Suara kiak kiak tiga ekor anak ayam begitu berisik. Mereka membuntuti induknya yang sedang mengais ngais tanah. Paruhnya yang setengah tajam ikut mematuk matuk di atas tanah. Hingga akhirnya induk ayam mendapatkan seekor cacing tanah. Cacing yang merah panjang meronta ronta dalam jepitan paruh induk ayam. Sedangkan tiga ekor anak ayam ribut memperebutkan cacing yang disodorkan induknya.
Begitulah aktivitas induk ayam dan anaknya setiap hari. Dari pagi hingga menjelang petang. Anak ayam tak pernah sama sekali kelaparan. Induknya selalu mencarikan makan untuk mengisi perutnya yang kosong. Sampai anak ayam tumbuh remaja dan bisa mencari makan sendiri. Namun dari ketiga ekor anak ayam tadi, ada seekor anak ayam yang malas sekali. Dia tetap meminta makan dari induknya. Anak ayam itu bernama Aan.
"An, kamu sudah besar. Cari makan sendiri dong. Kasian ibumu harus menahan lapar terus terusan karena makanannya kamu ambil terus."
"Ah... kamu itu tahu apa. Ibuku sayang padaku. Makanya ibu selalu memberiku makan. Kalau tak kumakan, pasti ibu akan marah. Karena ibu sudah capek mencarikannya." Aan berkelit pada ayam jago tetangganya.
"Ibumu nggak mau kamu sakit lalu mati. Jadi, karena kamu tak makan sebab malas cari makan sendiri, makanya ibumu mencarikan makanan buat kamu."
"Nggak lah. Ibu benar benar sayang aku, kok." Aan tetap ngotot.
"Kamu tahu, ibumu selalu mengejar matahari setiap hari. Ditambah harus mencarikan kamu makan, tentu ibumu sangat lelah sekali. Nanti ibumu bisa sakit kalau terus seperti ini. Cobalah kamu mandiri!"
"Mengejar matahari? Bagaimana mungkin? Ibu nggak bisa terbang tinggi. Tak mungkin matahari dapat dikejarnya."
"Kamu sajalah yang malas. Sehingga pikiranmu selalu tak mungkin. Cobalah kamu bangun pagi pagi sekali. Kamu akan lihat ibumu bersanding dengan matahari."
Aan penasaran dengan penyataan ayam jago tetangganya itu. Dia pun bertekad akan bangun pagi pagi sekali. Agar dia bisa membuktikan omongan ayam jago itu.
*****