan segera mendekati ayam jago tetangganya yang kemarin mengatakan bahwa ibunya selalu mengejar matahari setiap hari. Melihat Aan sudah bangun, Ayam jago itu pun tersenyum senang.

"Ibumu selalu bangun sebelum matahari muncul di timur bumi. Bertengger di atas dahan itu. Sehingga, ketika matahari keluar, kau akan melihat ibumu berdiri sejajar dengan matahari. Begitulah cara ibumu mengejar matahari setiap hari."

"Untuk apa ibu melakukan itu?"

"Kata ibumu, dia sangat senang anak anaknya tumbuh sehat dan dewasa. Bahkan bisa mandiri. Sehingga ibumu mau mengucapkan syukur kepada Tuhan atas anugerahNya. Karena itulah, ibumu selalu mengejar matahari terbit untuk berdoa padaNya."

Aan terdiam. Rupanya dia meresapi apa yang diucapkan ayam jago tadi. Aan menyesal telah membuat ibunya repot selama ini. Aan tak mau ibunya sampai sakit.

"Ibu, maafkan Aan yang masih merepotkan ibu. Mulai hari ini Aan berjanji akan menjadi anak yang mandiri. Aan tak akan merepotkan ibu lagi." Aan berteriak keras agar ibu mendengar janjinya.

"Sekarang lihatlah!" Ayam jago itu mengepakkan sayapnya untuk menunjukkan pada Aan bukti omongannya.

Aan melihat ibunya bertengger di satu dahan yang menghadap ke timur. Mula mula hanya badan ibunya yang terlihat. Lambat laun muncullah sinar indah dibalik badan ibunya hingga Aan melihat ibunya benar benar berdiri sejajar dengan matahari tersebut.

Aan pun takjub melihatnya. Sampai tak sadar, dia telah membuka paruhnya lebar lebar, mengepakkan sayapnya dan berkokok. Semakin Aan takjub, semakin kuat suara Kokok yang keluar dari paruhnya. Begitu terus setiap hari ketika Aan melihat ibunya berdiri sejajar dengan matahari yang mulai terbit.

Melihat Aan melakukan itu, akhirnya semua ayam mengikuti apa yang dilakukan Aan. Setiap hari hingga sekarang. Ayam ayam akan berkokok ketika melihat keindahan matahari terbit di ufuk timur. Mungkin itulah cara ayam mengucapkan syukur kepada Tuhan.


Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 5 Januari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun